tirto.id - Senin (25/8/2025) pagi, para wartawan Istana Kepresidenan dikejutkan dengan munculnya nama Brian Yuliarto dalam agenda pelantikan sejumlah kepala lembaga.
Mulanya, para peliput sempat mengira Brian akan di-reshuffle dan dialihfungsikan dari jabatan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) ke posisi lain. Namun, rupanya prediksi itu salah, Brian dilantik menjadi Kepala Badan Industri Mineral oleh Presiden Prabowo Subianto, tapi dia tidak meninggalkan posisi lamanya. Dia merangkap jabatan.
Badan Industri Mineral merupakan lembaga negara baru bentukan Prabowo. Badan baru ini dibentuk untuk mengelola material strategis, terutama yang vital bagi industri pertahanan nasional.
Alasan penempatan Brian sebagai Kepala Badan Industri Mineral
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menjelaskan ada sejumlah alasan Brian menempati Kepala Badan Industri Mineral. Salah satunya adalah rekam jejaknya yang pernah meneliti pengembangan nanomaterial untuk aplikasi sensor dan energi.
Prasetyo menambahkan kalau Brian akan mudah mengkoordinasikan Kemendiktisaintek dengan Badan Industri Mineral. Dengan demikian, Brian sengaja merangkap jabatan untuk kebutuhan dua instansi tersebut.
"Karena posisi beliau sebagai Mendikti, justru itu menjadi pertimbangan kunci bahwa kita menunjuk beliau," kata Prasetyo di Istana Kepresidenan, Senin (25/8/2025).
Jargon "Diktisaintek Berdampak" dinilai dapat terealisasi dengan baik bila dipimpin profesional lapangan yang memiliki pengalaman dalam dunia industri.
"Supaya pada saat nanti harus misalnya ya dalam tataran teknis itu bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset, dengan perguruan-perguruan tinggi, maka itu justru akan mempermudah kerja badan ini," urainya.
Di sisi lain, pemerintah tak ambil pusing soal isu rangkap jabatan yang menuai kritik dari publik. Prasetyo mengungkapkan bahwa pemerintah lebih fokus pada besarnya kesempatan dan potensi terkait kerja sama antara Kemendiktisaintek dengan Badan Industri Mineral.
“Karena ini diharapkan juga muatan teknologinya akan cukup banyak, jadi perkembangan-perkembangan yang ada di perguruan tinggi terkait dengan mineral jarang itu diharapkan bisa didorong untuk diaplikasinya di industri," jelasnya.
Walaupun lembaga dan pengurusnya telah ditetapkan, namun belum ada koordinasi mengenai tugas, pokok, dan fungsi Badan Industri Mineral. Prasetyo menjamin lembaga baru tersebut tak akan tumpang tindih dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
“Nanti kita tentu sesama badan negara akan mengordinasikan pembagiannya (tugas pokok dan fungsi),” tegasnya.
Menteri Rangkap Jabatan Berpotensi Melanggar Undang-Undang
Sikap presiden yang membiarkan menterinya merangkap jabatan dalam satu periode masa dinilai melanggar hukum. Peneliti Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Saleh menyebut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai landasannya.
Lebih tepatnya Pasal 23 beleid tersebut berbunyi:
"Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah."
"Larangan ini dibuat untuk mencegah konflik kepentingan, menjaga fokus kerja, dan memastikan tata kelola pemerintahan berjalan dengan baik," kata Saleh dalam keterangan yang Tirto terima, Selasa (26/8/2025).
Selain itu, menurut dia, kebijakan rangkap jabatan di internal kabinet menjadi pertanda kalau kepala negara abai untuk memberi teladan terkait meritokrasi di pemerintahannya.
"Namun, penunjukan ini justru mengabaikan prinsip dasar tersebut. Presiden memberi contoh buruk dengan melanggar aturan yang jelas-jelas berlaku," kata Saleh.

Dia menambahkan jabatan Brian sebagai Mendiktisaintek bukanlah perkara remeh yang bisa dikesampingkan sembari menjalankan jabatan lain. Saleh menyebut pendidikan tinggi dan riset di Indonesia masih punya banyak masalah yang harus segera diperbaiki.
"Seorang Menteri Pendidikan Tinggi yang seharusnya fokus memperbaiki kualitas pendidikan dan riset nasional, kini dibebani kepentingan lain yang sangat berbeda, yakni pengelolaan industri mineral. Akibatnya, efektivitas kerja berkurang dan prinsip good governance terabaikan," kata dia.
Saleh mengusulkan Prabowo untuk kembali mengevaluasi kebijakan pemberian jabatan ganda. Dia khawatir jika praktik serupa dibiarkan terus menerus berjalan maka akan menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan.
"Jika praktik rangkap jabatan dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan. Negara tidak boleh dikelola dengan melanggar hukum dan mengorbankan asas-asas pemerintahan yang baik," jelasnya.
Rangkap jabatan tidak melanggar UU selama masih satu fungsi kebijakan
Sementara itu Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto, membela Brian yang merangkap jabatan. Menurutnya, hal itu tidak melanggar Undang-Undang selama masih dalam satu fungsi kebijakan.Dia memberi contoh beberapa kementerian dan kepala lembaga yang merangkap jabatan seperti Menteri PPN merangkap Kepala Bappenas dan Menteri Investasi merangkap Kepala BKPM. "Ini masih dimengerti, karena yang satu fungsi kebijakan yang lain fungsi pelaksana, bisa saling bersinergi," kata Mulyanto, Selasa (27/8/2025).
Meski bukan kader PKS, Brian yang alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), pernah menjabat sebagai Ketua Pusat Informasi dan Pelayanan PKS di Jepang pada tahun 2004. Kala itu di Negeri Sakura, Brian tengah melanjutkan studi pascasarjana.

Terkait dengan potensi melanggar Undang-Undang, Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lalu Hadrian Irfani, tidak ambil pusing. Sebagai mitra kerja Kemendiktisaintek, Komisi IX DPR yakin keputusan itu tidak akan mengganggu kerja menteri.
"Tentunya penunjukkan menteri dan kepala badan adalah hak prerogatif presiden. Saya meyakini presiden sudah memiliki pertimbangan yang matang dalam memilih Prof. Brian," kata Lalu saat dihubungi Tirto, Selasa (26/8/2025).
Politisi PKB tersebut menambahkan, Badan Industri Mineral yang kini dipimpin oleh Brian, masih memiliki korelasi dengan Kemendiktisaintek.
Sementara dia juga mengatakan belum mengetahui siapa yang akan menjadi mitra kerja Badan Industri Mineral di DPR. "Sampai saat ini belum ada keputusan final terkait mitra kerja komisi," ujarnya.
Rangkap Jabatan, Preseden Buruk Pemerintahan Prabowo yang Terus Berulang
Jika mengikuti perjalanan pemerintahan Prabowo sejak dibentuk pada 20 Oktober 2024, kebijakan rangkap jabatan di internal kabinet bukanlah hal yang baru.
Terdapat sekitar 30 wakil menteri yang juga menjabat sebagai komisaris BUMN. Para wakil menteri tersebut menjadi komisaris di perusahaan yang tak memiliki kaitan dengan kerja-kerja di kementerian.
Posisi para wakil menteri yang merangkap sebagai komisaris sebetulnya melanggar aturan konstitusi. Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa seorang wakil menteri dilarang merangkap jabatan menjadi komisaris atau dewan pengawas BUMN. Hal ini tertuang dalam pertimbangan hukum atas sidang perkara nomor 21/PUU-XXIII/2025, yang mempertegas ketentuan Pasal 23 UU 39/2008.
Seakan bebal dan tak mau mendengarkan aturan hukum dari MK, Prabowo tetap membiarkan anak buahnya untuk bisa memiliki jabatan ganda di dalam Kabinet Merah Putih.
Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudi Latif, mengungkapkan rangkap jabatan di internal pemerintah, menunjukkan rusaknya tatanan birokrasi dan matinya meritokrasi.
"Ya, semestinya nggak boleh rangkap jabatan. Tapi sekarang kan sudah tidak ada tatanan, sudah tidak ada aturan," kata Yudi, Selasa (26/8/2025) kepada Tirto.
Kekhawatiran malah tak optimal bekerja di dua jabatan
Sementara Direktur The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Adinda Tenriangke Muchtar, melihat ini bukan hal baru. Fenomena rangkap jabatan juga terjadi sebelumnya. Bagi-bagi kursi komisaris BUMN ditengarai dilakukan sebagai aksi balas budi politik."Ini kan sebenarnya bukan fenomena baru, dan sudah terjadi sejak era pemerintahan Jokowi, ketika relawannya masuk," kata Adinda, kepada Tirto, di kesempatan terpisah hari yang sama.
Dalam kasus rangkap jabatan Brian sebagai Mendiktisaintek dan Kepala Badan Industri Mineral, Adinda memberi catatan khusus. Menurutnya, rangkap dua jabatan tersebut akan menimbulkan tantangan tersendiri.
Sebab isu perguruan tinggi dan riset bukan hanya soal teknis dan sains semata, namun juga ada keterlibatan unsur manusiawi di dalamnya. Ada proses belajar-mengajar, Tridharma Perguruan Tinggi, dan pengaturan birokrasi yang melibatkan ribuan mahasiswa dan dosen seluruh Indonesia di dalamnya.
"Dikhawatirkan jika ada rangkap jabatan seperti ini, kalau tupoksinya tidak jelas malah akan membuat posisi Prof. Brian menjadi tidak optimal di dua lembaga tersebut," katanya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































