tirto.id - Dalam BNP Paribas Open (Indian Wells) yang diselenggarakan Maret 2018 lalu, Naomi Osaka terlihat sebagai sosok pemalu sekaligus keren.
Saat memasuki Indian Tennis Wells Garden, sesasat sebelum memulai petulangannya di BN Paribas Open, Naomi melambaikan tangan ke arah penonton, kikuk, seolah menganggap dirinya bukan siapa-siapa. Ia lalu berjalan menunduk, meski sempat sesekali mendongak ke atas untuk memahami tempat bertarungnya itu. Di sisi lain lapangan, Maria Sharapova, mantan ratu tenis dunia, sudah menunggu.
Namun, Naomi berubah total saat pertandingan dimulai. Nama besar Sharapova tidak membuatnya silau. Pengalaman Sharapova juga tidak berarti apa-apa bagi Naomi. Malahan, meski Sharapova berusia 10 tahun lebih tua darinya, permainan Osaka jauh terlihat lebih matang. Petenis asal Jepang tersebut bermain seperti seorang veteran. Ia pun menang dua set langsung, 6-4 dan 6-4.
Setelah mengalahkan Sharapova, sinar Naomi Osaka semakin terang benderang. Karolina Pliskova, yang juga mantan petenis peringkat satu dunia, berhasil ia kalahkan. Setelah itu, giliran petenis peringkat satu dunia, Simona Halep, menjadi korban kehebatannya. Lalu di pertandingan final, ia berhasil mengalahkan Daria Kasatkina tanpa mengeluarkan banyak keringat.
Gelar BNP Paribas Open berhasil Naomi genggam. Itu adalah gelar WTA pertamanya. Saat itu, Naomi benar-benar terlihat bisa mengalahkan siapa saja.
Yang menarik, meraih gelar BNP Paribas Open ternyata bukan mimpi terliar Naomi Osaka. Bahkan, petenis berusia 20 tahun tersebut sudah mengatakannya setelah mengalahkan Sharapova di ronde pertama. “Ada tiga orang pemain tenis yang ingin saya lawan, Venus, [Sharapova], dan Serena. Sekarang, saya menanti kesempatan untuk bertanding melawan Serena,” ujar Naomi.
Naomi tak pernah ragu untuk menyebut Serena Williams sebagai pahlawan masa kecilnya. Ia begitu mengidolakannya. Menurut Japan Times, Serena Williams menjadi alasan utama mengapa Naomi bermain tenis sampai sekarang.
Prestasi hebat Serena di dunia tenis menjadi salah satu penyebabnya. Petenis mana yang tidak kagum dengan 23 gelar yang dimiliki oleh Serena? Petenis mana yang yang tidak ingin menjadi ratu tenis dalam arti sebenar-benarnya seperti Serena? Dan hanya empat hari setelah keberhasilan Naomi di PNB Open ia, ia betul-betul dipertemukan dengan Serena di pertandingan pembukan Miami Open.
Dalam tulisannya di GQ yang berjudul “Naomi Osaka is The Coolest Thing in Tennis”, Kevin Nguyen mencoba memantik nostalgia Naomi tentang pertandingan pertamanya dengan idola masa kecilnya itu. Ia bertanya kepada Naomi: “Apakah kamu grogi bertanding melawan Serena?”
“Di sepanjang hidup saya, saya benar-benar ingin bertanding melawannya. Jadi, tidak ada alasan untuk merasa grogi,“ jawab Naomi.
Dalam pertandingan itu Naomi benar-benar tak terlihat grogi. Meski Serena Williams baru saja melakukan comeback setelah melahirkan, Naomi tidak melawannya dengan setengah tenaga. Naomi akhirnya menang dua set langsung.
Naomi bisa saja besar kepala setelah mengalahkan Serena. Namun, melalui sebuah postingan di akun Instagram-nya Naomi ternyata mempunyai pilihan sendiri untuk mengekspresikan kemenangannya. Ia mengunggah fotonya saat berjabat tangan Serena Williams. Seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, ia menulis caption sederhana, “Omg [Oh my god].”
Ia benar-benar tak percaya baru saja mengalahkan idola masa kecilnya. Dan baru-baru ini, Naomi kembali memperlihatkan perilakunya yang seperti itu di panggung yang jauh lebih besar.
Amerika Terbuka 2018 adalah Tentang Kerendahan Hati Naomi Osaka
Naomi kembali bertanding melawan Serena di pertandingan final Amerika Terbuka 2018. Tentu, pertandingan itu jauh lebih penting daripada pertandingan mereka sebelumnya. Itu adalah final Grand Slam, turnamen paling akbar dalam jagad tenis. Jika, Naomi berhasil menang, Amerika Terbuka akan menjadi gelar Grand Slam pertamanya. Selain itu, ada satu hal penting lainnya: Ia akan menjadi orang Jepang pertama yang meraih gelar Grand Slam di nomor perorangan.
Dalam pertandingan itu, Naomi kemudian berusaha menujnukkan bahwa ia sama sekali tidak gentar melawan Serena. Di Arthur Ashe Stadium, serve-nya begitu akurat, pukulan forehand-nya terukur, pukulan volley-nya juga berhasil membuat Serena kewalahan. Sayangnya, hari itu, kualitas Naomi tertutupi oleh bayang-bayang nama besar Serena. Saat Serena mencak-mencak karena merasa dirugikan oleh perangkat pertandingan, penonton seolah lupa bahwa Naomi adalah bintang sesungguhnya pada pertandingan itu.
Amarah Serena meluap ketika Carlos Ramos, hakim garis dalam pertandingan tersebut, menyebut Serena menerima coaching dari pelatihnya. Dalam tenis, coaching ketika pertandingan berlangsung memang dilarang. Ia kemudian menyebut Carlos Ramos sebagai seorang “pencuri”, membanting raket, terkena penalti, dan mulai kehilangan fokus di dalam pertandingan. Bahkan, amarah Serena itu masih tersisa setelah pertandingan bubar. Dia menyebut bahwa Ramos masih berutang permintaan maaf kepadanya.
Serena akhirnya kalah dua set langsung dalam pertandingan tersebut, 6-2 dan 6-4. Namun, para penonton tetap menganggapnya sebagai “pemenang”. Mereka datang ke stadion untuk menonton Serena menang; mereka tak terima saat Serena kalah. Naomi pun mendapatkan perlakuan yang bisa dibilang tidak adil.
Sesaat sebelum penyerahan tropi, para penonton secara kompak menyoraki Naomi. Tom Rinaldi, pembawa acara tersebut, bahkan sampai menghentikan kata-katanya karena sorakan tersebut terus menggema. Air mata Naomi berontak. Ia hanya bisa menunduk sambil memegang topinya. Serena, yang saat itu sadar bahwa Naomi tak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu, lalu mencoba menenangkan Naomi. Seperti seorang bocah yang mendapatkan perlakuan istimewa dari ibunya, meski air matanya terus mengalir, senyum kecil muncul dari bibir Naomi.
Dengan bantuan mikrofon, Serena lalu berkata kepada para penonton, “Aku tidak mau menjadi kurang ajar dan mempermasalahkan kemenangan Naomi. Dia bermain bagus, dan ini gelar Grand Slam pertamanya.” Ia lalu menambahkan, “[...] Mari buat momen ini menjadi menyenangkan. Jangan soraki dia lagi. Kita berdua akan melalui semua ini dan akan mengambil sisi positifnya. Ayo, hentikan sorakan itu!”
Para penonton menurut. Setelah itu, pernyataan Naomi barangkali tak kalah mengagetkan para penonton. Ia berkata, “Aku tahu, di sini semua orang mendukungnya [Serena] dan aku minta maaf karena pertandingan harus berakhir seperti ini. Aku hanya ingin berterima kasih karena telah menonton pertandingan ini.” Sorakan ketidakpuasan para penonton pun berubah menjadi gemuruh yang mampu membuat Naomi mengangkat tropi Grand Slam pertamanya dengan gembira.
Dalam konferensi pers setelah pertandingan, salah satu wartawan lalu bertanya kepada Naomi: “Mengapa kamu meminta maaf kepada para penonton setelah mengalahkan Serena?”
Dengan malu-malu, Naomi menjawab: “Saat saya masuk ke dalam lapangan, saya bukan lagi penggemar Serena – saya hanyalah seorang petenis yang bertanding melawan petenis lain. Tetapi setelah aku memeluknya di dekat net [sesudah pertandingan], aku merasa seperti anak kecil lagi.”
Kebanggaan Jepang
Naomi Osaka adalah orang Jepang pertama yang meraih gelar Grand Slam di nomor perorangan. Karenanya, keberhasilannya tersebut disambut dengan sukacita oleh orang-orang Jepang. Terlebih, awan mendung sedang menyelimuti Jepang karena Hokkaido baru saja dilanda gempa hebat.
Dilansir dari Japan Times, Shinzo Abe, perdana menteri Jepang, memberikan pujian terhadap Naomi Osaka melalui akun Instagram-nya. Ia mengatakan, “Dalam keadaan sulit seperti sekarang, terima kasih atas tambahan energi dan inspirasi.”
Di daerah Osaka, tempat lahir Naomi, banyak orang beramai-ramai memuji penampilan hebat Naomi di Amerika Terbuka. Kazuki Nakagate, warga Osaka berusia 26 tahun, yang sebelumnya tak menyangka Naomi akan menang, tak bisa menutupi kebahagiaanya. “Ia mempunyai kepercayaan diri luar biasa meskipun melawan legenda seperti Serena Williams,” ujarnya.
Ai Sato, 55 tahun, tak mau kalah dalam memberikan pujian terhadap Naomi. Katanya, “Belakangan ini kami sering mendapatkan berita menyedihkan menyoal angin topan dan gempa. Saya pikir [kemenangan Naomi] bisa memberikan dorongan bagi para korban untuk tetap menjalani kehidupan.”
Selain dari Jepang, pujian untuk Osaka ternyata juga hadir dari Haiti, tempat kelahiran ayah Naomi Osaka. “Kami sangat bangga kepadanya,” kata Keven Frederic, warga Haiti berusia 45 tahun. “Dengan kemenangan tersebut, banyak perempuan di Haiti akan mulai bermain tenis.”
Selain itu, kemenangan Naomi juga akan sangat membantu orang-orang Jepang dalam membentuk paradigma baru. Sejak lama, terutama dari kaum konservatif Jepang, orang-orang berdarah campuran seperti Naomi disebut sebagai hafu. Mereka dianggap setengah Jepang, bukan orang Jepang tulen.
Orang-orang seperti Naomi tentu tidak pantas disebut sebagai “hafu”. Meskipun darah mereka campuran, mereka merasa bangga menjadi warga Jepang. Terlebih, generasi baru orang-orang Jepang juga mulai mendukungnya. Dan melalui kemenangan di Amerika Terbuka, perubahan paradigma itu barangkali akan menemui jalan lapang.
“Kami hidup di dunia di mana orang memiliki pandangan terbatas pada kebangsaan, ras, dan etnis, dan mengatakan bahwa Anda hanya bisa menjadi satu, tidak bisa lebih,” tutur Nishikura, seorang Jepang yang lahir dari ibu berdarah Irlandia-Amerika dan ayah berdarah Jepang, seperti dilansir dari New York Times “Saya pikir Naomi Osaka benar-benar menghadirkan tantangan menarik bagi orang-orang yang masih berpikir kuno seperti itu... “
Editor: Nuran Wibisono