Menuju konten utama

Parafimosis, Masalah Penis Dianggap Mistis yang Butuh Medis

Kasus parafimosis dan fimosis sama-sama butuh penanganan cepat, sunat adalah jalan keluar yang tepat.

Parafimosis, Masalah Penis Dianggap Mistis yang Butuh Medis
ilustrasi parafimosis. GettyImages/iStockhoto

tirto.id - Masyarakat Kelurahan Kampung Mandar, Banyuwangi, Jawa Timur sempat heboh dengan kabar seorang bocah laki-laki MAH, yang mengalami kejadian aneh pada kelaminnya. Kelamin MAH membengkak dan mengelupas dengan tampilan seperti orang yang baru disunat, padahal bocah 3,5 tahun itu tak disunat. Di masyarakat, fenomena ini sering disebut "disunat jin". Alih-alih membawa ke medis, pihak keluarga biasanya mengadakan ritual mohon keselamatan.

Dalam dunia medis, kondisi yang diderita MAH merupakan salah satu penyakit gangguan penis, disebut sebagai parafimosis. Kondisi saat kulup penis menempel di belakang kepala penis dan tak bisa ditarik lagi pada posisi normal. Penyakit ini hanya bisa terjadi pada laki-laki yang belum melakukan sunat atau tindakan sunat sebelumnya tidak sempurna.

Jika kulup terus-terusan dibiarkan menempel maka penis akan membengkak karena kulup menghalangi aliran darah. Penderita parafimosis umumnya akan merasakan sakit dan bengkak pada ujung penis. Gejala ini bisa jadi dirasakan oleh MAH.

Ada beberapa faktor penyebab parafimosis, diantaranya cidera di sekitar alat kelamin, infeksi, menarik kulup secara berlebihan, memiliki kulup lebih ketat, menindik penis atau pemasangan kateter. Parafimosis digolongkan sebagai kondisi darurat urologi. Sebab selain merasa nyeri dan sakit, penis bisa berubah warna menjadi merah atau biru. Pencegahan bisa cara menjaga kebersihan penis dan tindakan sirkumsisi.

Penyakit ini dapat berkembang menjadi infeksi serius, membuat jaringan penis mati (gangrene), dan amputasi ujung penis. Sekitar 1-5 persen laki-laki akan mengalami parafimosis sebelum usia 16 tahun, terjadi pada 0,7 persen anak laki-laki yang tidak disunat. Perlu tindakan segera untuk mengurangi pembengkakan penis dan mengembalikan kulup.

“Mulai dari tindakan sederhana seperti kompres dengan es hingga penyayatan dan sunat,” kata dr. Christopher Kusumajaya dalam papernya yang berjudul "Teknik Reduksi untuk Parafimosis" seperti dikutip dalam laman KalbeMed.

Christopher merupakan dokter umum, departemen ilmu bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Infografik disunat Jin

Sunat Pada Anak

Cerita lain datang dari selebritas Zaskia Adya Mecca, Bhre Kata yang baru berusia satu bulan sudah disunat saat hari kedua kelahirannya. Sebelumnya Zaskia pernah harus mengoperasi anak ketiga dan keponakannya akibat penyakit fimosis pada usia dua tahun.

“Pengalaman traumatis harus bolak-balik RS karena saluran pipisnya mampet,” curhat Zaskia di akun Instagramnya.

Berbeda dengan parafimosis,fimosis merupakan kondisi kebalikannya. Kulup penis tidak dapat ditarik ke pangkal penis karena lengket di bagian dalam. Penyakit ini terjadi pada kurang dari satu persen anak laki-laki berusia kurang dari 16 tahun. Sama seperti parafimosis, fimosis harus segera ditangani agar pembengkakan tidak berlanjut sampai dengan risiko amputasi.

“Saya mantap nyunatin bayi laki-laki baru lahir karena lebih banyak manfaatnya, lebih bersih,” kata istri dari sutradara Hanung Bramantyo ini.

Namun unggahan Zaskia kala itu menuai perdebatan karena mengatakan tindakan sunat pada bayi minim trauma bagi sang anak. Padahal, menurut penelitian Lander dkk, yang berjudul "Comparison of ring block, dorsal penile nerve block, and topical anesthesia for neonatal circumcision: a randomized controlled trial" (1997) bayi tetap mengalami rasa sakit saat disunat. Bahkan kelompok yang tidak memakai anastesi mengalami peningkatan denyut jantung dan menangis selama proses sunat. Pasca proses sunat, mereka ada yang tersedak dan mengalami kejang.

Menurut Aaron E. Carrol, seorang profesor pediatrik di Universitas Indiana, meski bayi laki-laki merasakan sakit saat disunat. Namun proses pemulihannya cenderung berlangsung cepat dan manfaatnya jauh lebih besar.

Sunat pada anak laki-laki dari sisi medis punya dampak positif, seperti yang disampaikan American Academy of Pediatrics (AAP) dalam Circumcision Policy Statement. Pada 2012, mereka menyatakan manfaat sunat yang lebih besar ketimbang risikonya. Anak-anak yang tidak disunat, berisiko sepuluh kali terkena infeksi saluran kemih (ISK) dibanding mereka yang melakukan prosedur sunat. Namun, tentunya orangtua juga pertimbangan lain selain medis, seperti nilai agama, budaya dan lainnya.

Selain itu, studi menunjukkan sunat dapat meminimalisir risiko kanker penis. Pria yang tidak disunat punya peluang tiga kali lebih besar mengembangkan kanker penis. Prosedur sunat juga mengurangi risiko tertular infeksi menular seksual di kemudian hari. Sebuah tinjauan dari 26 penelitian menemukan pria yang disunat memiliki risiko sifilis atau chancroid lebih rendah.

Baca juga artikel terkait PENIS atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra