tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi penerimaan negara yang berasal dari pajak hingga akhir Juni 2018 mencapai Rp581.54 triliun. Sementara untuk penerimaan yang berasal dari kepabeanan dan cukai, Sri Mulyani mengatakan bahwa yang terkumpul sudah sebesar Rp71,95 triliun.
Dengan demikian, realisasi penerimaan untuk pajak tersebut telah mencapai 40,84 persen dari target pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2018 yang direncanakan sebesar Rp1.423,99 triliun.
“Hingga akhir semester I 2018, realisasi penerimaan pajak tumbuh positif sebesar 13,99 persen secara year-on-year. Ini didukung kinerja positif seluruh jenis penerimaan pajak, yang terdiri dari PPh nonmigas, PPh migas, dan PPN,” jelas Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya pada Selasa (17/7/2018).
Adapun penerimaan PPh nonmigas hingga akhir Juni 2018 tercatat tumbuh 14,85 persen secara year-on-year. Angka realisasinya sendiri berada di Rp329,34 triliun atau setara dengan 40,31 persen dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp817 triliun.
Pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas pun rupanya masih didominasi oleh penerimaan PPh 22 impor, PPh pasal 25/29 Badan, dan PPh pasal 21. Untuk masing-masingnya, tercatat ada pertumbuhan sebesar 28 persen, 23,81 persen, dan 22,26 persen secara year-on-year.
Di sisi lain, penerimaan PPh migas akhir semester I 2018 juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa perolehan dari PPh migas yang sebesar Rp30,06 triliun, telah mencapai 78,84 persen dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp38,13 triliun. Untuk pertumbuhannya dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tercatat sebesar 9,13 persen.
“Pertumbuhan penerimaan PPh migas ditopang oleh meningkatnya harga komoditas yang mampu mendorong kenaikan harga Indonesia Crude Oil Price (ICP),” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sampai dengan 30 Juni 2018 tercatat sudah sebesar Rp176,83 triliun. Dengan demikian, 64,20 persen dari target PNBP secara keseluruhan dalam APBN 2018 pun telah terpenuhi. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017, terjadi pertumbuhan sebesar 21,02 persen.
Pada sektor sumber daya alam, faktor yang memengaruhi capaian PNBP ialah terkait peningkatan harga komoditas ICP maupun Harga Batubara Acuan (HBA). Sedangkan di luar sektor sumber daya alam, peningkatan PNBP dipengaruhi faktor penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan (dividen perusahaan BUMN).
Dari sisi PNBP lainnya, penerimaan negara masuk dari berbagai sumber. Di antaranya pendapatan dari penjualan, pengelolaan BUMN dan Iuran Badan Usaha, pendapatan administrasi dan penegakan hukum, pendapatan kesehatan, perlindungan sosial, dan keagamaan, serta pendapatan jasa transportasi, komunikasi, dan informatika.
“Pertumbuhan dari PNBP yang 21 persen ini tinggi, namun dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang 30 persen, menjadi lebih rendah. Meski demikian, PNBP dalam dua tahun berturut-turut lebih tinggi dari perpajakannya,” jelas Menkeu.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yulaika Ramadhani