tirto.id - Kerajaan Saudi gempar. Sabtu (04/11/2017) kemarin sejumlah tokoh elite kerajaan, pemerintahan, serta pebisnis ditangkap pihak berwenang akibat dugaan kasus korupsi oleh komite anti-korupsi. Kabar penangkapan ini pertama kali dilaporkan oleh jaringan media milik kerajaan, Al-Arabiya.
Yang diciduk bukan nama-nama sembarangan. Ada mantan Menteri Keuangan Ibrahim al-Assaf, mantan Menteri Ekonomi Adel Fakieh, mantan Gubernur Riyadh Pangeran Turki bin Abdullah, mantan Ketua Pengadilan Kerajaan Khalid al-Tuwaijiri, pemimpin perusahaan konstruksi Saudi Binladin Bakr bin Laden, serta pemilik jaringan televisi MBC Alwaleed al-Ibrahim.
Mereka yang ditangkap kemudian dibawa ke Hotel Ritz Carlton di Riyadh untuk ditahan di sana. Selain itu, pihak berwenang juga menutup bandara untuk pesawat pribadi untuk mencegah kaburnya para pengusaha kaya yang diduga melakukan kejahatan korupsi.
Penangkapan hari Sabtu lalu terjadi beberapa jam usai Raja Salman mencopot menteri yang bertanggung jawab atas keamanan nasional Arab Saudi, Pangeran Mutaib bin Abdullah. Penggantian Pangeran Mutaib dipengaruhi oleh keinginan Putra Mahkota Pangeran Muhammad.
Baca juga:Membaca Arah Reformasi Sosial Arab Saudi
Komite anti-korupsi dibentuk atas restu sang raja dengan menempatkan Pangeran Muhammad sebagai pemimpinnya. Seperti dilansirThe New York Times, komite anti-korupsi tersebut memiliki hak untuk menyelidiki, menangkap, melarang melakukan perjalanan, sampai membekukan aset para pelaku korupsi.
Pembentukan komite anti-korupsi juga merupakan salah satu bagian dari reformasi untuk mengatasi permasalahan yang menurut Kementerian Komunikasi Arab Saudi “menghambat usaha pembangunan dalam beberapa dekade terakhir.”
Permasalahan korupsi merupakan tantangan tersendiri bagi Arab Saudi. Menurut laporan Transparency International, Arab Saudi berada di peringkat 62 dari 176 negara dalam Corruption Perceptions Index 2016 dengan nilai 46 dari maksimal 100. Sistem pemerintahan monarki absolut—tanpa konstitusi tertulis dan lembaga independen seperti parlemen atau pengadilan—membuat segala tuduhan berbau korupsi sulit dievaluasi. Batas antara dana publik dan kekayaan keluarga kerajaan sangat kabur sehingga korupsi diyakini tersebar terstruktur, masif, dan luas di kalangan atas.
Baca juga:Arab Saudi Punya Mega-Proyek NEOM, Tapi Harus Izin Israel Dulu
Jaksa Agung Arab Saudi, Sheikh Saud Al Mojeb mengatakan komite anti-korupsi telah memulai sejumlah penyelidikan untuk memberantas korupsi. Katanya, “Semua orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah dan hak hukum setiap orang akan dipertahankan.”
Banyak pihak menilai kampanye pemberantasan korupsi yang diusung Pangeran Muhammad merupakan langkah untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. Hal ini menyusul langkah serupa yang sudah ia lakukan pada kebijakan militer, luar negeri, ekonomi, serta kehidupan sosial. Meski demikian, langkah Pangeran Muhammad tak lepas dari kritik. Publik menyebutnya sebagai sosok yang “terlampau mengejar kekuasaan” di usia muda.
Pangeran Flamboyan yang Masuk dalam Rombongan Tahanan
Di antara sejumlah tokoh yang ditangkap, terdapat nama miliarder Pangeran Alwaleed bin Talal. Masuknya nama Alwaleed tersebut menjadi berita mengejutkan bagi kerajaan maupun dunia bisnis dan keuangan dunia.
Alwaleed dikenal sebagai bos perusahaan investasi berbasis di Arab, Kingdom Holding. Dari perusahaan itu, sepak terjang Alwaleed kemudian menjalar ke berbagai perusahaan besar seperti News Corp, Citigroup, Twitter, Time Warner, Canary Wharf, sampai Apple sebagai pemilik saham.
Selain itu, Alwaleed juga menancapkan kukunya di perusahaan startup asal Beijing JD.com Inc., jaringan hotel Four Seasons dan Accor, sampai membiayai pembangunan gedung-gedung tinggi di Jeddah maupun mengelola perusahaan hiburan terbesar di Arab, Rotana Group. Beberapa waktu lalu, Alwaleed bahkan membeli saham Banque Saudi Fransi dari Credit Agricole SA sebesar 16,2 persen dalam kesepakatan senilai $1,54 miliar.
Kasus yang menjerat Alwaleed turut memengaruhi grafik saham Kingdom Holding. Seperti dilansir CNN, saham Kingdom Holding jatuh hingga kisaran 9,9 persen, yang menjadikannya pencapaian terendah sejak Juni 2012.
Baca juga:Iran Versus Arab Saudi, Siapa Lebih Kuat?
“Ada kemungkinan saham yang terkait dengan Kingdom Holding seperti Twitter dan Citigroup akan dipasarkan dalam perdagangan beberapa hari ke depan kecuali jika muncul pernyataan dari perusahaan atau Alwaleed sendiri,” kata Joice Mathew kepala riset ekuitas di United Securities Muscat. “Dengan tidak adanya berita atau rincian tentang jenis korupsi apa, kita akan segera mengalami kepanikan.”
Pangeran Alwaleed merupakan keponakan Raja Salman dan cucu dari pendiri Kerajaan Arab, Raja Abdulaziz. Tak seperti pangeran Arab Saudi pada umumnya, Alwaleed kerap muncul di publik. Alih-alih mengenakan thawb, Alwaleed memilih dandanan necis mengenakan kacamata hitam maupun setelan jas. Di luar tampilan necisnya, Alwaleed dikenal sebagai orang kerajaan yang vokal dalam berbagai isu. Salah satunya adalah mengenai perempuan. Alwaleed secara terbuka mendukung partisipasi perempuan dalam kehidupan Arab.
Perjalanan bisnis Alwaleed dimulai pada 1991, ketika ia menyelamatkan nasib Citicorp yang dikenal sebagai raksasa finansial dunia. Seiring waktu, Alwaleed dan Kingdom Holding mulai terlibat lebih jauh dalam investasi dengan perusahaan-perusahaan besar semacam Apple, Ebay Inc., sampai Twitter. Nilai kekayaannya pun meroket. Sejauh ini, menurut catatan Bloomberg Billionaires Index, kekayaan Alwaleed mencapai $19 miliar.
Berbicara soal kekayaannya, ada cerita menarik yang pernah terjadi. Pada 2009, Alwaled mengundang reporter Forbes untuk berkunjung ke istananya (yang memiliki 420 kamar) di Riyadh. Ditemani sang istri Putri Ameera, undangan tersebut bertujuan untuk meyakinkan Forbes akan nilai kekayaannya.
Namun upaya Alwaleed seakan tak ada hasilnya. Forbes menulis kekayaan Alwaleed "hanya" $20 miliar dan menempatkannya pada urutan 26 orang terkaya di dunia. Di sisi lain Alwaleed menampik perhitungan itu dan meyakini kekayaannya lebih dari $20 miliar. Walhasil, Alwaleed lantas menuntut Forbes dengan tuduhan fitnah akibat "meremehkan" kekayaannya.
Baca juga:Peran (Orang) Inggris di Balik Lahirnya Arab Saudi
Layaknya konglomerat, Alwaleed gemar filantropi. Pada 2015, ia berjanji untuk memberikan sumbangan sebesar $32 miliar melalui Filantropi Alwaleed. Bantuan itu ditujukan untuk mendanai program-program kesehatan, pembangunan panti asuhan dan sekolah, hingga pemberdayaan perempuan. Alwaleed juga sering mengucurkan uangnya ke berbagai universitas; dari Harvard sampai Cambridge.
Walaupun begitu, Alwaleed bukannya tak luput dari kontroversi. Ia pernah menjanjikan mobil Bentley kepada 100 pilot Arab yang sedang bertempur melawan Yaman. Keputusan itu memancing kontroversi karena kampanye militer Arab melawan pemberontak Houthi telah menewaskan ribuan warga sipil termasuk anak-anak.
Jejak Alwaleed kiranya sampai ke Indonesia. Pada 2015, Alwaleed bertemu dengan Presiden Jokowi untuk membahas sejumlah kesepakatan ekonomi yang diharapkan akan menguatkan hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi. Pembicaraan antara kedua pihak menghasilkan berbagai keputusan antara lain pembangunan kilang minyak oleh Aramco di Cilacap (Jawa Tengah), Balongan (Jawa Barat), dan Dumai (Riau).
Sebagai perwakilan pemerintah Saudi, Alwaleed juga memberi izin kepada Indonesia untuk membangun rumah sakit di teritori Arab Saudi. Kemudian, Alwaleed menyatakan akan menjajaki kemungkinan kerja sama di bidang investasi keuangan antara Arab dengan PT. Sarana Multi Infrastruktur yang dimiliki pemerintah Indonesia.
Pada satu kesempatan, Alwaleed mengaku bahwa ia menjadi miliarder karena usaha sendiri. Ia mengklaim kekayaannya berawal dari uang abadi ayahnya sebesar $30 ribu serta pinjaman rumah seharga $300 ribu. Belum jelas bagaimana ia dapat mengumpulkan sejumlah besar uang dalam waktu singkat.
Dengan kekayaan yang begitu banyak lantas muncul pertanyaan: seperti apa posisi Alwaleed dalam pusaran kekuasaan Kerajaan Saudi?
Sebagian orang beranggapan ia memiliki kesempatan untuk bertahta di kursi singgasana Kerajaan Saudi mengingat garis suksesi tak jauh-jauh dari generasi keturunan pendiri kerajaan. Perlu diingat, Alwaleed merupakan keponakan Raja Salman dan cucu Raja Abdullah.
Pada 2009, saat Forbes bertanya mengenai potensinya memegang kekuasaan, ia menjawab yakin. “Tentu saja. Rantai komando penguasa tahta kerajaan berada di antara anak-anak dan cucu Raja Abdulaziz. Saya berada di antara mereka,” tegasnya.
Di lain sisi, suara keraguan terhadapnya tak bisa ditampik. “Alwaleed adalah Donald Trump dari Arab Saudi,” aku seorang ahli kerajaan Saudi seperti dilansir The Washington Post. “Dia mungkin merupakan simbol kesuksesan bagi beberapa orang Saudi, tapi banyak yang menganggapnya suka pamer.”
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf