Menuju konten utama

Pansus Jiwasraya Rawan jadi Arena Saling Sandera & Sangat Gaduh

Rencana pembentukan Pansus Jiwasraya dikhawatirkan akan sarat kepentingan politis dan menjadi ajang saling tuding antarlembaga terkait.

Pansus Jiwasraya Rawan jadi Arena Saling Sandera & Sangat Gaduh
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.

tirto.id - Prahara PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) akan memasuki babak baru. Setelah ramai dibicarakan pada Oktober 2018, DPR akhirnya berencana membentuk panitia khusus untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Pada 30 Desember tahun lalu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan "secara informal" baru ada dua sampai tiga fraksi yang mendukung pembentukan, sebut saja, Pansus Jiwasraya.

"Nanti kami lihat secara formalnya. Ada rencana Komisi XI dan Komisi VI rapat untuk itu," katanya di Senayan.

Sufmi optimistis pansus mampu menguak "larinya uang ke mana dan untuk apa". "Jadi sebaiknya polemik tidak perlu berkembang karena akan memanaskan suasana."

Keuangan perusahaan pelat merah tersebut minus. Mereka bahkan mencatatkan diri sebagai perusahaan dengan gagal bayar polis terbesar dalam sejarah asuransi Indonesia.

Ekuitas Jiwasraya pada kuartal III/2019 tercatat sudah minus Rp23,92 triliun--utangnya Rp49,6 triliun tapi asetnya hanya Rp25,6 triliun. Jiwasraya juga tercatat rugi Rp13,74 triliun per September 2019.

Kondisi keuangan Jiwasraya yang berdarah-darah dan berutang ke 5,5 juta nasabah disebabkan karena investasi asal-asalan yang dilakukan manajemen lama. Sedalam penelusuran kami: motifnya demi keuntungan pribadi; belum sampai ke arah dugaan transaksi elite politik.

Namun, sebelum semua terkuak, manajemen lama toh cukup pandai menyembunyikan kebobrokan keuangan perusahaan cukup lama. Buktinya, pada masa lalu, Jiwasraya kerap diganjar aneka penghargaan.

Salah satu fraksi yang sepakat dengan pembentukan pansus adalah Demokrat.

"Tujuannya untuk mengurai ke mana saja uang puluhan triliun milik nasabah ini hilang, dan siapa saja pihak-pihak yang menikmatinya," kata Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon kepada reporter Tirto, Selasa (31/12/2019).

"Sekaligus mencari solusi untuk mengganti uang nasabah. Kepentingan para nasabahlah yang utama," tambahnya.

Jansen berharap pansus ini menggunakan hak angket--hak yang melekat di DPR untuk menyelidiki suatu kasus yang strategis dan berdampak luas. Dengan menggunakan angket, katanya, DPR dapat menyelidiki pihak-pihak yang dirasa terlibat.

Salah satu yang pasti akan dipanggil jika pansus dibentuk adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Bersama pansus, kami bisa mendalami kerja OJK ini sebenarnya sudah beres belum sebagai regulator dan pengawas di bidang perasuransian dan sektor keuangan lainnya?" tutur Jansen.

Senada dengan Jansen, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR Ahmad M. Ali mengatakan partainya setuju pembentukan Pansus Jiwasraya. Baginya pansus adalah "proses politik" yang dapat berjalan beriringan dengan "proses hukum".

Apa yang ia sebut "proses politik" penting dilakukan karena "saya tidak yakin [ada] kelalaian, karena dalam lima tahun ini banyak mendapat penghargaan."

Rawan Konflik Kepentingan

Anggota dewan boleh saja optimistis pansus dapat mengurai benang kusut Jiwasraya, tapi bagi pengamat asuransi dari Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) Irvan Rahardjo, itu justru hanya akan memperkeruh situasi persis karena ia adalah "proses politik".

Menurutnya, pansus akan cenderung jadi ajang adu kepentingan, yang pada akhirnya menjauhkan pembahasan dari inti masalah.

Apa yang dikatakan Irvan sudah terendus beberapa pekan lalu.

Di Balikpapan, Rabu (18/12/2019), Presiden Joko Widodo mengatakan masalah Jiwasraya adalah "persoalan yang sudah lama sekali, 10 tahun yang lalu." Dengan demikian, secara tidak langsung menurutnya kasus ini berawal di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Demokrat, partainya SBY, tidak terima dengan pernyataan itu.

Belum lagi, imbuh Irvan, PDIP, partai yang berkuasa saat ini, juga punya beban sebab mantan Menteri BUMN Rini Soemarno 'datang' dari partai banteng itu. Polemik Jiwasraya ini muncul di era kepemimpinannya.

Rini bahkan menyebut perusahaan asuransi itu dalam kondisi "baik-baik saja" pada November 2018.

"Bisa saling sandera, makan waktu, dan penyelesaian tidak sederhana. Ranah politik itu akan sangat gaduh," kata Irvan ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (31/12/2019).

Irvan makin pesimistis dengan Pansus Jiwasraya karena pernah ada Panja Bumiputera yang tak jelas hasilnya.

"[Khawatir Pansus Jiwasraya] tak ada hasilnya dan masuk angin begitu saja. Akhirnya Pansus ini hanya menekan OJK. Ujungnya, DPR mau injak OJK," kata dia. "Ini hanya todong-menodong saja."

"DPR menyandera OJK, OJK menyandera Kementerian BUMN, Kementerian BUMN akan menyandera Kementerian Keuangan karena tidak ada undang-undang penjamin polis, Kementerian Keuangan atas nama pemerintahan Jokowi akan menyandera SBY," Irvan memungkasi.

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri