tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pembahasan pajak digital di pertemuan G20 mengalami hambatan. Ia bilang pertemuan yang berlangsung pada 18 Juli 2020 seharusnya sudah bisa menyepakati ketentuan pembagian pajak penghasilan perusahaan digital tetapi tidak diterima Amerika Serikat.
“Sebetulnya diharapkan Juli 2020 sudah ada kesepakatan, tapi dengan AS lakukan langkah untuk tidak menerima dulu,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Senin (20/7/2020).
Dalam pembahasan G20 itu, sedikitnya ada 2 pilar yang sedianya mau disepakati negara-negara anggota. Antara lain pilar 1 tentang unified approach. Maksudnya kesepakatan hak pemajakan bagi korporasi digital yang beroperasi lintas batas negara. Di dalamnya ada skema bagaimana membagi penerimaan pajak untuk PPh dan pajak dari keuntungan di tiap negara berdasarkan wilayah operasi perusahaan itu.
Pilar kedua berbicara mengenai erosion proposal. Maksudnya memastikan pemajakan perusahaan digital ini tidak menyebabkan adanya tarif yang lebih rendah dari tarif pajak efektif. Pilar kedua ini dianggap perlu lantaran negara G20 menyoroti adanya kebijakan sejumlah negara yang terbiasa memberi fasilitas pajak sehingga sangat ringan bagi perusahaan digital yang bersangkutan.
“Tentu tidak bisa disaingi negara biasa yang harus hadapi banyak kebutuhan penerimaan negaranya,” ucap Sri Mulyani.
Dengan penolakan AS itu, Sri Mulyani menyatakan perlu langkah-langkah lebih konkret kedepannya agar kesepakatan ini bisa segera dijalankan. Ia mengaku optimis COVID-19 akan mendorong negara-negara G20 memiliki pemahaman bahwa perkembangan era digital semakin cepat sehingga perlu diantisipasi.
“Oleh karena itu penting untuk persetujuan antar anggota G20 atau secara global terhadap international tax regime terutama terkait digital ekonomi jadi sangat penting,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Reja Hidayat