tirto.id - Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, sedang mempelajari kasus kekerasan yang menimpa narapidana Indonesia yang dipenjara di Inggris, Reynhard Sinaga.
Yusril mengaku belum ada sikap resmi dari pemerintah setelah mendengar penganiayaan yang dialami Reynhard. Akan tetapi, pemerintah memonitor kasus penganiayaan tersebut karena Reynhard masih berstatus warga negara Indonesia (WNI).
"Jadi, belum ada sikap apapun dari pemerintah, tapi kami mempelajari, kami memantau dengan serius persoalan ini karena menyangkut seorang warga negara Indonesia di luar negeri yang melakukan kesalahan dan dipidana di negara lain," ucapnya di kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).
Di satu sisi, Yusril mengaku telah menugaskan Deputi Kemenko Kumham Imipas untuk berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri RI untuk menghubungi perwakilan KBRI di London, Inggris. Komunikasi itu dilakukan untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan Kemenlu untuk memberi perlindungan kepada Reynhard.
Sementara itu, Direktorat Balai Pemasyarakatan telah berkomunikasi dengan keluarga Reynhard terkait kasus kekerasan tersebut.
"Kita ingin tahu sebenarnya bagaimana sikap keluarganya terhadap kasus yang menimpa salah satu keluarga mereka yang sekarang menjadi fokus pemberitaan yang sangat besar di Inggris dan juga menciptakan banyak perhatian di Indonesia," urai Yusril.
Diberitakan sebelumnya, Reynhard dilaporkan menjadi korban kekerasan yang dilakukan narapidana lain di Penjara HMP Wakefield, Yorkshire, Inggris. Reynhard pun dilaporkan hampir mengalami cedera serius akibat penganiayaan tersebut.
“Sinaga adalah target yang jelas di penjara karena kejahatannya yang bejat. Dia hampir saja mengalami cedera yang sangat serius. Dia dalam bahaya,” ujar seorang sumber kepada The Sun, dikutip dari Independent, Rabu (18/12/2024).
Sebagai informasi, Sinaga tiba di Inggris sebagai mahasiswa pada tahun 2005. Dia pun menyasar pria-pria mabuk yang rentan di luar kelab malam dan pub. Dia pun akan memancing para korbannya ke apartemennya lalu kemudian membiusnya sehingga dia dapat melancarkan aksi bejatnya. Pemerkosaan yang dilakukan Sinaga berlokasi di Princess Street.
Pada bulan Juni 2017, korban terakhirnya sadar kembali selama pemerkosaan dan berhasil melawannya, sebelum akhirnya menghubungi polisi. Setelah penangkapannya, pemeriksaan perangkatnya menemukan ratusan jam rekaman dirinya memperkosa korbannya yang tidak sadarkan diri.
Polisi dapat dengan mudah melacak para korban lantaran Sinaga selalu menyimpan barang pribadi korban-korbannya. Adapun barang yang ditemukan polisi seperti telepon, kartu identitas, dan jam tangan. Hakim Goddard mengatakan "skala dan besarnya" pelanggaran Sinaga berarti "akurat" bagi salah satu korbannya untuk menggambarkannya sebagai monster.
Setelah vonis dijatuhkan, Ian Rushton, dari CPS, mengatakan Sinaga adalah pemerkosa paling produktif dalam sejarah hukum Inggris atau bahkan mungkin di dunia.
"Rasa hak seksualnya yang ekstrem hampir tidak dapat dipercaya dan dia pasti masih akan menambah jumlah pelanggarannya yang mengejutkan jika dia tidak tertangkap,” kata Ian.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher