Menuju konten utama

Pembatalan PHK Tenaga Honorer Dinilai karena Tahun Politik

Trubus Rahadiansyah menilai pembatalan rencana penghapusan terhadap 2,3 juta tenaga honorer karena faktor momentum tahun politik.

Pembatalan PHK Tenaga Honorer Dinilai karena Tahun Politik
Sejumlah pegawai honorer kategori dua (K2) Kabupaten Kleten melakukan aksi unjuk rasa di Kompleks Kantor Pemerintahan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (5/12/2022). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym.

tirto.id - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai pembatalan rencana penghapusan terhadap 2,3 juta tenaga honorer karena faktor momentum tahun politik. Hal itu juga mendasari penghindaran terhadap politisasi yang bakal terjadi.

"Nanti mau tahun politik, masa kampanye juga, khawatir nanti dipolitisasi, jadi itu faktornya," kata Trubus kepada reporter Tirto, Senin (18/9/2023).

Trubus mengungkap, penghapusan tenaga honorer yang direncanakan bakal dilakukan tahun ini akan membawa citra yang tidak baik bagi pemerintah.

"Ketakutan politik sekarang kalau misalnya, ini kan mereka kan nanti demo [kalau dihapuskan], jadi ini membawa citra ke pemerintah kan yang saat ini tinggal injury timing satu tahun ini," ungkapnya.

Selain itu, Trubus menilai, pembengkakan jumlah tenaga honorer sebaiknya menjadi sorotan pemerintah. Solusi dan penyelesaian yang dilakukan terkait penghapusan tenaga honorer harus dipertimbangkan dengan baik.

"Jadi karena jumlahnya banyak, membengkak terus itu titipan, jadi itu jadi pertimbangan, mau nggak mau terhadap penghapusan honorer, kalau semakin ditunda, jumlah honorer akan semakin bengkak terus, semakin tak terkendali," ujarnya.

Pada permasalahan tenaga honorer, Trubus mengatakan, bukan hanya pada jumlah tenaga yang terlalu banyak, namun juga masalah kualifikasi yang masih jauh dari standar.

Pemerintah harus mengambil langkah tegas, jika dihapus dan tidak dihapus, mekanisme penghapusan, serta dampak yang akan ditimbulkan.

"Masalahnya, banyak honorer itu tidak sesuai keahlian, pusingnya di situ," katanya. "Secara pendidikan juga tidak memenuhi yang diminta oleh standar dalam hal calon pegawai negeri sipil (CPNS)."

Trubus menambahkan, untuk opsi selain menghapus tenaga honorer, ada cara lain yang pemerintah bisa lakukan, salah satunya dengan pengangkatan jadi tenaga kontrak atau PPPK.

"Sebaiknya mereka diangkat saja jadi PNS [pegawai negeri sipil] tapi yang PPPK, yang kontrak itu, jadi di kontrak saja, setahun dua tahun dia nggak bisa jalan, selesai, putus di situ, jadi nggak menimbulkan gejolak," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas memastikan, rencana penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023 batal dilanjutkan.

Menurut Anas, keputusan ini batal dilakukan demi mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada sekitar 2,3 juta tenaga honorer di lingkungan kementerian/lembaga.

“Kita sedang cari format, sementara tidak ada PHK massal bagi teman-teman yang sekarang ada di non ASN atau honorer,” kata Anas di Gedung Kemenko PMK, Selasa (12/9/2023).

Landasan penghapusan tenaga honorer diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Aturan tersebut mewajibkan status kepegawaian di instansi pemerintah terdiri dari 2 jenis kepegawaian, yaitu PNS dan PPPK, dengan pemberlakuan paling lama 5 tahun.

Namun, kata Anas, penerapan PP tersebut tidak jadi dilakukan karena akan berdampak pada pelayanan publik.

“Karena kalau 2,3 juta ini ada pemberhentian seperti PP tadi, maka ini akan berdampak ke pelayanan publik. Solusinya apa? Guidance principlenya, satu yang penting mereka tidak di-PHK dulu, dua tidak ada penurunan pendapatan, dan ketiga mereka tetap bisa bekerja,” jelas Anas.

Baca juga artikel terkait PEGAWAI HONORER atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Reja Hidayat