tirto.id - Penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor PT Johnlin Baratama Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan tidak membuahkan hasil. Diduga kegiatan tersebut telah bocor dan Undang-Undang KPK terbaru disebut jadi biang keladi masalah ini.
"Di dua lokasi tersebut tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (12/4/2021). Dia mengatakan dokumen-dokumen tersebut telah dibawa lari menggunakan truk.
Ali Fikri mengingatkan agar semua pihak koperatif dalam penanganan kasus korupsi, sebab merintangi atau menghalangi kerja penyidik KPK melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tipikor yang mengancam bui.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan mengatakan akan mengusut kebocoran tersebut. "Namun tentunya perlu ada informasi-informasi awal tentang siapa yang membocorkan," ujar Tumpak, Sabtu (10/4/2021).
Penggeledahan dilakukan dalam konteks penyidikan kasus dugaan suap di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kasus ini diduga melibatkan bekas Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat 1 Kerja Sama Dukungan Pemeriksaan, Dadan Ramdani. Sebanyak empat orang konsultan pajak juga disebut-sebut telah ditetapkan sebagai tersangka.
Nilai suap dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp50 miliar. Sedikitnya ada tiga nama perusahaan yang diduga terlibat, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations.
Sebelum penggeledahan ini, tepatnya 18 Maret 2021, penyidik KPK juga telah mendatangi kantor pusat PT Johnlin Baratama di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tetapi tidak ada satu pun pegawai atau dokumen.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut ini bukan pertama kali info penggeledahan bocor. Kasus lain dalam penyidikan kasus suap bantuan sosial COVID-19 yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara. Ketika disatroni sudah tidak ada lagi barang bukti yang tersisa.
Karenanya, ia menuntut KPK bertindak aktif dengan menggelar pengusutan internal oleh Dewan Pengawas dan penyelidikan obstruction of justice.
Kurnia menilai kebocoran informasi soal penggeledahan terjadi akibat revisi UU KPK, dan hal ini sudah diwanti-wanti sejak peraturan tersebut digodok.
Dalam undang-undang KPK sebelumnya, penggeledahan dilakukan dengan mekanisme Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Regulasi itu menyebutkan bahwa dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke ketua pengadilan negeri," kata Kurnia lewat keterangan tertulis, Senin (12/4/2021).
Sementara dalam undang-undang terbaru, penggeledahan dilakukan atas izin Dewan Pengawas. Kurnia menilai hal itu membuat kerja penyidik menjadi lamban karena harus mengikuti proses birokrasi dari bawah hingga ke pucuk.
"Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas," bunyi pasal 47 UU KPK.
Ketika mendapat informasi barang bukti telah dipindah ke tempat lain, penyidik tidak bisa langsung bergerak tetapi harus mengurus izin penggeledahan baru.
Dalam kasus lain, untuk pertama kalinya dalam sejarah bahkan KPK mengumumkan kapan akan melakukan penggeledahan, dan itu dilakukan berhari-hari setelah operasi tangkap tangan (OTT).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino