Menuju konten utama

Demo Gejayan Memanggil 2: Ada Warung yang Putar Lagu Perjuangan

Demo di Jogja hari ini adalah aksi #GejayanMemanggil2 diikuti ribuan massa dari mahasiswa, pelajar, buruh, masyarakat umum hingga gelandangan. 

Demo Gejayan Memanggil 2: Ada Warung yang Putar Lagu Perjuangan
Massa aksi membawa Poster Gejayan Memanggil 2, Senin 30/9/2019. tirto.id/Agung DH

tirto.id - Demo Gejayan Memanggil 2 dilaksanakan mahasiswa-mahasiswa di Jogja pada Senin (30/9/2019). Berdasarkan pengamatan Tirto, hingga pukul 01.52 WIB, toko-toko di sepanjang Jalan Colombo, terutama di pertigaan dengan jalan Affandi, ditutup.

Salah satu toko yang buka ada Warunk Supreme di Jalan Colombo. Warunk ini tetap buka dan menyetel lagu-lagu nasional, seperti "Kulihat Ibu Pertiwi". Staf Warunk Supreme, Bastian mengatakan lagu-lagu ini sengaja disetel untuk menyemangati perjuangan mahasiswa.

"iya ini sengaja, biar semangat mereka berjuangnya," ujar Bastian, Senin (30/9/2019).

Ia mengatakan, tokonya tetap buka sejak demo Gejayan Memanggil 1. Sebab, menurutnya, demo yang pertama berjalan damai sehingga tokonya tak perlu tutup.

"Yang Gejayan Memanggil 1 setahu saya enggak banyak polisi, sekarang malah banyak kan. demo yang ini juga bervariasi, ada pelajar juga," ujarnya.

Demonstran Gejayan Memanggil 2 saat ini, sekitar pukul 14.00 wib, berada di pertigaan colombo untuk menyampaikan aspirasi.

Demo mahasiswa Gejayan Memanggil jilid 2 di Yogyakarta kembali digelar pada Senin (30/9/2019). Juru Bicara Aliansi Rakyat Bergerak, Nailendra, mengatakan terdapat sejumlah masalah demokrasi di Indonesia yang belum terselesaikan usai Reformasi 98.

"Permasalahan yang menyerang KPK. Pertama, permasalahan yang marak dibahas adalah bagaimana dengan statusnya sebagai lembaga independen menegakkan hukum di bidang korupsi dalam RUU Tindak Pidana Korupsi," kata Nailendra.

"Kedua, salah satunya yang juga menarik dibahas adalah pegawai KPK yang tidak lagi menjadi Pegawai tetap dan berasal dari luar KPK." Ia melanjutkan, permasalahan ketiga, Status ASN yang akan memengaruhi dan menimbulkan pertanyaan terkait independensi KPK dan pemerintah.

Keempat, adalah penyelidik KPK yang hanya berasal dari kepolisian. Tak hanya KPK, persoalan lainnya soal pelanggaran HAM dan HAM berat. Hal ini implikasi dari permainan elite politik dalam dinamika UU Pengadilan HAM salah satunya adalah impunitas.

Impunitas didefinisikan sebagai ketidakmungkinan pelaku pelanggaran HAM untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Hal ini menjadi kegagalan negara dalam menegakkan HAM di Indonesia.

Terbukti, hampir seluruh pengadilan HAM berakhir tanpa pelaku yang dijerat pidana, ujar Nailendra. Ada juga pemasalah UU Pertanahan, militerisme dan pelanggaran HAM di Papua serta pembakaran hutan.

Selain permasalahan di atas, ada pula beberapa hal mendesak yang perlu disuarakan. Hal tersebut melingkupi penangkapan aktivis pro demokrasi, perlakuan represif aparat negara terhadap massa aksi beberapa hari ini, perlakuan represif terhadap petani penolak korporasi, revisi UU Minerba, dan juga RKUHP.

Baca juga artikel terkait GEJAYANMEMANGGIL2 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Politik
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Alexander Haryanto