Menuju konten utama

Nelayan Keluhkan Kehadiran Pagar Pelampung di KEK Kura-Kura Bali

Komisaris Utama PT BTID, Tantowi Yahya, menyebut kehadiran pagar pelampung itu sebagai upaya pengamanan dalam mencegah penumpukan BBM liar.

Nelayan Keluhkan Kehadiran Pagar Pelampung di KEK Kura-Kura Bali
Anggota DPR dan DPD RI Dapil Bali menyerap aspirasi dari warga di Pulau Serangan, Kamis (30/01/2025). Tirto.id/Sandra Gisela

tirto.id - Masyarakat Kelurahan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, mengeluhkan upaya pembatasan untuk masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali. Pembatasan tersebut membuat aktivitas sehari-hari para nelayan seperti melaut dan memancing terganggu.

Salah seorang masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, I Nyoman Kemu Antara, mengungkapkan bahwa batas untuk masuk KEK Kura-Kura Bali berupa pagar pelampung itu sudah ada sejak lama. Para nelayan dilarang melewati areal yang dibatasi oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), bahkan mereka hanya diperbolehkan melaut di sana dengan menggunakan rompi khusus.

“Pembatasan laut itu diklaim oleh BTID sehingga kami tidak masuk. Dibatasi itu seperti pelampung, seolah-olah pagar. Kami tidak bisa lewat, jukung tidak bisa lewat. Di sebelah timur masuk, di Lagun ada batasnya,” kata Nyoman di Pulau Serangan, Kamis (30/01/2025).

Permasalahan itu lantas langsung disampaikan ke hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang sedang menyerap aspirasi di daerah tersebut. Sebelumnya, Nyoman mengaku, masyarakat sudah sering menyampaikan permasalahan tersebut ke DPRD Kota Denpasar dan Provinsi Bali.

“Memang kebijakan dari pihak proyek (BTID). Para nelayan yang punya identitas nelayan saja yang diberikan rompi yang bisa melaut melalui kawasan tersebut. Namun, masyarakat umum dalam artian masyarakat Serangan maupun masyarakat Bali secara umum sampai saat ini belum bisa masuk ke kawasan tersebut,” ungkapnya.

Anggota Komisi IV DPR RI, I Nyoman Adi Wiryatama, mengaku prihatin dengan kejadian di Pulau Serangan setelah mendengar keluhan para nelayan. Politikus dari Fraksi PDIP itu berjanji mencarikan solusi agar nelayan setempat tidak merasa terisolasi di tempat kelahiran mereka.

“Kita juga prihatin. Mereka-mereka (nelayan) lahir di sini, hidup dan besar di sini, dan akan mati pun di sini. Kalau kawasan (pihak KEK Kura-Kura) terlalu curiga dengan mereka, sangatlah tidak beralasan. Mereka lahir di sini dan bertanggung jawab pada daerahnya, tidak mungkin akan merusak daerahnya. Saya yakin itu,” kata Adi.

Adi juga akan membawa permasalahan yang ada di Pulau Serangan tersebut ke Komisi IV yang membidangi Kehutanan dan Kelautan. Dia bahkan mengingatkan agar persoalan di Pantai Indah Kapuk (PIK) tidak terulang di Serangan.

“Kebetulan saya yang membidangi di sana (Komisi IV). Kalau tidak selesai di sini, mungkin kita akan sampai ke Presiden. Saya yakin dan percaya pengusaha juga sadar, masyarakat lebih sadar lagi. Kita jaga kedamaian ini bersama,” tuturnya.

Senator DPD RI Dapil Bali, Ni Luh Djelantik, turut merespons dugaan bahwa pengelola KEK Kura-Kura Bali membatasi laut di Pulau Serangan dengan pelampung berwarna putih. Menurutnya, segala hal yang menghalangi para nelayan harus dicabut.

“Itu juga termasuk salah satu yang kita amati. Kita akan hilangkan itu (pelampung),” tegasnya.

BTID Bantah Batasi Akses Nelayan Serangan

Komisaris Utama PT BTID, Tantowi Yahya, langsung merespons keluhan warga Serangan yang telah sampai ke telinga anggota dewan. Dia menilai, pembatasan itu hanya untuk alasan pengamanan karena pernah terjadi penimbunan BBM ilegal di wilayah tersebut.

“Kalau dari aspek kita, investor perusahaan, itu (pelampung) kan pengamanan karena kita punya pengalaman sebelumnya, bahwa di laguna itu pernah ada penumpukan BBM liar. Ditaruh di sana karena tersembunyi,” ungkap Tantowi ketika ditemui wartawan di UID Campus, Serangan, Kamis (30/01/2025).

Mantan Duta Besar RI di Selandia Baru tersebut menambahkan bahwa petugas keamanan KEK Kura-Kura Bali tidak dapat menjaga perairan laguna tersebut selama 24 jam. Dia khawatir dapat terjadi kasus yang lebih menyeramkan, seperti peredaran narkoba atau produk-produk yang diharamkan, di kawasan tersebut.

“Kami menyadari betul tanah, pantai, air itu milik negara. Yang ada itu sewa untuk kami kelola sebaik-baiknya, itu pun untuk kepentingan masyarakat seluas-luasnya,” terangnya.

Selain itu, pelarangan yang sedang berlangsung juga didasari alasan keselamatan karena adanya proyek pembangunan di Kura-Kura Bali. Setelah semua pembangunan tersebut rampung, maka siapa pun bisa kembali mengakses secara bebas.

“Kita mau bangun factory outlet. Nggak mungkin masyarakat dibatasi kalau factory outlet dibuka. Enggak mungkin,” kata Tantowi.

Namun, apabila pembatas tersebut kembali dipermasalahkan, pihaknya akan membawa ke dalam rapat direksi dan manajemen PT BTID untuk dibicarakan.

“Saya sudah bahas, akan kita bahas ke rapat manajemen. Secepatnya mungkin,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait KAWASAN EKONOMI KHUSUS atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Andrian Pratama Taher