tirto.id - Lima lelaki memainkan musik di tengah perkampungan berdebu, di antara pasar, hewan ternak, dan bajaj. Sebagian di antara mereka mengenakan salwar, pakaian tradisional India bagian utara. Musiknya terdengar penuh amarah laiknya Rage Against the Machine, tapi juga diselingi nyanyian berbahasa Hindi, tetabuhan dhol (drum khas India), serta alunan flute. Sejumlah penari berturban menari rancak seiring gempuran musik dan warga desa tampak heran akan ingar bingar racikan band bernama Bloodywood itu.
Video musik "Machi Bhasad" menjadi perkenalan pertama saya dengan band yang mengklaim memainkan indian folk metal itu. Musik rakyat dan kekhasan India—terutama Punjabi—melebur dengan heavy metal (spesifiknya, nu metal) yang agresif. Andai ia dikemas tanpa segala karakteristik lokal India, Bloodywood bisa jadi tak sepopuler sekarang atau malah dianggap nostalgia ke era 2000-an semata. Pasalnya, mudah saja untuk mencap Bloodywood sebagai "Linkin Park-nya Asia Selatan".
Usai musisi-musisi Barat menyuntikkanelemen musik India ke dalam karyanya, seperti yang terjadi dalam subgenre raga rock yang dimainkan The Beatles, Kula Shaker, hingga King Gizzard & The Lizard Wizard, musisi India kini agaknya mencoba melakukan hal sebaliknya dan menjadi populer karenanya.
Sebetulnya, cukup mengejutkan bahwa band macam Bloodywood baru lahir di pertengahan dekade 2010-an. Dengan beragamnya bebunyian dan langgam khas di India, kemunculan langgam indian folk metal agaknya adalah niscaya. Meski begitu, musik Bloodywood tak serta-merta terkait dengan subgenre metal yang lebih dulu lahir, yakni vedic metal—di mana berbagai varian metal (thrash, black, death) mengiringi lirik bertema mitologi Hindu dan teks-teks Weda.
Kehadiran Bloodywood lebih condong melengkapi gelombang terkini folk metal atau musik cadas bernuansa etnik dari berbagai penjuru dunia, seperti halnya Alien Weaponry dengan karakteristik Māori, The Hu yang mengusung kedigdayaan Mongolia, atau Heilung dengan musik Jermanik masa lampau.
Lahir sebagai band meme yang merilis lagu-lagu parodi (lihatlah namanya yang jelas-jelas pelesetan dari Bollywood), Bloodywood dengan cepat menemukan suara dan orientasi orisinalnya sendiri. Band asal New Delhi ini telah menggaet banyak penggemar mancanegara dan kini bahkan bisa disebut “wajah metal India".
Dari Internet Menuju Wacken Open Air
Bloodywood bermula dari gitaris Karan Katiyar yang gemar mengover lagu-lagu India maupun internasional populer dalam versi metal melalui kanal Youtube-nya. Sejak 2015, vokalis Jayant Bhadula lantas digamit sebagai kolaborator.
Kolaborasi mereka jadi viral berkat kover lagu Bhangra populer "Mundian To Bach Ke" milik Panjabi MC. Lagu kover itu mampu meraih berderet kesan positif dari pendengarnya. Lagu kover itu juga dianggap sebagai sesuatu yang baru dan segar.
Raihan positif itu lantas meyakinkan keduanya untuk menjadikannya landasan musik khas Bloodywood. Adapun lagu-lagu kover Bloodywood lainnya dirilis dalam album parodi Anti-Pop Vol. 1. Bloodywood membawakan ulang lagu-lagu populer milik The Weeknd hingga Taylor Swift.
Berawal dari payahnya dua personel awal Bloodywood dalam penggarapan lirik, Raoul Kerr kemudian didapuk menjadi penulis lirik sekaligus rapper. Raoul mulanya bersolo karier dan telah menghasilkan album bertajuk No Flag. Salah satu lagunya, "For Her", memuat kritik keras atas maraknya aksi pemerkosaan di India dan minim respons otoritas atas kebrutalan itu. Bisa dibilang, kritik sosial dan kegemaran sang rapper akan band seperti RATM memperluas dimensi lirik sekaligus musik Bloodywood.
Bersama Karan dan Jayant, Raoul lantas menjadi personel tetap Bloodywood. Sementara itu, pemain dhol, pemain bas, dan drum yang kerap menyertai tur maupun video musik mereka berstatus sebagai personel tur.
Lagu pertama Bloodywood formasi ini adalah kover untuk "Ari Ari" milik Bombay Rockers yang jumlah views-nya di Youtube kini telah melampaui video lagu orisinalnya. Setelah itu, Bloodywood mulai mendapat eksposur lebih luas di ranah musik, entah itu dari media musik metal maupun konten kreator di Youtube.
Berkat keunikannya, cepat atau lambat Bloodywood memang akan sampai ke telinga metalheads yang selalu haus akan musik baru dan segar. Namun, para personel Bloodywood juga mengakui andil figur publik terkemuka dalam mendorong popularitasnya. Aktor Ileana D'Cruz yang punya jutaan pengikut di Instagram, misalnya, pernahmem-posting salah satu video lagu mereka dengan nada penuh kekaguman di akun Instagram-nya.
Kover "Ari Ari" kian memantapkan warna musik Bloodywood hingga akhirnya mereka merilis lagu orisinal berjudul "Jee Veerey" pada 29 Juli 2018.
“Rise once again, fly once again, for too long you've lay in darkness,” teriak Jayant menguatkan para pengidap mental illness. Banyak yang tersentuh oleh lirik lagu itu hingga orang-orang merajah liriknya ke tubuh mereka dalam berbagai bahasa. Sejak itu, Bloodywood menyadari apa yang bisa mereka berikan kepada dunia.
Di lain sisi, Bloodywood mulai mendapat perhatian dari sederet label dan festival musik. Salah satu booking agency bahkan menawarkan mereka tur ke 15 kota di Eropa—termasuk di antaranya ke Wacken Open Air di Jerman yang merupakan festival musik metal terbesar sejagat.
Itu jelas prestasi besar karena Bloodywood sampai saat itu baru punya beberapa video lagu. Mereka belum punya album orisinaldan bahkan belum pernah sekalipun manggung. Bloodywood lantas mulai membentuk kru dan tampil live di panggung-panggung kecil di India sebagai persiapan tampil di Eropa.
Itu semua terjadi hanya berselang sekitar setahun setelah rilisnya "Jee Veerey". Belum terlalu lama pula sejak Bloodywood menjadi band parodi belaka. Mengacu kesaksian seorang teman mereka, eksistensi Bloodywood bahkan belum terlalu dianggap di negeri sendiri.
Kisah-kisah kesuksesan Bloodywood itu terangkum dalam dokumenter berjudul sama dengan nama tur Eropa mereka, Raj Against the Machine.
Andai tak terhalang pandemi COVID-19, Bloodywood sangat mungkin sudah punya jadwal tur keliling dunia. Meski begitu, pandemi setidaknya memberi waktu yang lebih luang bagi Bloodywood dan memungkinkannya merilis beberapa single, seperti "Yaad", "Gaddar", "Aaj", hingga "Dana Dan".
Pada 18 Februari lalu, Bloodywood akhirnya merilis album pertamanya yang bertajukRakshak(yang berarti "pelindung"). Album debut ini memuat lagu-lagu yang dimainkan dalam beberapa jenis subgenre metal. Meski beragam, musik mereka tetap terdengar konsisten.Tentu saja, instrumen khas India hadir di seluruh nomor memperkaya paduan lirik Hindi dan Inggris yangmengangkat tema-tema penting seperti kehilangan, kesehatan mental, hingga politik.
Aktivisme dan Modernitas
Lagu "Machi Bhasad" dimaksudkan sebagai call to actionbagi generasi muda India. Bloodywood seakan mengajak generasinya segera merebut inisiatif dari para orang tua tak tahu diri yang ongkang-ongkang kaki di pemerintahan, demi dunia yang lebih baik.
Jika "Machi Bhasad" terdengar masih kelewat abstrak, lagu-lagu Bloodywood lainnya mencoba lebih membumi. "Yaad", misalnya, tak sebrutal lagu-lagu lain, tapi bisa disebut sebagai salah satu ode terdahsyat ihwal kehilangan. Sementara dalam lagu berjudul "Gaddaar", Bloodywood terang-terangan menunjukkan sikap politik mereka: menentang fasisme dan komunalisme (berbeda dari komunisme) yang kian merebak di India hari ini.
Presentasi Bloodywood sebagai pengusung indian folk metal juga kiranya dipikirkan secara matang seraya memanfaatkan lingkungan sekitar. Video-video musik mereka tak hanya difilmkan di perkampungan, lingkungan kumuh, atau persawahan, tapi juga diPegunungan Himalaya hingga kawasan Himachal Pradesh. Sebagian besar video musik pun disertai lirik dan terjemahan yang membuat para pendengar segera menangkap gagasan lagu, selain mempermudah sing along.
Video musik juga menjadi sarana Bloodywood memaparkan kerja-kerja aktivisme mereka. Di akhir video klip "Jee Veerey", misalnya, Bloodywood membagikan kontak konseling daring teruntuk mereka yang membutuhkan. Upaya mendukung berbagai kegiatan sosial dan amal juga berlanjut dengan menyumbangkan profit dari tur Eropa mereka kepada shelter hewan terlantar di India. Kegiatan itu juga dibagikan sehabis video musik "Yaad".
Melalui video musik, Bloodywood juga rajin menyampaikan ucapan terima kasih kepada para patron yang telah membantu kelangsungan band ini via Patreon. Di luar itu, video-video behind the scene senantiasa diunggah, demikian juga konten di luar musik.
Sebagai band metal, Bloodywood tak ragu mengambil sikap atas iklim sosio-politik teraktual. Karenanya, Bloodywood jadi lebih relevan. Dengan modal itu, mereka siap memantapkan namanya di kancah metal internasional sekaligus mencuri perhatian industri musik kiwari.
Editor: Fadrik Aziz Firdausi