tirto.id - Amien Rais, salah satu tokoh reformasi 1998, mendeklarasikan partai baru bernama Partai Ummat. Ini dilakukan setelah konflik panjang dengan para elite partai yang ia turut bidani, Partai Amanat Nasional (PAN). Amien mengklaim didepak dari partai berlambang matahari ini.
Kamis (1/10/2020) siang, dalam deklarasi 'Mukaddimah Partai', ia mengatakan Partai Ummat bakal menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman.
“Bergerak lebih pada tataran nasional, level makro, dan berkaitan erat dengan masalah kekuasaan,” katanya. Menurutnya, manusia harus berikhtiar menegakkan keadilan sekaligus melawan kezaliman lewat perjuangan politik.
Kekuasaan penting karena menurutnya hanya negaralah yang mampu melakukan “kezaliman kolosal”. Dengan menguasai sarana dan aparat yang lengkap serta kekuasaan yang paling besar, negara dapat melancarkan kezaliman politik, ekonomi, sosial, hukum, bahkan kemanusiaan, katanya. Sebaliknya, hanya negara pula yang mampu menegakkan keadilan bagi semua rakyat.
Semua tergantung pada pemerintah yang sedang berkuasa, katanya. “Apakah sedang membela kepentingan rakyat dan umat, atau sebaliknya sedang membela kepentingan konglomerat dan korporatokrat?” katanya.
Amien menutup deklarasi dengan pernyataan berikut: “Partai Ummat akan bekerja dan berjuang memegang teguh Pancasila, UUD 1945, dan semua aturan demokrasi universal. Akhirnya iyyaaka na'bud wa iyyaaka nasta'iin. Hanya kepada Allah kami menyembah, dan hanya kepadanya pula kami memohon pertolongan. Allahu Akbar. Merdeka.”
Layu Sebelum Berkembang?
Dari nama dan pidatonya, tampak jelas Amien ingin membangun partai Islam sekaligus mencoba merebut ceruk pemilih muslim yang sudah diisi partai-partai seperti PPP, PKB, PKS, hingga PAN itu sendiri.
Lalu bagaimana kans partai ini? Apakah ia bisa merebut 'pasar' partai politik Islam?
Peneliti politik Islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan pemilihan 'umat' sebagai nama partai, juga retorika keislaman yang menjadi korban kezaliman, justru akan memperlemah posisi politik Amien. Amien seolah menyimbolkan partainya adalah payung umat Islam, akan tetapi itu justru akan membuat suara pemilih umat Islam jadi tidak solid.
Ia memprediksi potensi suara Partai Ummat hanya beredar di kalangan 212, yang juga lantang berbicara suara 'aspirasi umat' di berbagai forum.
Titik lemah lain adalah ketiadaan figur selain Amien sendiri. Banyak partai Islam yang hanya mengandalkan satu tokoh, tanpa basis loyalis yang kuat, biasanya kurang kompetitif. Beberapa contoh yang diberikan Wasisto: Partai Bintang Reformasi (dengan tokoh KH Zainuddin MZ), Partai Bulan Bintang (Yusril Ihza Mahendra), Partai Idaman (Rhoma Irama), Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (KH Syukron Ma'mum), hingga Partai Matahari Bangsa (Ahmad Rofiq).
“Dari sekian partai Islam ini, hanya PBB yang bisa tembus ke parlemen karena mengangkat ruh Masyumi yang sebelumnya dibubarkan di era Bung Karno ke pentas nasional dan juga ada ketokohan Ali Mochtar Ngabalin di Indonesia Timur,” kata Wasisto saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (1/10/2020) sore.
“Kebanyakan partai-partai islam baru itu ‘layu sebelum berkembang’ karena tokoh sentralnya itu juga merupakan figur yang tersisih dari partai sebelumnya. Lebih khususnya lagi, para tokoh sentral itu tidak punya modal material, modal ideologi, dan juga kharisma yang belum kuat. Jika hanya fokus pada Pak AM, tanpa figur penyeimbang lain, kemungkinan besar mengikuti jejak partai-partai Islam sebelumnya,” tambahnya.
Hal lain yang disoroti oleh Wasisto adalah Partai Ummat tidak memiliki sayap organisasi atau jaringan.
Ia mengambil contoh PKS yang terlebih dulu membuat jaringan dakwah lintas kampus, yang kemudian terbagi lagi menjadi beberapa liqo’, dan akhirnya menjadi basis massa yang militan. PKS hingga kini eksis karena militansi massa yang dirawat secara ideologis dari level paling bawah.
“Ibarat pohon, akar PKS ini sudah menancap dan berurat,” kata dia.
Bahkan, kata Wasisto, partai sekelas PAN pun kesulitan menandingi PKS. “Karena tidak memiliki hal serupa. Muhammadiyah sendiri ormas Islam yang non politik, tidak mendukung PAN,” katanya.
Partai Islam Lainnya Tak Takut
Barangkali karena alasan-alasan itulah partai-partai Islam lain merasa tak terancam dengan keberadaan Partai Ummat.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi misalnya, mengatakan yakin kader dan pengurus PAN akan tetap setia. “Jika ada anggota yang keluar dari PAN dan ikut Partai Ummat, itu hanya sebagian kecil saja,” kata Viva lewat keterangan tertulis, Kamis sore.
Ia juga menegaskan PAN dan Partai Ummat akan sangat berbeda, bahkan dari sisi ideologis. “PAN berideologi nasionalis-relijius, Partai Ummat itu partai Islam. Perbedaan ideologi politik tentu akan membawa konsekuensi berbeda dalam basis sosial di masyarakat.”
Selain itu ia juga menekankan dengan mendeklarasikan partai baru, secara resmi Amien sudah bukan bagian dari PAN lagi. Itu artinya, publik tak perlu lagi mengaitkan segala hal mengenai Amien dengan PAN.
Keyakinan serupa disampaikan PPP—partai dengan basis massa dari NU. Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi sangat yakin pemilih mereka tak akan bergeser. Pasalnya, PPP sudah memiliki ceruk sendiri.
“Kami punya basis sendiri tak tergantung pak Amien,” kata Awiek—sapaan akrabnya—saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis sore.
Awiek menilai semuanya akan terbukti saat pemilihan umum. Itulah masa-masa pembuktian bagi partai Amien: laku atau tidak di masyarakat.
Itu pun kalau Partai Ummat lolos pemilu, yang syarat administrasinya lumayan berat bagi partai-partai baru.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino