tirto.id - Genderang perang antara Go-Jek dan Grab dalam merebut pangsa pasar seluas-luasnya baik di Indonesia maupun di negara Asia Tenggara lainnya semakin santer terdengar. Beberapa kali, kedua super-app itu harus bentrok untuk lebih unggul.
Di banyak kota, kedua aplikasi tersebut memulai perang harga. Sama-sama memangkas biaya untuk naik mobil, motor, dan layanan lainnya. Tak hanya dari sisi harga, kedua aplikasi itu juga berkompetisi dari sisi pendanaan.
Juli 2019 ini bisa dibilang menjadi bulan yang sibuk bagi Go-Jek. Investor berduyun-duyun menanamkan modalnya di perusahaan aplikasi besutan Nadiem Makarim ini. Terbaru adalah Visa, perusahaan jasa keuangan multinasional asal Amerika Serikat.
Visa berinvestasi di pendanaan Seri F Go-Jek. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung ekspansi Go-Jek di Asia Tenggara. Kedua korporasi juga bakal berkolaborasi dalam menyediakan solusi pembayaran yang inovatif bagi konsumen.
"Kami sangat senang tentang kemitraan ini karena Visa dan Go-Jek memiliki tujuan yang sama [meningkatkan akses keuangan di Asia Tenggara]," kata Chris Clark, Presiden Regional Asia-Pasifik Visa dikutip dari Businesstimes.
Pada pekan ketiga Juli ini, Visa menjadi investor kelima Go-Jek untuk pendanaan Seri F. Sebelum Visa, investor Go-Jek untuk Seri F itu antara lain Mitsubishi Motors, Mitsubishi Corporation, dan Mitsubishi UFJ Lease & Finance.
Siam Commercial Bank juga tidak ketinggalan ikut dalam pendanaan Seri F Go-Jek. Sayang, baik Visa, Mitsubishi maupun Siam Commercial Bank tidak mengungkapkan besaran nilai investasinya.
Sementara itu, Presiden Go-Jek Andre Soelistyo menilai dukungan para investor terhadap penggalangan dana Go-Jek menunjukkan bahwa mereka percaya diri terhadap visi jangka panjang Go-Jek di Asia Tenggara.
"Mereka [investor] menunjukkan keyakinan yang sangat kuat terhadap visi jangka panjang kami dalam mengembangkan fase baru teknologi di Asia Tenggara," jelas Andre dikutip dari Businesstimes.
Di lain pihak, Grab juga sebenarnya tidak kalah dengan Go-Jek. Perusahaan yang berbasis di Singapura itu juga mendapatkan investor baru untuk pendanaan Seri H Grab pada awal Juli ini, yaitu Experian, perusahaan jasa keuangan asal AS.
Lantas, mana yang paling unggul terkait pendanaan ini?
Menurut data dari Crunchbase, nilai pendanaan Grab tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan Go-Jek. Sampai Juli 2019 ini, Grab berhasil menggalang dana sebesar 9,1 miliar dolar AS dari 44 investor.
Pada saat yang sama, Go-Jek berhasil mendapatkan pendanaan sebesar 3,1 miliar dolar AS dari 28 investor. Perusahaan asal AS menjadi yang paling banyak menempatkan modalnya di Go-Jek dan Grab. Disusul, Cina dan Jepang, serta Singapura.
Besarnya pendanaan juga sejalan dengan besarnya cakupan layanan Grab di Asia Tenggara. Grab saat ini sudah beroperasi di delapan negara, termasuk Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, Myanmar dan Kamboja.
Sementara itu, Go-Jek baru melayani di lima negara saja, yakni Indonesia, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Singapura. Jika melihat jumlah negara yang dilayani, maka boleh jadi pangsa pasar Grab lebih besar ketimbang Go-Jek.
Studi dari ABI Research menyebutkan hal tersebut. Menurut studi itu, pangsa pasar transportasi daring Grab di Indonesia saja sudah mencapai 62 persen pada Juni 2018, meskipun pada saat yang sama Go-Jek membantah hasil studi ABI Research itu.
Bantahan Go-Jek ini, sementara itu, sejalan dengan data Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut KPPU, pangsa pasar Go-Jek untuk industri transportasi berbasis teknologi di Indonesia sudah sekitar 80 persen per April 2018.
"Persaingan" Investor Grab dan Go-Jek
Terlepas dari siapa yang menguasai pasar, persaingan Go-Jek dan Grab sebenarnya juga menjadi arena persaingan di antara investor atau mitra bisnis kedua raksasa startup tersebut yang kerap berkelindan di sektor usaha yang sama.
Dari sektor otomotif, misalnya, Go-Jek didukung oleh Mitsubishi, selaku perusahaan otomotif asal Jepang. Sementara itu, Grab didukung Yamaha, Toyota dan Honda. Semuanya merupakan perusahaan otomotif asal Jepang.
Di sektor perbankan juga demikian. Go-Jek didukung Siam Commercial Bank, bank asal Thailand. Sementara Grab didukung oleh Kasikornbank yang juga merupakan bank asal negeri gajah putih.
Ada lagi dari bisnis penyedia kartu kredit. Perusahaan kartu kredit asal AS, Visa mendukung Go-Jek. Sementara rivalnya, Mastercard, yang juga merupakan perusahaan kartu kredit asal AS, mendukung Grab.
Perusahaan taksi dari Indonesia juga tidak ketinggalan mendukung Go-Jek dan Grab. Go-Jek menjadi mitra bisnis dari PT Blue Bird Tbk. Adapun Grab menjadi mitra bisnis PT Express Transindo Utama Tbk., selaku pemegang merek Taksi Express.
Akademisi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai investasi di perusahaan digital, seperti fintech, dan aplikasi lainnya memang sedang menjadi tren. Apalagi, penetrasi pasar mereka sangatlah luas.
"Lihat saja Grab dan Go-Jek itu, user base mereka sampai jutaan dan masih terus tumbuh seiring dengan ekspansi mereka di Asia Tenggara. Investor tentu melihat potensi ini," tutur Faisal kepada Tirto.
Potensi yang dimaksud adalah terbukanya peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan calon konsumen atau pasar baru yang belum terjamah. Potensi itu bisa juga dilihat dari imbal hasil pendanaan mereka di Go-Jek ke depan.
Oleh karena itu, tak heran jika korporasi mulai menanamkan modalnya di perusahaan digital. Selain itu, pertimbangan korporasi lainnya adalah menjaga posisi atau pangsa pasar mereka agar tidak kalah dengan kompetitor.
"Agar bisa kompetitif, sering kali apa yang dilakukan suatu perusahaan akan juga diikuti oleh pesaingnya. Ini juga terjadi terhadap investor Grab dan Go-Jek. Jadi sebenarnya kompetisi itu tidak hanya Grab dengan Go-Jek, tetapi investornya juga," kata Faisal.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara