Menuju konten utama

Iran Versus Arab Saudi, Siapa Lebih Kuat?

Dua negara paling berpengaruh di Timur Tengah ini bersitegang akibat eksekusi mati ulama Syiah asal Iran. Bagaimana peta kekuatan Saudi dan Iran dilihat dari sisi ekonomi, politik, dan sosial budaya? Baik Iran maupun Saudi sama-sama mengandalkan minyak dan gas sebagai pendapatannya. Kedua negara memiliki cadangan minyak dan gas yang besar. Saudi unggul dari sisi cadangan minyak, Iran unggul dari sisi cadangan gas alam.

Iran Versus Arab Saudi, Siapa Lebih Kuat?
Menteri Luar Negeri AS John Kerry (kiri) bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (kanan) untuk memverifikasi bahwa Iran telah memenuhi semua kondisi di bawah kesepakatan nuklir, di Wina 16 januari 2016. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

tirto.id - Kondisi Timur Tengah memanas di awal 2016. Tindakan kerajaan Arab Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah asal Iran, Syaikh Nimr al Nimr membuat situasi di wilayah kaya minyak tersebut bergejolak. Iran protes keras atas eksekusi itu. Sebaliknya, Saudi merasa eksekusi itu pantas diberikan karena Syaikh Nimr dianggap telah melontarkan kebencian pada kerajaan.

Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, Adel al-Jubeir, memberi waktu 48 jam kepada duta besar Iran untuk keluar dari Saudi pada 3 Januari 2016. Sesaat setelah kebijakan tersebut, kedutaan besar Saudi di Tehran diserang dan mengakibatkan kantor perwakilannya dibakar massa. Sebanyak 44 orang ditangkap terkait serangan terhadap kedubes Saudi tersebut.

Saudi makin marah. Setelah memutus hubungan diplomatik, kerajaan Saudi juga melarang penerbangan dari dan menuju Iran pada 4 Januari. Tidak hanya Arab Saudi, Bahrain dan negara-negara sekutu dekat seperti Kuwait juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.

Inilah untuk kesekian kalinya Arab Saudi dan Iran terlibat perselisihan sengit. Dua negara yang sama-sama kaya minyak saling bersaing dan berkonflik karena masalah ideologi. Bagaimana peta kekuatan dua negara ini?

Konflik Lama

Ada beberapa alasan yang dapat ditarik sebagai penyebab ketegangan antara Saudi dan Iran. Analisis dari Noah Feldman, profesor hukum Universitas Harvard, menyebutkan, salah satu pemicu perselisihan yakni membaiknya hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran. Sejak dicabutnya embargo, AS dan Iran menunjukkan sentimen perbaikan hubungan yang positif. Presiden AS Barack Obama misalnya, beberapa kali mengutip pemimpin tertinggi Iran, Ayatolah Khamenei, yang mengharamkan senjata pemusnah massal dan nuklir.

Sikap Obama yang moderat terhadap Iran membuat Arab Saudi agresif sehingga memunculkan kekhawatiran adanya perang dari kedua belah pihak. Namun, sejauh ini kekawatiran terjadinya perang masih berupa asumsi. Wakil putra mahkota Kerajaan Saudi, Mohammad bin Salman, menyatakan tidak akan ada perang dengan Iran.

Dalam sejarahnya, pertikaian dan persaingan dua negara ini makin memanas sejak revolusi Islam Iran di akhir 1970-an. Sejarah ketegangan dua negara ini dapat dilacak jauh sebelum eksekusi Syaikh Nimr. Pada Perang Iran - Irak yang terjadi 1980-an, Saudi membantu pendanaan pemerintahan Saddam Hussein untuk menghadapi Iran. Hubungan kedua negara makin parah setelah protes yang dilakukan jemaah haji asal Iran di Saudi pada 1987. Insiden itu menewaskan

402 orang: 275 jemaah haji asal Iran, 85 Polisi Arab Saudi dan 42 jemaah haji dari negara lain. Kejadian ini membuat Kerajaan Saudi hubungan diplomatik dengan Iran semakin memburuk. Kuota haji yang awalnya 150.000 jemaah pertahun dikurangi hanya menjadi 45.000 jemaah setahun.

Peta konflik Iran-Saudi kekinian dapat kita lihat melalui perang proxy yang dilakukan keduanya di Yaman. Al Jazeera.com menulis kedua negara ini memiliki peran dan terbukti ambil bagian dalam konflik internal di Yaman. Menariknya, pada 1929 kedua negara ini memiliki hubungan diplomatik yang erat. Shah Iran dan Raja Saudi kerap mengirim surat untuk berdiskusi dan memberikan saran, kedua negara ini menjadi penjaga keamanan regional arab sepanjang 1960-1970. Namun, semua berubah pada akhir 1970-an ketika ada revolusi di Iran. Hubungan Iran dan Saudi mulai sedikit membaik ketika Ahmadinejad, presiden Iran saat itu, datang mengunjungi Arab Saudi pada tahun 2007.

Yasmin Nouh, jurnalis dan blog editor the Huffington Post, menyebut ketegangan kedua negara ini tidak bisa hanya dilihat dari pertikaian mazhab. Ketegangan itu juga terkait persaingan pengaruh geopolitik timur tengah berdasarkan kemampuan militer, ekonomi dan juga politik proxy dari negara negara sekitarnya.

Tapi benarkah Iran dan Arab Saudi memiliki perbandingan kekuatan yang sama dalam hal ekonomi, politik dan militer?

Kekuatan Ekonomi

Iran dan Saudi merupakan dua negara besar yang berpengaruh di Timur Tengah. Dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB), Saudi lebih unggul dari Iran. Berdasarkan data Bank Dunia, per 2014, Saudi memiliki PDB USD 746,2 miliar, sementara Iran hanya USD 452,3 miliar.

Pertumbuhan ekonomi Saudi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan Iran. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Saudi tercatat 3,5 persen sementara Iran hanya 1,7 persen.

Namun, Iran lebih unggul dari jumlah penduduk. Iran memiliki 78,14 juta jiwa, dan merupakan yang terbesar kedua untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Sedangkan Saudi tercatat hanya memiliki 30,89 juta penduduk.

Meski sering berkonflik, Iran dan Saudi ternyata rukun di OPEC. Kedua negara merupakan pendiri dari organisasi negara-negara eksportir minyak tersebut. Rukunnya mereka di OPEC itu dapat dimaklumi karena Saudi dan Iran, sama-sama bergantung dari migas untuk pendapatannya. Mereka harus bersatu untuk kepentingan pendapatan negara.

Berdasarkan data OPEC, Saudi memroduksi minyak lebih banyak dibandingkan Iran. Saudi memroduksi 9,683 juta barel minyak per hari, Iran hanya 2,766 juta barel per hari. Angka ini wajar mengingat Iran harus mengerem produksinya akibat adanya sanksi.

Baik Iran maupun Saudi sama-sama mengandalkan minyak dan gas sebagai pendapatannya. Kedua negara memiliki cadangan minyak dan gas yang besar. Saudi unggul dari sisi cadangan minyak, Iran unggul dari sisi cadangan gas alam.

Berdasarkan data yang dikutip dari BP Statistical Review edisi Juni 2015, cadangan minyak terbukti milik Saudi mencapai 266,58 miliar barel yang setara dengan 15,7 persen dari total cadangan minyak dunia. Cadangan minyak Saudi merupakan yang terbesar kedua setelah Venezuela. Iran tercatat memiliki cadangan minyak terbukti 157,53 miliar barel atau 9,3 persen dari total cadangan minyak dunia.

Saudi boleh menang dari sisi cadangan minyak. Namun, Iran lebih unggul dari cadangan gas alam. Iran tercatat sebagai negara yang memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia sebesar 34 triliun meter kubik, yang setara dengan 18,7 persen total cadangan gas alam dunia. Sementara Saudi tercatat hanya memiliki 8,2 triliun meter kubik atau setara dengan 4,4 persen total cadangan gas alam dunia.

Kekuatan Militer

Dari sisi militer, kedua negara yang hanya dipisahkan oleh lautan ini saling bersaing. Bank Dunia mencatat Saudi menghabiskan dana sekitar 10,8 persen PDB mereka untuk biaya militer. Sementara Iran hanya menghabiskan 2,2 persen PDB untuk biaya militer.

Di atas kertas, rincian kekuatan dan teknologi militer Saudi berada di bawah Iran. Berdasarkan data dari Global Fire Power, lembaga riset ketahanan militer, Saudi per 2014 lalu memiliki 1.210 unit tank lapis baja, 155 unit pesawat tempur, 18 unit helikopter tempur, 233.000 personil militer aktif, dan 3 kapal perang. Teknologi dan persenjataan tempur modern Saudi didukung penuh oleh AS.

Iran memiliki 1.658 unit tank, 137 unit pesawat tempur, 12 helikopter tempur, 537.000 personel militer aktif dan 32 unit kapal selam. Namun, Iran tergolong ketinggalan zaman untuk tipe tank dan pesawat tempur koleksinya. Hanya saja, Iran unggul dari sisi prajurit tempur yang didapat dari wajib militer di usia 18 tahun. Kebijakan tersebut membuat Iran memiliki banyak cadangan prajurit tempur.

Kondisi Politik dan Budaya

Di luar faktor ekonomi dan militer, kedua negeri ini memiliki perbedaan dalam cara pandang politik dan modernisasi. Bentuk pemerintahan Saudi adalah monarki absolut yang dipimpin oleh Raja Salman bin Abdul-Aziz al-Saud. Sementara Bentuk Pemerintahan Iran adalah Republik Presidensial. Iran dikendalikan oleh Pemimpin Agung Ali Khamenei dan memiliki presiden Hasan Rouhani.

Fareed Zakaria, kolumnis CNN, juga membandingkan bagaimana partisipasi perempuan di Saudi Arabia dan Iran. Dari hal sederhana saja, ada beberapa perbedaan bagaimana Iran dan Saudi memperlakukan perempuannya sebagai warga negara. Hingga tulisan ini dibuat, Saudi tidak memperbolehkan perempuan mengemudi mobilnya sendiri. Di Iran, perempuan dengan leluasa bisa mengemudi di jalanan. Hingga tahun 2015, perempuan Saudi tidak memiliki hak suara. Di Iran sejak 1963, perempuan sudah memiliki hak untuk bersuara dalam pemilihan umum.

Sampai tahun 2010, 3 persen perempuan Iran pernah menduduki jabatan kementerian dan 5 persen kursi parlemen. Sementara di Saudi sama sekali tidak ada. Berdasarkan data dari World Economic Forum (WEF), disparitas antara perempuan dan laki laki dalam hal partisipasi ekonomi, kesehatan, pemberdayaan politik dan akses pendidikan Iran berada di posisi 123 dari 131 negara. Saudi berada pada posisi 129. Sementara untuk hak politik bernegara bagi perempuan, Iran berada pada posisi 129 dari 131 negara, Saudi berada di peringkat akhir.

Di Saudi dan Iran, perempuan yang menempuh pendidikan hingga bangku kuliah mengalahkan jumlah laki-laki. Banyak dari perempuan Saudi yang meneruskan jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi, bedanya mereka tidak bekerja setelah lulus karena berubah peran menjadi istri dan ibu rumah tangga. Di Iran, perempuan bisa meneruskan pekerjaannya secara bebas. Fareed Zakaria menyebut 32 persen perempuan Iran yang lulus dari perguruan tinggi bekerja di berbagai sektor. Di Saudi, hanya 21 persen dari perempuan yang lulus universitas melanjutkan bekerja.

Baca juga artikel terkait PERANG atau tulisan lainnya

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Arman Dhani