tirto.id - Pemerintah akan membuka kembali penerimaan calon pegawai negeri sipil setelah validasi data selesai. Diperkirakan proses ini akan rampung akhir bulan ini. Setelah itu pengumuman seleksi bakal langsung diumumkan.
Sejauh ini memang belum semua formasi diumumkan. Namun setidaknya ada lowongan untuk guru dan tenaga medis, demikian yang diinformasikan Karo Hukum dan Humas KemenpanRB, Mudzakir, kepada Tirto, Senin (23/7/2018).
Tentu informasi ini dinanti-nanti banyak orang. Bukan rahasia lagi banyak yang mendambakan jadi seorang abdi negara. Di sisi lain, informasi ini membuat gundah sebagian yang lain, termasuk pegawai honorer.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan, mengatakan kebijakan ini jadi kontradiktif karena faktanya sudah banyak sekali tenaga honorer di bidang pendidikan dan kesehatan.
Idealnya pemerintah mengangkat tenaga honorer jadi PNS ketimbang mengambil yang baru.
"Yang menjadi polemik di sini adalah banyaknya tenaga honorer. Padahal honorer harusnya diangkat jadi PNS," katanya kepada Tirto.
Ia mencontohkan jumlah tenaga honorer di sektor pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat jumlah guru honorer pada tahun ajaran 2017/2018 mencapai 155.096 orang atau setara seperdelapan guru PNS yang jumlahnya mencapai 1.276.220 orang.
Guru honorer daerah paling besar berada di tingkat Sekolah Dasar, jumlahnya mencapai 99.978 orang pada periode 2017/2018. Sedangkan pada tingkat SMP dan SMA jumlahnya masing-masing sebesar 37.077 dan 18.041 orang.
Makin Terpinggirkan
Apa yang dikatakan Satria memang usul yang patut dipertimbangkan. Namun masalahnya cuma satu: honorer tak bisa diangkat langsung jadi PNS.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ridwan, mengatakan kalau mereka tidak bisa lagi mengangkat langsung pekerja honorer menjadi PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012. Di sana disebutkan kalau pengangkatan pegawai honorer harus selesai pada 31 Desember 2015.
"Jadi pokoknya bagi yang lolos, proses harus selesai 31 desember 2015. Selebihnya tidak ada pengaturannya. Regulasinya sudah menyatakan tidak ada lagi penerimaan itu," kata Ridwan kepada Tirto, Senin (23/7/2018).
Ia paham pegawai honorer tidak senang dengan situasi ini. Ia juga tahu telah berkali-kali pegawai honorer berdemonstrasi menuntut pemerintah mengkonversi status mereka. Namun katanya, "kami [BKN] tidak bisa melakukan apa pun tanpa ada keputusan politik." Dan sejauh ini memang demikian.
Pemerintah tahu keinginan para honorer, dan mereka berupaya menyelesaikannya, setidaknya menurut Wakil Ketua DPR Utut Adianto.
Utut mengatakan DPR dan eksekutif telah berkomitmen menyelesaikan masalah sekitar 430 ribu honorer. "Diselesaikan secara bertahap," kata Utut di Gedung DPR, Senin (23/7/2018).
Ia tidak menyebut secara spesifik kapan persisnya penyelesaian masalah rampung. Ia menerangkan, pihak Kementerian Keuangan perlu menghitung keuangan negara dulu sebelum mengangkat honorer jadi PNS.
Hal yang sama dikatakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur. Di DPR, Senin (23/7/2018), ia mengaku akan memulai proses teknis penyelesaian nasib para honorer.
Teknis yang ia maksud adalah verifikasi dan validasi data. Saat ini tercatat guru honorer ada 157.210 orang, dosen 86 orang, kesehatan 6.091 orang, penyuluh 5.803 orang, dan administrasi 269.400 orang. Jumlah ini bakal diverifikasi kembali dengan mengacu pada UU ASN, UU Guru dan Dosen, dan UU Tenaga Kesehatan.
Kemudian, pemerintah akan memutuskan apakah para honorer akan diminta ikut tes kembali seperti CPNS lain—dan tidak ada jaminan untuk lolos—atau langsung diangkat, bukan sebagai PNS, tapi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)—semacam pekerja kontrak tapi di lingkungan pemerintahan.
Apa yang diwacanakan Asman pernah direalisasikan pada pekerja honorer di lingkungan Kementerian Kesehatan. Februari tahun lalu, dari 43.310 tenaga kesehatan berstatus Pegawai Tidak Tetap yang mengikuti seleksi, 39.090 peserta dinyatakan lolos jadi PNS di lingkungan pemerintah daerah.
Mereka diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2017
Roy Valiant Salomo, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesi (UI) mengatakan ada aspek kualitas yang ingin dipertahankan atau malah ditingkatkan pemerintah dengan menunda pengangkatan honorer, selain masalah regulasi tadi.
Katanya, selama ini "proses rekrutmen tenaga honorer buruk, sulit dipertanggungjawabkan, dan sarat nepotisme." Hal ini membuat tenaga honorer punya kualitas di bawah standar. Itu pula yang jadi alasan kenapa muncul wacana pegawai honorer harus tetap mengikuti seleksi lagi.
"Jadi jika kita hendak menambah PNS dari tenaga honorer, maka lama kelamaan kualitas PNS akan sangat buruk," katanya kepada Tirto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino