Menuju konten utama

Penambahan Kodam Tak Sejalan dengan Penguatan Pertahanan

Wacana penambahan Kodam maupun revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental.

Penambahan Kodam Tak Sejalan dengan Penguatan Pertahanan
Prajurit TNI AD mengikuti Apel Gabungan TNI Aangkatan Darat wilayah Kodam II/Sriwijaya di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sumatera Selatan, Senin (31/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.

tirto.id - Setara Institute menyorot perihal rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 provinsi di Indonesia oleh Kementerian Pertahanan dan TNI AD. Rencana itu dinilai menambah pelik persoalan agenda reformasi militer.

"Sebab, agenda reformasi militer baru-baru ini juga memiliki gangguan serius melalui materi usulan perubahan dalam revisi UU TNI. Substansi yang diajukan maupun dampak yang dihasilkan dari dua wacana ini kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan menghadapi kompleksitas ancaman dan peningkatan profesionalitas militer," kata Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Rabu, (24/5/2023).

Wacana penambahan Kodam maupun revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental. Dalam konteks revisi UU TNI, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2).

Ikhsan melanjutkan, dalam hal penambahan Kodam terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah, sehingga TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah.

"Penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya," ucap dia. Dua wacana ini secara nyata memiliki dampak legitimasi perluasan peran militer di ranah sipil dari tingkat pusat (melalui revisi UU TNI) hingga ke tingkat daerah (melalui penambahan Kodam).

25 tahun reformasi, salah satunya mengenai reformasi militer, ternyata belum cukup membawa konsistensi perubahan dalam agenda reformasi militer. Wacana revisi UU TNI dan penambahan Kodam bukan hanya belum memperlihatkan urgensi pelaksanaannya, tapi juga seakan memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global.

Setara berpendapat basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, namun dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil.

Dalam situasi damai, meskipun dinamika ancaman semakin berkembang, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, seperti pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional.

"Selain itu, akan lebih efektif jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar, guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara," terang Ikhsan.

Perihal revisi UU TNI, Wakil Presiden Ma'ruf Amin berkata wacana revisi harus dilakukan hati-hati.

“Soal adanya usulan perwira aktif bisa [lebih banyak menduduki jabatan sipil] coba dibicarakan. Yang penting, tentu jangan mencederai semangat reformasi,” ujar dia.

Salah satu semangat reformasi yang dimaksud adalah penghapusan Dwifungsi ABRI. Ia tidak ingin dwifungsi itu kembali diterapkan

Baca juga artikel terkait PENAM atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat