Menuju konten utama

Pembicaraan Antara Gerakan Protes Sudan & Dewan Militer Dilanjutkan

Ketidaksepakatan mengenai komposisi otoritas transisi, mandat, sebelumnya mengakibatkan kegagalan dalam pembicaraan.

Pembicaraan Antara Gerakan Protes Sudan & Dewan Militer Dilanjutkan
Ilustrasi. Gelombang protes membanjiri Khartoum, ibukota Sudan, menuntun mundur presiden Umar al-Bashir (13/1/19). FOTO/AP

tirto.id - Perwakilan dari gerakan protes Sudan dan Dewan Militer akan dilanjutkan dalam putaran baru pada hari Senin (29/4/2019) untuk menyepakati pembentukan otoritas transisi.

Melansir dari Aljazeera, Asosiasi Profesional Sudan (SPA) mengumumkan pada Minggu (28/4/2019) bahwa deklarasi Kebebasan dan Perubahan Pasukan akan bertemu dengan Dewan Transisi Militer (MTC) yang telah berkuasa sebanyak tiga kali untuk menetapkan hak prerogatif kedua kelompok itu.

Pernyataan yang diberikan SPA tidak merinci apakah Dewan Militer mengakui tuntutan oposisi untuk menyisihkan delapan kursi untuk para pemimpin sipil, termasuk satu untuk perempuan dan pemuda.

MTC mengawasi "masa transisi" selama dua tahun, di mana mereka berjanji untuk mengadakan pemilihan presiden.

Dewan Transisi Militer yang beranggotakan 10 orang, dipimpin oleh Letjen Abdel-Fattah Al Burhan, dibentuk setelah militer dan pasukan keamanan memindahkan mantan Presiden Omar Al Bashir pada tanggal 11 April 2019 lalu.

Namun, kelompok oposisi dan pengunjuk rasa terus melakukan demonstrasi untuk menuntut dewan militer yang berkuasa menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil.

Pada hari Sabtu para demonstran bentrok dengan anggota Partai Kongres Populer dari pemimpin oposisi Hassan al-Turabi di Khartoum yang menyebabkan 65 anggota partai cedera.

Terobosan tentatif datang ketika ribuan pengunjuk rasa tetap berkemah di depan markas tentara di ibukota, berusaha memaksa militer untuk menyerahkan kekuasaan.

Kesepakatan yang diinginkan oleh kelompok oposisi pada prinsipnya dicapai untuk membentuk dewan sipil-militer bersama, tetapi tidak pada pembagian kursi di badan pemerintahan transisi baru, Dewan Militer tampaknya bersikeras untuk mengisi mayoritas kursi pemerintahan.

Seorang juru bicara Pasukan Deklarasi Kebebasan dan Perubahan, Mohammad Naji Al Assam, menguraikan di Twitternya soal titik ketidaksepakatan yang terus berlanjut ini.

“Kami di Pasukan Kebebasan dan Perubahan berpikir bahwa mayoritas dewan harus dibentuk oleh warga sipil atau dewan sipil dengan perwakilan militer terbatas. Tetapi saudara-saudara di militer kita berpikir haruslah dewan militer dengan perwakilan sipil yang terbatas,” kata Al Assam seperti dilansir The Guardian.

“Kami mencapai kesepakatan awal bahwa hal itu harus merupakan dewan campuran antara warga sipil dan militer, dan kami memulai diskusi tentang persentase warga sipil dan militer.” tambahnya.

Oposisi Sudan telah menolak proposal Uni Afrika untuk memberikan batas waktu hingga tiga bulan kepada dewan militer, untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil.

Baca juga artikel terkait AKSI PROTES atau tulisan lainnya dari Dina Arristy

tirto.id - Politik
Penulis: Dina Arristy
Editor: Yandri Daniel Damaledo