tirto.id -
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPANRB) Tjahjo Kumolo mengakui masih terdapat banyak lubang dalam sistem manajemen anti penyuapan. Kendati demikian, sistem tersebut diklaim sudah mencapai 96,02 persen.Tjahjo mengakui itu saat menyampaikan capaian strategi nasional (Stranas) pencegahan korupsi (PK) tahun 2019-2020, sekaligus merilis strategi untuk 2021-2022 bersama Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) yang terdiri dari KPK, Kemendagri, KemenPANRB, Bappenas, dan KSP."Sistem manajemen antipenyuapan, walaupun di sana-sini masih terdapat lubang-lubang, tapi alhamdulillah sudah bisa mencapai 96,02 persen. Ini kami juga mengapresiasi dari KPK dengan Korsugapnya dengan tim-tim korwilnya yang terus masuk ke semua daerah, semua kementerian lembaga, dan instansi yang ada," kata Tjahjo saat diskusi secara daring, Selasa (13/4/2021).Kemudian mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu menjelaskan berkaitan dengan perizinan dan tata niaga, yaitu dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan bantuan sosial (Bansos), sudah mencapai 89,99 persen. Lalu integrasi dan sinkronisasi data impor pangan strategis mencapai 93,23 persen. Selanjutnya berkaitan dengan perizinan dan tata niaga, yaitu penetapan masalah kawasan hutan mencapai 91,20 persen. Namun, dia mengakui terdapat kendala dan tantangan selain masalah anggaran yang belum teralokasi untuk percepatan penetapan kawasan hutan.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menurutnya, juga mengalami kesulitan melakukan revisi Peraturan menteri percepatan PKH, dan lain-lain."Kendala yang saya kira ini masih harus segera disinkronkan dengan UU Cipta Kerja yang ada," ucapnya.Selanjutnya, Tjahjo menuturkan penguatan pemanfaatan basis data mencapai 93,54 persen. Kata dia, capaian data base dan pelaporan online sudah tersedia lewat berbagai portal yang ada. Akan tetapi, terdapat kendala dan tantangan seperti tidak patuhnya korporasi melaporkan ke website yang ada. Hal itu disebabkan karena tidak ada mekanisme sanksi yang diatur oleh Kemenkumham. "Saya kira ini yang mejadi titik poin permasalahan," tuturnya.Tjahjo juga mengklaim perihal perizinan dan tata niaga yang berkaitan dengan penghapusan surat keterangan domisili serta izin gangguan (hinder ordonantie/HO) sudah mencapai 100 persen. "Capaian ini adalah penghapusan daripada HO yang tersisa di 76 daerah dan telah tercapai dengan baik," imbuhnya.Lalu, percepatan pelaksanaan online single submision sudah mencapai 94,4 persen. Capaian ini juga sudah teridentifikasi dengan tertuang Perka BPS Nomor 2 Tahun 2020.Terakhir, terkait masalah implementasi kebijakan satu peta yang baru mencapai 68,57 persen. Tjahjo mengakui terdapat sejumlah kendala dan tantangan berkaitan dengan data SK, lampiran peta, peta digital, terutama izin yang diterbitkan sebelum tahun 2013 banyak yang tidak terdokumentasi dengan baik. "Saya kira perusahaan tidak menyampaikan data yang diperlukan, sehingga banyak terjadi perizinan yang sudah tidak sesuai. Misalnya antara IUP lebih luas dari ILOK, perusahaan tidak operasional dan tidak adanya titik koordinat yang baik," terangnya.
Baca juga:
Baca juga artikel terkait PENCEGAHAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan
tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri