tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yang menyatakan aura Presiden Joko Widodo pindah kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Hal itu disampaikan Budi saat peresmian Papua Youth Creative Hub di Jayapura pada 21 Maret 2023. Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti menilai, pernyataan semacam ini tentu tidak bisa dianggap sepele karena diucapkan oleh kepala lembaga negara yang memiliki otoritas yang sangat besar.
Terlebih pernyataan tersebut memiliki tendensi dukungan kepada Prabowo yang digadang-gadang akan kembali menjadi bakal calon presiden pada Pemilu 2024.
"Ucapan Budi Gunawan diduga melanggar asas penyelenggaraan intelijen sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dalam ketentuan tersebut penyelenggaraan intelijen harus dilakukan berbasis pada profesionalitas dan netralitas," kata Fatia dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 Maret 2023.
Instrumen intelijen berpotensi tidak profesional dan netral jika si pemimpin telah membuat pernyataan politis, bahkan berpihak pada calon presiden tertentu. Pernyataan yang menyangkut Prabowo dalam acara pemerintahan juga tak ada kaitannya dengan peran, tujuan dan fungsi intelijen sebagaimana digariskan pada Undang-Undang Intelijen Negara.
Ucapan tersebut muncul di tengah penyelenggaraan sistem intelijen Indonesia yang problematik. Saat ini dalam menjalankan tugasnya, BIN begitu jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Hal tersebut pernah diungkap oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2021.
LIPI menyebut terdapat persoalan transparansi pada BIN disebabkan oleh kelemahan implementasi pengawasan serta kecenderungan aktor pengawas untuk melakukan fungsinya secara parsial atau bisa dikatakan melakukan pengawasan secara tertutup.
Selain itu, di tengah persoalan politisasi instrumen pertahanan dan keamanan, pernyataan Kepala BIN ini dapat memperburuk situasi.
“Pujian kepada Prabowo dapat disalahgunakan sebagai instruksi untuk memobilisasi instrumen intelijen negara untuk memenangkannya sebagai calon presiden pada 2024. Hal ini jelas berbahaya, sebab akan memunculkan konflik kepentingan," terang Fatia.
Ketika di Papua itu, Budi mengaku senang melihat Prabowo dan Jokowi bersama. Ia pun menyebut bahwa "hawa" Jokowi mulai berpindah kepada Prabowo dan mendoakan eks Danjen Kopassus itu.
"Pada akhirnya hari ini kami menjumpai beliau berdua di sini. Seluruhnya mulai melihat ada aura, aura Pak Jokowi sebagian sudah pindah kepada Pak Prabowo. Kami semua mendoakan Pak Prabowo semoga sehat, lancar dan sukses dalam kontestasi Pemilu 2024," kata Budi.
Kebersamaan Jokowi dengan Prabowo memang intens pada tahun ini. Mereka juga hadir bersama dalam acara istighosah di Tabalong, Kalimantan Selatan, pada 17 Maret; kunjungan kerja di Singapura pada 16 Maret; dan di Lejer, Kebumen, pada 9 Maret 2023.
Omongan Budi seolah mendukung Prabowo yang diduga akan maju dalam pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi ikut merespons pernyataan Budi. Viva menilai, pernyataan Budi hanyalah narasi yang menyenangkan untuk si pemimpin Partai Gerindra itu.
“Pidato Pak BG [Budi Gunawan] adalah bagian dari narasi yang menyenangkan buat Pak Prabowo. Apalagi memakai pendekatan energi aura, sebagai bagian dari khazanah budaya Nusantara," kata dia kepada Tirto, Jumat, 24 Maret 2023.
Dia melanjutkan, pemilu presiden tahun depan berdasarkan prinsip one person, one value, one vote. Maka upaya untuk meningkatkan nilai elektoral menjadi sangat penting. "Jika Pak Prabowo maju kembali menjadi capres, tentu akan menambah semarak demokrasi di Indonesia," tutur Viva.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi alias Awiek mengatakan, pernyataan Budi itu tak berpengaruh apa pun dengan pihaknya.
“Tidak ada pengaruh buat PPP, itu hanya pendapat. Bagi PPP yang gabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu, (omongan Budi) tidak berpengaruh," kata dia.
Seharusnya Jaga Mulut
Peneliti politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai, bila pernyataan tersebut dilontarkan oleh sesama pegiat partai politik, maka wajar saja. Sebaliknya, jika kepala lembaga yang bicara, meski implisit, maka itu tak elok.
"Saya pikir pernyataan (Budi Gunawan) itu tidak pada kapasitasnya. Idealnya BIN tak perlu terlibat dalam urusan 'endorsement', karena kinerja dan profil lembaga ini seharusnya tidak perlu ekspose seperti demikian," ucap Wasisto kepada Tirto, Jumat (24/3/2023).
Hal yang menjadi kekhawatiran publik adalah tercederainya imparsialitas aparatur negara dari kepentingan politik praktis. Jika Budi tak bisa "menarik kembali" omongannya, maka Wasisto menilai Budi perlu mengklarifikasi.
Klarifikasi menjadi penting untuk tidak membiarkan masalah ini jadi polemik yang lebih besar. “Hal yang paling utama adalah para petinggi lembaga-lembaga serupa perlu membuat kesepakatan dengan publik untuk tidak berpihak kepada siapapun," tegas Wasisto.
Sementara itu, peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berkata, jika Budi menyampaikan hal itu dalam kapasitasnya sebagai Kepala BIN, maka Budi offside lantaran ia bergerak di luar koridor tugas dan wewenang BIN yang diatur melalui UU Nomor 17 Tahun 2011 maupun Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2020.
Menurut dia, Budi semestinya lebih berhati-hati dan memahami bahwa dirinya tidak memiliki keharusan untuk angkat bicara terkait isu tersebut.
“Sebagai Kepala BIN, beliau memang punya tanggung jawab untuk ikut memantau beragam isu yang berkaitan dengan dinamika politik, namun semua produknya hanya wajib disampaikan kepada presiden, bukan untuk menjadi pernyataan publik," terang Fahmi.
Pernyataan Budi tidak bisa serta-merta disimpulkan sebagai bentuk dukungan lembaga intelijen negara itu terhadap Prabowo. "Saya lebih melihat pernyataan itu sebagai bentuk kegenitan untuk terlibat dalam isu yang sedang banyak diperbincangkan, termasuk oleh sejumlah pejabat lain dalam pemerintahan," lanjut Fahmi.
Problemnya, kata dia, sulit untuk tidak mengaitkan pernyataan itu dengan perannya sebagai bagian dari komunitas intelijen yang memiliki kapasitas untuk melakukan upaya propaganda, penggalangan, pembentukan persepsi hingga kontra intelijen. Karena itu, jika mengacu pada mekanisme yang diatur UU dan Peraturan Presiden, maka Tim Pengawas Intelijen pada Komisi I DPR mesti memanggil Budi guna klarifikasi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz