tirto.id - Hasil pemilu Turki, yang digelar pada Minggu kemarin (24/6/2018) waktu setempat, memastikan Recep Tayyip Erdogan kembali menjadi presiden negara berpenduduk 81 juta jiwa tersebut.
Hasil hitung cepat terhadap 99,92 persen kotak suara menyimpulkan Erdogan meraup 52,59 persen dukungan. Sementara lawan terberatnya, Muharrem Ince hanya memperoleh 30,64 persen suara, demikian dilansir kantor berita Anadolu pada Senin malam (25/6/2018).
Empat calon presiden Turki lainnya hanya mendapatkan suara kurang dari 10 persen. Sellahatin Demirtas, Meral Aksener, Temel Karamollaoglu dan Dogu Perincek masing-masing cuma mendulang suara 8,4 persen, 7,29 persen, 0,89 persen dan 0,2 persen.
Kemenangan telak Erdogan di Pemilu Turki 2018 tersebut telah diakui oleh pesaing terberatnya, Muharrem Ince. Calon presiden yang diusung oleh Partai Rakyat Republik (CHP) tersebut menyampaikan pernyataan itu di Ankara, Turki, usai hitung cepat telah mencakup 90 persen kotak suara.
Meski Ince membayangi perolehan suara Erdogan, capaian itu memang tidak cukup untuk memenuhi persyaratan agar pemilihan presiden Turki berlanjut ke putaran kedua.
"Saya menerima hasil pemilu ini," kata Ince dalam konferensi pers di kantor pusat partainya seperti dilansir The Guardian.
Meski menuding ada indikasi pencurian suara, Ince menegaskan bahwa hasil pemilu kali ini tidak perlu dipertanyakan. Dia menambahkan hasil pemilu ini membawa konsekuensi, rakyat Turki harus menerima kenyataan bahwa ada satu penguasa yang mendominasi lembaga pemerintahan, yudikatif dan legislatif.
"Saya akan terus berjuang sebagai orang yang sempat dipilih oleh satu dari tiga pemilih di Turki," kata Ince.
Pada pemilu ini, Erdogan diusung oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Kemenangan ini melanjutkan rezim kekuasaannya yang telah berjalan 16 tahun.
Kemenangan Erdogan ini melengkapi hasil referendum pada 2017 lalu. Saat itu, sekitar 51 persen lebih suara mendukung pergantian sistem parlementer menjadi presidensial. Hasil referendum itu menambah wewenang presiden Turki sekaligus membuat Erdogan berpeluang berkuasa sampai 2029.
Referendum yang memicu perubahan konstitusi terbesar dalam sejarah Turki itu membuat presiden bisa menunjuk menteri, mengeluarkan dekrit, memilih hakim senior hingga membubarkan parlemen.
Editor: Addi M Idhom