Menuju konten utama

Pemerintah Didorong Buat Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumahan

Perlindungan itu termasuk mencegah praktik diskriminasi, pelanggaran hak pekerja, dan kekerasan berbasis gender pada pekerja rumahan.

Pemerintah Didorong Buat Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumahan
Pekerja sedang mengeleml alas dalam sepatu di rumah di daerah Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (13/12/2017). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Komnas Perempuan mendukung putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 75/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023, bahwa negara perlu membuat kebijakan khusus dalam mengakui dan melindungi dan pekerja rumahan.

Pengakuan dan perlindungan itu termasuk mencegah praktik diskriminasi, pelanggaran hak pekerja, dan kekerasan berbasis gender terhadap pekerja rumahan. Putusan tersebut menjawab permohonan Trade Union Rights Centre tentang permohonan uji materiil terhadap Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kala itu Komnas Perempuan menjadi pemberi keterangan ahli sebagai tindak lanjut permohonan uji materi atas undang-undang a quo agar dapat memberikan dampak validasi pengakuan dan perlindungan perempuan pekerja rumahan.

“Meski putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan menolak permohonan pemohon, Mahkamah Konstitusi menekankan bahwa perlindungan terhadap pekerja rumahan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan," kata Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, dalam keterangan tertulis, Senin, 6 Februari 2023.

“Dalam pandangan Komnas Perempuan, pernyataan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut mempertegas pentingnya kebijakan khusus bagi pekerja rumahan yang dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat melalui kementerian terkait serta pemerintah daerah," sambung Tiasri.

Tujuannya guna memenuhi amanat konstitusi dalam pemenuhan hak warga negara dan hak pekerja di Indonesia. Para pemohon perkara Nomor 75/PUU-XX/2022, yakni para ibu yang berprofesi sebagai pekerja rumahan.

Pemohon sebelumnya mendalilkan sebagai pekerja rumahan yang secara individu bekerja di rumah atau tidak berada di lingkungan perusahaan, namun mereka mendapat perintah pekerjaan dari seorang perantara selaku pemberi kerja untuk melakukan suatu pekerjaan berupa produk barang/jasa.

Pada sidang keempat perkara ini, 12 Oktober 2022, Saut Christianus Manalu, advokat Indonesian Consultant Law, menyatakan pekerja rumahan seyogianya sama dengan pekerja pada umumnya, yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha sesuai dengan pengertian Pasal 1 angka 3 dan Pasal 1 angka 15 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Karena terdapat beberapa perbedaan syarat-syarat kerja dengan pekerja formal, hubungan kerja pekerja rumahan dengan pengusaha rentan untuk disamarkan dan diklasifikasikan secara salah bukan sebagai hubungan kerja.

“Karena itulah perlakuan hukum yang sama terhadap pekerja rumahan diperlukan agar hak-hak konstisusional di bidang hukum ketenagakerjaan tidak berkurang atau tidak hilang,” ujar Saut.

Baca juga artikel terkait PEKERJA RUMAHAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz