Menuju konten utama

"Old Trafford" di Jakarta Janji atau Doa, Pak Anies-Sandi?

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berjanji membangun stadion sekaliber Old Trafford jika menang di Pilkada DKI Jakarta nanti. Ini janji atau doa?

Old Trafford, markas Manchester United, stadion seperti inilah yang dijanjikan oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno jika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 nanti. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - "Stadionnya nanti bertaraf internasional ya. Rumputnya seperti di Manchester United (Old Trafford). Tempat duduknya bakal seperti di Jerman, Bayern Munchen, ya," ucap Sandiaga Uno dalam kampanyenya di Cakung, Jakarta Timur, Kamis (17/11/2016).

Anies Baswedan menimpali, "Kami melihat stadion ini dalam konteks membangun kemitraan karena ada potensi bisnis cukup besar, peluang mendapatkan investor cukup besar.”

Itulah janji prestisius terbaru yang didengungkan pasangan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 tersebut. Membangun stadion di Jakarta dengan memadukan level Old Trafford di Manchester dan Allianz Arena di Munchen.

Sandiaga juga menjanjikan stadion yang bakal dibangun setelah ia menjadi orang nomor dua di ibukota nanti bakal dilengkapi dengan berbagai fasilitas layaknya stadion megah kaliber dunia. Luas lahan yang dibayangkan kurang lebih 500.000 meter persegi dengan kapasitas yang akan diusahakan mencapai 85.000 tempat duduk.

Terkait pendanaan, Sandiaga yang juga pengusaha itu yakin mampu mengupayakan bergepok-gepok uang yang tidak semua diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta meskipun ia belum merinci dari mana dana independen itu didapatkan.

"Kami mestinya bisa menyiapkan ratusan juta dolar, itu bisa kami siapkan. Insya Allah, stadion paling modern," sesumbar kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sekaligus pendiri PT Saratoga Investama Sedaya ini.

Jakarta yang masih dipusingkan dengan seabrek persoalan yang lebih krusial dan mendasar kini dijanjikan punya stadion sekelas Old Trafford atau Alianz Arena, realistiskah?

Ini Lho Old Trafford

Sebelum tergiur dengan janji manis Anies-Sandiaga, yang mulai benar-benar turun gunung itu, cermati dulu Old Trafford yang disebut-sebut itu. Stadion ini adalah markas salah satu klub mapan Inggris, Manchester United (MU), yang mulai dibangun pada 1909 atau satu abad lebih 7 warsa yang telah lampau.

Biaya yang dihabiskan untuk pembangunan Old Trafford waktu itu adalah 90.000 poundsterling. Jika dirupiahkan menurut kurs sekarang, jumlahnya kira-kira setara dengan Rp. 1.504.670.220,00 alias satu miliar lima ratus empat juta enam ratus tujuh puluh ribu dua ratus dua puluh rupiah.

Nominal sedemikian banyaknya tersebut adalah itung-itungan pada 107 tahun silam. Apabila disesuaikan dengan masa kekinian, barangkali tidak terbayangkan berapa digit rupiah yang harus digelontorkan untuk mewujudkan janji Anies-Sandiaga itu.

Untuk sedikit mempermudah, coba tengok biaya pembangunan Stadion Allianz Arena di Jerman yang boleh dibilang relatif masih baru. Kandang dua klub Munchen, Bayern dan TSV 1860, ini mulai dibangun pada 21 Oktober 2002 dan diresmikan pada 30 Mei 2005.

Dana yang dihabiskan untuk membangun stadion berkapasitas maksimal 75.000 penonton ini sebesar 340 juta poundsterling, sepadan dengan Rp. 5.684.309.721.832,00 atau terbilang lima triliun enam ratus delapan puluh empat miliar tiga ratus sembilan juta tujuh ratus dua puluh satu ribu delapan ratus tiga puluh dua rupiah.

Kembali ke Old Trafford. Stadion terbesar kedua di Inggris setelah Wembley ini memiliki kapasitas 75.643 tempat duduk, namun pernah menampung hingga 76.962 penonton saat laga Wolverhampton Wanderers kontra Grimsby Town pada 25 Maret 1939 dalam ajang semifinal Piala FA.

Old Trafford dirancang oleh arsitek terkemuka asal Skotlandia, Archibald Leitch, yang juga membidani pembangunan beberapa stadion lainnya di Britania Raya, termasuk Stamford Bridge, Anfield, Villa Park, Goodison Park, White Hart Lane, Celtic Park, dan seterusnya.

Rumput stadion berjuluk Theatre of Dreams ini memakai rumput sintetis yang terhampar di lahan seluas 105 x 68 meter persegi untuk lapangannya saja. Sedangkan luas total area stadion mencapai 205.000 meter persegi yang ternyata belum separuh luas calon stadion yang dijanjikan Sandiaga Uno.

Pada perjalanan musim 1998/1999, manajer Manchester United waktu itu, Sir Alex Ferguson, meminta agar rumput Old Trafford diganti dengan yang baru. Ongkos penggantian rumput saat itu mencapai 250.000 poundsterling atau kira-kira 4 miliar rupiah.

Stadion terbesar ke-11 di Eropa ini memiliki fasilitas yang lengkap dan tentu saja sesuai standar yang ditetapkan oleh FIFA, bahkan lebih. Tak hanya sebagai kandang MU, Old Trafford juga pernah menggelar laga Piala Dunia 1966, Euro 1996, serta final Liga Champions 2003.

Old Trafford juga menjadi salah satu tujuan wisata unggulan Kota Manchester. Pengunjung bisa mengikuti tur stadion dengan tarif 18 poundsterling (400 ribu rupiah) sekali jalan. Ada pula Manchester United Museum, Megastore Red Shop yang menjual barang-barang resmi klub, juga Terowongan Munich Tunnel untuk mengenang tragedi Munich tahun 1958 yang menewaskan 8 punggawa MU.

Stadion yang pernah dibom Jerman pada awal Perang Dunia II ini mempekerjakan kurang lebih 400 karyawan tetap pada hari-hari biasa. Namun, ketika ada The Red Devils berlaga, tenaga yang dibutuhkan bisa melonjak hingga mencapai 2.500 orang.

Lantas, berapa biaya pemeliharaan Stadion Old Trafford dan seisinya? Bersiaplah kaget karena nominalnya mencapai 3 juta poundsterling per tahun atau lebih dari 50 miliar rupiah.

Infografik Janji Anies untuk Persija

Janji Besar di Luar Nalar

Setelah melihat angka-angka yang beredar di sekitar Old Trafford itu, janji manis yang didengungkan oleh Anies-Sandi tampaknya susah untuk dinalar. Alih-alih mendekati level Old Trafford atau Allianz Arena, coba bandingkan saja dengan yang terdekat dulu, yakni Stadion Gelora Bung Karno (SUGBK) di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.

SUGBK masih menjadi stadion dengan kapasitas terbesar di Indonesia yang kini mampu menampung lebih dari 80 ribu penonton. Mulai dibangun 8 Februari 1960, kompleks stadion ini berdiri di atas tanah seluas 279.080 meter persegi sedikit lebih besar dari Old Trafford dan tentunya jauh lebih luas dari stadion dalam ucapan Anies-Sandi yang menyebut angka 500.000 meter persegi.

Di Jakarta zaman sekarang, di mana bisa memperoleh lahan kosong seluas itu? Apabila dapat pun, berapa besar dana untuk menebusnya? Jika dibangun di luar wilayah ibukota sama juga bohong, karena sasaran utama kampanye Anies-Sandi dalam konteks ini adalah basis massa pendukung Persija Jakarta.

Sejak Stadion Lebak Bulus digusur, Persija menjalani kompetisi dengan menjamu lawan-lawannya di luar Jakarta. Sesekali tim Macan Kemayoran memang memakai SUGBK, tapi tidak terlalu sering karena tarif sewa yang cukup mahal, 180 juta rupiah selama 2 jam, dan masih menjadi tim musafir, bahkan hingga detik ini.

Janji membangun stadion selevel Old Trafford hanya akan berbuah kesia-siaan, bahkan jika sesumbar itu menjadi nyata. Indonesia tidak butuh stadion megah, apalagi dengan menghabiskan dana yang super besar.

Yang lebih utama adalah tersedianya tempat pertandingan sepakbola dengan sarana dan fasilitas yang layak, termasuk rumput yang berkualitas serta lapangan yang tidak berubah menjadi empang ketika diguyur hujan deras dan lebih mirip sawah setelah hujan reda.

Rakyat negeri ini memang gila bola, tapi coba perhatikan berapa rata-rata penonton yang datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan secara langsung tiap laga. Ambil contoh Indonesia Super League (ISL) musim 2012 di mana saat itu kompetisi masih berjalan “normal”, bukan dalam situasi luar biasa seperti ISC A 2016 di tahun ini.

Menurut data dari PT Liga Indonesia selaku pengelola kompetisi, jumlah total penonton yang datang ke stadion dalam 101 laga ISL terhitung hingga 8 Februari 2012 adalah 970.599 orang atau rata-rata 9.607 penonton tiap pertandingan.

Dengan jumlah rataan yang kurang dari 10.000 orang tersebut, pembangunan stadion dengan kapasitas mahabesar, yang mencapai 85.000 tempat duduk seperti yang termaktub dalam janji Anies-Sandi, belum terlalu diperlukan. Stadion-stadion macam itu barangkali perlu didirikan di wilayah-wilayah tertentu untuk menggelar lag internasional, misalnya. Tapi, untuk Jakarta, ibukota sudah punya SUGBK.

Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatannya. Jika menunjuk Old Trafford yang menjadi rujukan Anies-Sandi, setiap tahun diperlukan uang sebesar 50 miliar “hanya” untuk mengurus stadion yang boleh jadi kurang relevan dan tidak maksimal dalam penggunaan serta konsistensi pemeliharaannya.

Lebih realistis apabila Anies-Sandi menjanjikan stadion yang layak untuk home base Persija agar tidak lagi terusir dari rumah sendiri. Stadion representatif yang tidak menelan dana terlalu besar karena rakyat Jakarta bukan hanya The Jakmania saja serta masih sangat butuh perhatian untuk sektor-sektor lain yang lebih mendasar dan berkeadilan.

Atau, kalau mau lebih realistis lagi, bisa dimulai dengan menyiapkan lapangan untuk latihan sehari-hari Persija. Itu juga hal penting, mendasar, dan sangat dibutuhkan. Mayoritas klub-klub sepakbola Indonesia belum mempunyai kompleks latihan yang representatif. Bahkan tempat latihan di tim nasional di kawasan Senayan pun masih jauh dari ideal.

Jika latihan saja harus memakai tempat dan lapangan yang kurang representatif, buat apa membangun stadion sekelas Old Trafford atau Allianz Arena? Jangan kejauhan menebar janji, Pak Cagub! Takutnya itu bukan janji, melainkan doa.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS