tirto.id - Hari ini, 30 September 2019, mahasiswa dan masyarakat menggelar demo di Yogyakarta guna merespons berbagai persoalan negara belakangan ini. Aksi tersebut dikenal dengan nama #GejayanMemanggil jilid 2 karena digelar di Jalan Gejayan, kini jalan Affandi, Sleman Yogyakarta.
Aksi ini ternyata menjadi berkah bagi, Rantyo, pedagang rokok dan minuman yang berada di utara Pasar Demangan. Ia mengaku omzetnya langsung melonjak pada hari ini. Bila di hari biasa ia bisa menjual 30-40 bungkus rokok. Namun saat demo Gejayan Memanggil jilid 1 bisa sampai 60 bungkus.
"Hari ini, saya jual 2 kardus Aqua hanya dalam waktu setengah jam udah habis," ungkap dia.
Tak hanya Rantyo, Pramono, bakul angkringan di Pasar Demangan juga mengaku demikian. Penghasilannya bertambah saat demo ini digelar.
"Biasanya 2 termos es habis, sekarang 3 termos es udah habis, ini termos yang keempat," ujarnya.
Di sisi lain, salah satu toko bernama Warunk Supreme di Jalan Colombo justru menyetel lagu-lagu nasional, seperti "Kulihat Ibu Pertiwi". Staf Warunk Supreme, Bastian mengatakan lagu-lagu ini sengaja disetel untuk menyemangati perjuangan mahasiswa.
"iya ini sengaja, biar semangat mereka berjuangnya," ujar Bastian.
ia mengatakan, tokonya tetap buka sejak demo Gejayan Memanggil 1. Sebab, menurutnya, demo berjalan damai sehingga tokonya tak perlu tutup.
"Yang Gejayan Memanggil 1 setahu saya enggak banyak polisi, sekarang malah banyak kan. demo yang ini juga bervariasi, ada pelajar juga," ujarnya.
Tuntutan Demo Gejayan Memanggil 2
Demo mahasiswa Gejayan Memanggil jilid 2 di Yogyakarta kembali digelar pada Senin (30/9/2019). Juru Bicara Aliansi Rakyat Bergerak, Nailendra, mengatakan terdapat sejumlah masalah demokrasi di Indonesia yang belum terselesaikan usai Reformasi 98.
"Permasalahan yang menyerang KPK. Pertama, permasalahan yang marak dibahas adalah bagaimana dengan statusnya sebagai lembaga independen menegakkan hukum di bidang korupsi dalam RUU Tindak Pidana Korupsi," kata Nailendra.
"Kedua, salah satunya yang juga menarik dibahas adalah pegawai KPK yang tidak lagi menjadi Pegawai tetap dan berasal dari luar KPK." Ia melanjutkan, permasalahan ketiga, Status ASN yang akan memengaruhi dan menimbulkan pertanyaan terkait independensi KPK dan pemerintah.
Keempat, adalah penyelidik KPK yang hanya berasal dari kepolisian. Tak hanya KPK, persoalan lainnya soal pelanggaran HAM dan HAM berat. Hal ini implikasi dari permainan elite politik dalam dinamika UU Pengadilan HAM salah satunya adalah impunitas.
Impunitas didefinisikan sebagai ketidakmungkinan pelaku pelanggaran HAM untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Hal ini menjadi kegagalan negara dalam menegakkan HAM di Indonesia.
Terbukti, hampir seluruh pengadilan HAM berakhir tanpa pelaku yang dijerat pidana, ujar Nailendra. Ada juga pemasalah UU Pertanahan, militerisme dan pelanggaran HAM di Papua serta pembakaran hutan.
Selain permasalahan di atas, ada pula beberapa hal mendesak yang perlu disuarakan. Hal tersebut melingkupi penangkapan aktivis pro demokrasi, perlakuan represif aparat negara terhadap massa aksi beberapa hari ini, perlakuan represif terhadap petani penolak korporasi, revisi UU Minerba, dan juga RKUHP.
Penulis: Adilan Bill Azmy
Editor: Alexander Haryanto