tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menunda pembacaan putusan atau vonis untuk terdakwa Windu Aji Sutanto dan Glenn Ario Sudarto. Keduanya didakwa dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil korupsi penjualan bijih nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Sidang ditunda karena majelis hakim belum sepenuhnya lengkap untuk membacakan amar putusan dua terdakwa.
Hakim anggota bernama Yasinta berhalangan hadir sidang karena tertimpa duka. "Karena ada salah satu hakim anggota ada orang tuanya meninggal kemarin dan berhalangan hadir karena masih berduka, maka sidang ditunda sampai satu minggu ke depan," kata Ketua Majelis Hakim, Sri Hartati di ruangan sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Windu Aji dan Glenn tampak tersenyum setelah mendengar kabar penundaan sidang. "Haa ditunda lagi," ujar Windu sembari tersenyum menuju pintu keluar ruangan sidang.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan tuntutan pada 13 Agustus 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Windu Aji yang berstatus pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM) bersalah karena terbukti menempatkan, mengalihkan, mentransfer, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, atau melakukan perbuatan lain terhadap harta kekayaan yang patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Terdakwa, menurut JPU telah terbukti melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tuntutan pidana ini juga berdasar dari keterangan para saksi-saksi dan alat bukti yang dikumpulkan jaksa. Sehingga layak dituntut hukuman penjara selama enam tahun.
Seturut dalam sidang pembacaan tuntutan, Jaksa juga meyakini pelaksana lapangan PT LAM, Glenn Ario Sudarto juga terbukti melakukan tindak pidana yang sama dengan Windu Aji dalam kasus ini. Adapun Glenn dituntut dengan hukuman pidana yang lebih singkat, yakni 5 tahun penjara.
Windu Aji didakwa atas TPPU terkait uang hasil penjualan ore nikel ilegal dari Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Windu disebut jaksa menggunakan uang itu demi membeli barang mewah. Di antaranya membeli Land Cruiser, Alphard dan Mercedes Benz.
Kejaksaan Agung mengungkap konstruksi perkara ini bermula dari tindak pidana awal yakni korupsi. Bancakan terjadi dalam kerja sama operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining, serta perusahaan daerah Sulawesi Tenggara atau perusahaan di daerah Konawe Utara.
Modus operandi Windu dalam kasus korupsi pertambangan nikel itu yakni dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam melalui penggunaan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.
Namun, penjualan hasil tambang itu dilakoni seakan-akan hasil nikel bukan bersumber dari PT Antam. Hingga akhirnya nikel dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali. Semua terjadi karena ada puluhan korporasi pertambangan yang diperintahkan Windu untuk menambang nikel.
Padahal, perjanjian KSO mengharuskan seluruh ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam mesti dilimpahkan korporasi pelat merah itu. Sedangkan, PT LAM mestinya hanya memperoleh upah atas jasa kontraktor pertambangan.
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id

































