tirto.id - Dalam sesi ke-7 (25/4/2020) acara perayaan Hari Buku Sedunia 2020, Perkumpulan Literasi Indonesia menghadirkan Roosie Setiawan, pegiat literasi anak dan penggerak komunitas Reading Bugs (komunitas membaca nyaring). Roosie hadir sebagai pembicara pada diskusi yang bertema "Membaca Nyaring untuk Keluarga".
Menurut Roosie, guru pertama dan utama dalam membaca seharusnya adalah orang tua. Mengapa demikian? Karena membaca bukan kegiatan yang mudah, apalagi bagi anak-anak. Oleh karena itu, imbuhnya, ketika anak belajar membaca maka harus melalui pengalaman yang menyenangkan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencapai hal tersebut adalah dengan membaca secara nyaring. Dikutip dari Jim Trelease--penulis Read-Aloud Handbook (2008)--Roosie mengatakan bahwa orang tua memiliki rasa cinta yang bisa ditularkan kepada anak. Oleh karena itu, membaca secara nyaring yang dilakukan orang tua bisa menjadi jalan bagi anak untuk menyerap bacaan, dan bisa jadi aktivitas yang menyenangkan.
"Mereka akan menyimpannya di dalam otak melalui suara kedua orang tuanya," ujar Roosie.
Materi yang disampaikan Roosie diawali dengan sebuah video singkat tentang praktik membaca nyaring. Dalam video tersebut, Roosie duduk di sebuah kursi menghadap anak-anak. Ia kemudian membacakan sebuah buku dengan nyaring. Anak anak lalu berebut mendekat, menyimak setiap kata yang ia ucapkan Roosie sembari menatap gambar di setiap halamannya.
Meniru dan Luangkan Waktu
Dua belas tahun lalu, Roosie Setiawan memulai sebuah kampanye membaca nyaring yang ia namai Reading Bugs. Ia menerjemahkan buku The Read Aloud Handbook milik Jim Trealease. Karena cukup berhasil dalam menumbuhkan minat baca kepada kedua anaknya, maka metode membaca nyaring itu ia bagikan secara luas kepada para orang tua.
Roosie menambahkan, membangun ekosistem membaca merupakan kunci penting dalam pembudayaan minat membaca. Keluarga sebagai unit sosialisasi pertama, memegang peran strategis dalam hal ini.
"Anak merupakan peniru ulung," ujarnya.
Ungkapan ini sejalan dengan teori Herbert Mead, psikolog Amerika, yang membabak 4 fase dalam proses sosialisasi. Tahap imitasi merupakan salah satu tahap dari proses tersebut. Dan anak-anak akan meniru orang-orang terdekatnya, termasuk orang tua.
Namun, pelbagai kendali kerap menjadi penghalang orang tua untuk bisa bersama dengan anak-anaknya. Kesibukan sehari-hari meringkus kesempatan untuk menjalankan metode membaca nyaring tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, Roosie membagikan tips sederhana, yakni sempatkan bertemu dan membaca meskipun hanya sebentar.
"Bacalah walau hanya sepuluh menit!" ujarnya.
Sederhana dan Penyembuhan
Membaca nyaring tidak membutuhkan alat peraga. Praktik ini hanya membutuhkan tiga elemen: (1) buku, (2) orang dewasa yang membacakan, dan (3) anak yang dibacakan atau mendengarkan cerita. Tidak perlu keterampilan khusus untuk membaca nyaring, sebab ia berbeda dengan mendongeng.
"Dengan media buku, anak terangsang secara visual untuk menafsirkan buku yang tengah dibacakan. Lama-kelamaan, tumbuh keinginan dalam diri anak untuk membaca sendiri buku tersebut. Bukan soal berapa banyak buku, tapi konsistensi dalam menjalankan jauh lebih penting," imbuh Roosie.
Contoh keberhasilan membaca nyaring disampaikan oleh Novikasari, editor sebuah penerbitan. Menurutnya, anaknya memiliki perbendaharaan kata yang jauh lebih banyak daripada anak-anak lain seumurannya. Bahkan tanpa dikomando, anaknya acap kali menyodorkan banyak buku untuk dibacakan. Pengalaman serupa juga dirasakan Kartini Damanik—guru bahasa Inggris--yang bisa menghabiskan empat buku dalam semalam untuk anaknya.
Perbincangan bersama Roosie Setiawan tak luput dari bahasan tentang pandemi. Menurut Kisyani Laksono—guru besar Universitas Negeri Surabaya—membaca nyaring mampu menjadi terapi bagi anak-anak, baik yang tengah dirawat di rumah sakit, maupun untuk mengusir kejenuhan anak yang terpaksa harus tetap di rumah karena pandemi.
Tidak Ada Kata Terlambat
Belum populernya metode membaca nyaring membuat banyak orang tua telat menyadari bahwa metode ini mampu menstimulus anak untuk suka membaca. Salah satu contoh diungkapkan oleh Arleen Amijaya--penulis buku anak—yang baru mengenal metode ini saat anak-anaknya telah duduk di bangku SMP, SMA, dan tingkat lanjutan.
Menurut Roosie, tidak ada kata terlambat bagi praktik membaca nyaring. Orang tua tinggal menyesuaikan bahan bacaan yang sesuai dengan usianya anaknya, sebab tak mungkin anak SMA disuguhi buku berisi gambar-gambar dengan satu baris kalimat.
Situasi pandemi mengingatkan kembali banyak pihak bahwa kewajiban mendidik adalah tugas bersama. Tidak hanya guru, tapi juga orang tua. Si tuasi ini bisa menjadi momentum yang baik untuk merekatkan kembali kedekatan anak dan orang tua melalui aktivitas membaca nyaring.
“Dengan memberi pengalaman membaca yang menyenangkan, anak akan bisa membaca, mau membaca, bahkan gemar membaca,” pungkas Roosie.
=======
Laporan ini ditulis oleh Joana Zettira (Pegiat Literasi dan Duta Museum DI Yogyakarta). Hari Buku Sedunia 2020 yang diadakan oleh Perkumpulan Literasi Indonesia berlangsung pada 23 April-2 Mei 2020. Tahun ini mengusung tema Indonesia Online Festival, "Book Lovers in the Time of Corona: Sharing, Collaboration and Create"
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti