Menuju konten utama

Paten Teknologi Industri 4.0 RI Naik Hampir 150% dalam 5 Tahun

DJKI mencatat jumlah permohonan paten di bidang teknologi 4.0 melonjak signifikan dalam 5 tahun terakhir.

Paten Teknologi Industri 4.0 RI Naik Hampir 150% dalam 5 Tahun
Data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menunjukkan bahwa permohonan paten dalam negeri terkait teknologi kunci seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, robotika, dan otomasi mengalami pertumbuhan eksplosif dalam lima tahun belakangan. FOTO/dok.DJKI

tirto.id - Revolusi Industri 4.0 di Indonesia tak hanya ditandai dengan penggunaan teknologi, tetapi juga peningkatan pengajuan paten yang tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), permohonan paten terkait teknologi kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, robotika, dan otomasi melonjak drastis dalam lima tahun terakhir.

Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang (RD), DJKI, Sri Lastami, mengungkapkan satu dekade silam, permohonan paten terkait teknologi baru di Indonesia terhitung rendah. Hanya dua permohonan per tahun pada 2015 dan 2016.

Namun, setelah pemerintah mencanangkan program Making Indonesia 4.0 pada 2018 lalu, tren lonjakan pengajuan paten terjadi. Sejak itu, jumlah permohonan meningkat dari 16 di tahun 2017 menjadi 26 pada 2018, dan terus melonjak hingga mencapai 224 permohonan pada tahun 2024.

"Kenaikan ini menunjukkan peningkatan hampir 150 persen dibandingkan lima tahun sebelumnya, mencerminkan pemulihan kegiatan riset pasca-pandemi dan tumbuhnya kesadaran para inovator," kata Lastami dalam sebuah wawancara.

Institusi pendidikan dan lembaga riset menjadi pemohon paten terbanyak di bidang IoT, AI, dan robotika. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) tercatat sebagai pemohon paling produktif jika mengacu pada data permohonan periode 2015–2024.

Berdasarkan data tersebut, PENS tercatat sudah mengajukan 30 permohonan paten. PENS bahkan sempat mendapat penghargaan dari DJKI sebagai politeknik dengan permohonan paten tertinggi secara nasional pada 2019.

Universitas Telkom menyusul dengan 25 permohonan. Kemudian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menempati posisi ketiga dengan 22 permohonan. Capaian BRIN tersebut menunjukkan besarnya peran pemerintah dalam mendorong inovasi terkait teknologi 4.0.

Beberapa kampus top lain juga masuk daftar pemohon paten terbanyak, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Malang, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Setiap institusi telah mengajukan permohonan puluhan paten untuk berbagai bidang teknologi 4.0, mulai dari AI hingga otomasi manufaktur.

Lastami mengaku optimistis tren peningkatan pengajuan paten teknologi 4.0 di Indonesia akan terus berlanjut. Menurut dia, peningkatan signifikan dalam permohonan paten bidang teknologi 4.0 menunjukkan inovator Indonesia semakin sadar akan pentingnya melindungi hasil karya mereka.

"Dengan dukungan yang terus disempurnakan, kita bisa menjadikan kekayaan intelektual sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk mengakselerasi daya saing teknologi di era Revolusi Industri 4.0," ujar Lastami.

Jumlah permohonan paten dari dalam negeri yang terus bertambah mencerminkan kondisi ekosistem inovasi di Indonesia sedang beranjak maju. Kesadaran untuk melindungi temuan di bidang teknologi masa depan menjadi penentu kemandirian dan daya saing nasional.

Lastami menambahkan, lonjakan permohonan paten ini tidak terlepas dari peran DJKI yang melahirkan regulasi dan program unggulan untuk mendukung ekosistem KI makin kondusif.

Salah satunya ialah Grace Period, inisiatif DJKI untuk memperpanjang masa tenggang atas publikasi ilmiah suatu paten dari semula enam bulan menjadi dua belas bulan. Ini menjadi kesempatan bagi para inventor di Indonesia untuk mencari pendanaan selagi dalam proses pendaftaran paten, tanpa kehilangan kebaruan teknologi temuannya.

DJKI melalui Sentra KI pun berkomitmen terus memberikan pendampingan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya permohonan paten, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

"Kehadiran Sentra KI berfungsi sebagai jembatan antara inventor dengan DJKI. Sentra KI membantu mulai dari penyusunan dokumen paten, pencarian literatur, hingga pengajuan permohonan. DJKI juga secara rutin mengadakan seminar, lokakarya, dan program pelatihan tentang kekayaan intelektual, khususnya paten,” kata Lastami

Lebih lanjut, DJKI memberikan keringanan biaya pengajuan paten bagi beberapa kategori pemohon, di antaranya lembaga pendidikan, lembaga penelitian, dan UMKM. Insentif ini berpengaruh besar dalam mengurangi beban finansial para inventor, sehingga mereka antusias mengajukan permohonan paten.

(INFO KINI)

Penulis: Tim Media Servis