Menuju konten utama

Pengacara Antam: Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said

Sejumlah fakta baru yang diungkapkan para saksi dalam persidangan membuat titik terang kasus ini.

Pengacara Antam: Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said
Terdakwa kasus korupsi rekayasa transaksi emas Antam Budi Said (kanan) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/10/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa crazy rich Surabaya, Budi Said, terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun tersebut.

Kuasa Hukum PT Antam, Fernandes Raja Saor, mengatakan dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan tersebut, menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.

"Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban," kata Fernandes, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/12/2024).

Fernandes mengatakan ahli lainnya, Suparji Ahmad, menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satunya perihal pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi dan juga adanya pemberian gratifikasi kepada mantan karyawan Antam.

Selain itu, adanya saksi yang menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umroh kepada pihak tertentu juga merupakan bukti adanya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum.

Oleh karena itu, kata dia, klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat diterima dan tidak menghapus tanggung jawab pidana.

"Terdapat saksi yang mengaku diperintahkan terdakwa untuk memberikan uang miliaran, mobil, rumah bahkan umroh kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan emas. Ini kan menjadi dugaan adanya transaksi mencurigakan, tidak ada transaksi halal yang skemanya begitu" tutur Fernandes.

Fernandes menegaskan klaim diskon emas yang sangat besar, sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi PT Antam Tbk.

“Tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15% lebih murah dari harga buy back Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan, tidak mungkin," tukas Fernandes.

Dia juga membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018. Padahal, saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said," kata Fernandes.

Fernandes mengatakan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda. Pernyataan Fernandes ini sekaligus menanggapi pernyataan kuasa kukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea, yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata.

“Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” pungkas Fernandes.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,16 triliun, yang terdiri dari Rp92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 dan kewajiban Antam untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Budi Said dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, Budi juga terancam pidana berdasar Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Baca juga artikel terkait BUDI SAID atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama