tirto.id - Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga akhir Juli 2019 melebar menjadi 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp183,7 triliun.
Angka tersebut naik 21,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp151 triliun dan setara 1,02 persen PDB.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan, meningkatnya defisit anggaran disebabkan oleh melambatnya pendapatan yang masuk sementara di sisi lain belanja negara pada periode Januari-Juli 2019 makin ekspansif.
Dalam konferensi pers APBN KITA, hari ini, Senin (26/8/2019), tercatat bahwa realisasi penerimaan negara baru mencapai Rp1.052,8 triliun atau 48,6 persen terhadap target APBN 2019.
Realisasi atas target itu tercatat cuma tumbuh 5,9 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) atau lebih rendah dari pertumbuhan di periode Januari-Juli 2018, yang mencapai 16,5 persen dan terealisasi 52,5 persen dari target.
Rendahnya realisasi tersebut disebabkan oleh perlambatan penerimaan perpajakan yang kontribusinya terhadap penerimaan negara mencapai hampir 80 persen.
Penerimaan perpajakan per akhir Juli 2019 tercatat baru baru mencapai Rp810,7 triliun atau 45,4 persen dari target APBN.
Sementara belanja negara hingga akhir bulan lalu telah mencapai Rp1.236,5 triliun atau 50,2 persen dari target APBN dan tumbuh hingga 7,9 persen yoy--lebih tinggi ketimbang pertumbuhan di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,7 persen yoy.
Meski tumbuh lebih tinggi, lanjut Sri Mulyani, pertimbuhan belanja pemerintah pusat sebenarnya relatif sama dengan periode sama di tahun sebelumnya.
"Belanja kementerian lembaga (K/L) masih relatif sama tumbuhnya 11,7 persen, tahun lalu belanja K/L itu tumbuh 14,3 persen pada bulan Juli sementara belanja non K/L tumbuh 6,4 persen yoy, tahun lalu kita tumbuh sebesar 16,4 persen yoy," ucapnya.
Percepatan realisasi belanja negara lebih disebabkan oleh pos transfer ke daerah dan dana desa yang tumbuh 5,9 persen yoy per akhir Juli 2019. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya, transfer ke daerah dan dana desa tumbuh negatif alias terkontraksi 2,3 persen.
"Realisasi dana desa merupakan yang tumbuh paling pesat, yaitu 16,8 persen yoy dan mencapai Rp41,9 triliun atau 59,8 persen dari target APBN," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri