Menuju konten utama

Menguji Gagasan RK Manfaatkan Aset Nganggur untuk Ruang Kreatif

Gagasan Ridwan Kamil tentang ruang kreatif mesti ditimbang betul, sebab kebutuhan warga Jakarta dengan Bandung berbeda. Lagi pula di DKI sudah ada RPTRA.

Menguji Gagasan RK Manfaatkan Aset Nganggur untuk Ruang Kreatif
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan pidato pembuka saat peresmian kampanye Gerakan Indonesia Bersama UMKM dan ajang Gernas Bangga Buatan Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/4/2021). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.

tirto.id - Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil (RK), berjanji akan memperbanyak ruang kreatif di Jakarta jika dirinya terpilih menjadi gubernur pada Pilkada Jakarta 2024. Menurutnya, ruang-ruang kreatif ini nantinya akan dibangun atau dimanfaatkan di atas aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta yang tak terpakai.

“Banyak aset pemprov yang saya dapati nganggur, sehingga ini bisa dimanfaatkan," kata RK usai berdiskusi dengan para pelaku ekonomi kreatif Jakarta di Urban Forest, Cipete, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (17/10/2024).

Mantan Gubernur Jawa Barat itu hendak menyulap lahan-lahan tidur Pemprov Jakarta untuk dijadikan ruang publik seperti Urban Forest, M Bloc, dan lainnya. Dengan begitu, RK berharap ekonomi kreatif semakin berkembang serta membawa Jakarta menjadi kota ekonomi kreatif bertaraf global.

Peneliti Institute For Demagraphic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai secara umum gagasan RK untuk menyulap lahan tidur di Jakarta menjadi ruang publik kreatif memungkinkan untuk direalisasikan. Salah satu faktor kunci yang mendukung hal ini adalah ruang fiskal APBD Jakarta yang relatif memadai. Ini memungkinkan pemprov untuk mengalokasikan anggaran untuk revitalisasi aset tidur.

Selain itu, potensi untuk menarik perusahaan besar berkolaborasi dengan Pemprov Jakarta juga sangat terbuka lebar. Tentu, menurut Anwar, ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan rencana penyulapan lahan tidur menjadi ruang kreatif.

“Banyak perusahaan, terutama yang bergerak di sektor teknologi, seni, dan kreativitas, kini tertarik untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang mendukung komunitas kreatif,” ujar Anwar kepada Tirto, Kamis (17/10/2024).

Poin pendukung selanjutnya, kata Anwar, adalah latar belakang Ridwan Kamil yang merupakan seorang arsitek berpengalaman dalam menciptakan ruang publik inovatif, seperti taman-taman unik di Bandung. Dengan latar belakang itu, maka alih fungsi terhadap lahan-lahan tidur untuk ruang kreasi di Jakarta bukan sesuatu yang mustahil di tangannya.

Sementara Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan ide gagasan RK ini memang cukup bagus jika diimplementasikan. Mengingat aset-aset yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Pemprov Jakarta selama ini akan menimbulkan kerugian secara ekonomi. Maka, ketika itu dimanfaatkan, bisa membuat perputaran ekonomi berjalan.

“Buat anak muda pun sebenarnya masih sangat butuh tempat untuk menjadi ruang kreatif,” ujar Huda kepada Tirto, Kamis (17/10/2024).

Namun, kata Huda, ruang-ruang kreatif ini memang harus dimanfaatkan lebih banyak untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Terkhusus bagi UMKM, anak muda, yang bergerak di bidang ekonomi kreatif.

“Jadi memang sangat berguna jika dimanfaatkan dengan optimal buat UMKM anak muda,” ujarnya.

RPTRA di Ibu Kota

Fasilitas ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Ibu Kota. tirto.id/Riyan Setiawan

Tantangan Mendasar

Namun demikian, lanjut Huda, tantangannya adalah akses transportasi masih sangat terbatas jika aset-aset pemprov yang menganggur itu disulap menjadi ruang kreatif. Pasalnya, sejauh ini ada beberapa ruang kreatif yang sudah dilewati oleh transportasi umum, tapi belum semuanya dijangkau.

Di luar masalah akses transportasi, IDEAS melihat ada tantangan mendasar yaitu dari aspek legalitas aset. Berdasarkan data yang dihimpun oleh IDEAS, sebanyak 5.463 dari 11.466 bidang tanah milik Pemprov Jakarta belum memiliki sertifikat. Tanpa sertifikasi, lahan ini tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal karena status hukumnya tidak jelas

"Sertifikasi lahan merupakan hal mendasar yang harus diselesaikan terlebih dahulu untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi aset dari penyalahgunaan atau klaim pihak ketiga," kata Anwar.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengatakan ketika RK ingin implementasikan gagasannya tersebut harus dilihat dulu kenapa lahan tersebut menganggur atau tertidur. Karena bisa jadi, kata dia, lahan-lahan tersebut memang bermasalah.

"Dia harus cari tahu dulu kenapa lahan itu tidur. Kemudian baru mau dibangun apa. Saya selalu katakan, selalu buat studi antropologi sosial supaya jangan salah bangunan itu," kata Agus kepada Tirto, Kamis (17/10/2024).

Maka lanjut Anwar kembali, penyulapan lahan tidur menjadi ruang kreatif ini perlu dilihat dari berbagai sudut. Terutama bagaimana kebijakan ini dapat benar-benar bermanfaat bagi seluruh lapisan warga Jakarta, terutama yang berasal dari kelompok masyarakat kecil.

Setidaknya, kata Anwar, ada tiga poin yang harus diperhatikan oleh RK. Pertama, soal inklusivitas dan aksesibilitas. Karena yang perlu dipastikan adalah ruang-ruang kreatif yang dibangun di atas lahan tidur harus dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk masyarakat kecil. Jika ruang kreatif hanya dinikmati oleh kelas menengah ke atas atau kelompok tertentu, maka kebijakan ini akan gagal memenuhi kebutuhan rakyat kecil.

"Oleh karena itu, penting bagi Pemprov Jakarta untuk mengembangkan kebijakan yang menjamin akses gratis atau terjangkau bagi masyarakat kecil, terutama untuk program-program pelatihan, pameran, dan kegiatan kreatif lainnya yang dapat meningkatkan keterampilan dan penghasilan mereka," jelasnya.

Kedua, partisipasi dan keterlibatan komunitas lokal. Menurutnya, sangat penting untuk proyek revitalisasi ini melibatkan komunitas lokal dalam perencanaannya. Maka, seluruh warga yang tinggal di sekitar lahan tidur harus diajak berdialog dan dilibatkan dalam proses desain dan penggunaan ruang tersebut.

Karena, menurut Anwar, ruang kreatif itu bisa menjadi alat pemberdayaan bagi masyarakat jika diorientasikan untuk mendukung ekonomi informal. Seperti halnya dalam menyediakan ruang untuk pedagang kecil, seniman lokal, atau wirausahawan kecil yang sering kali kesulitan mendapatkan tempat usaha yang layak di tengah tingginya harga properti di Jakarta.

Ketiga, tidak kalah penting adalah pemberdayaan ekonomi rakyat. Ruang kreatif yang dibangun, kata Anwar, harus bisa diarahkan untuk memberdayakan ekonomi rakyat kecil. Misalnya, co-working space yang ada tidak hanya untuk pekerja kreatif dari kelas menengah, tetapi juga untuk pedagang atau wirausahawan mikro yang membutuhkan ruang untuk mengembangkan usahanya.

"Jika perusahaan besar terlibat, mereka perlu diajak berkolaborasi untuk mendanai pelatihan, pendampingan usaha, atau investasi modal bagi masyarakat kecil agar mereka dapat ikut menikmati manfaat dari transformasi lahan ini," kata Anwar.

Rapat pleno pengundian nomor urut Cagub-Cawagub DKI Jakarta

Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata (kiri) berfoto dengan pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil dan Suswono yang menunjukkan nomor urutnya saat rapat pleno pengundian dan penetapan nomor urut Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di KPU DKI Jakarta, Jakarta, Senin (23/9/2024). Pasangan Ridwan Kamil dan Suswono mendapatkan nomor urut satu, pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana mendapatkan nomor urut dua, serta pasangan Pramono Anung-Rano Karno mendapatkan nomor urut tiga pada Pilkada 2024. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/aww.

Kebutuhan Jakarta Tak Serupa dengan Bandung

Di sisi lainnya, Agus Pambagio, juga menyoroti perihal pembangunan ruang kreatif yang digagas oleh RK. Mengingat, RK disebutnya telah gagal membangun ruang-ruang kreatif itu di Bandung.

"Tapi untuk tempat kreatif dia (RK) juga nggak berhasil bangun. Kan di Jawa Barat, di Bandung. Nah dia mau bangun apa itu? Kita belum tahu seperti apa. Tempat ruang kreatif kan beda. Dia kan selalu pakai referensinya waktu di Bandung," katanya.

Menurut Agus, Bandung dengan Jakarta tentu tidak bisa disamakan. Karena Jakarta masyarakatnya lebih heterogen. Sementara di Bandung lebih pada posisi sosialnya.

"Jadi berbeda kebutuhan yang kreatif itu apa gitu. Belum jelas. Dia belum menjelaskan mau jadi apa gitu," ujanrya.

Agus melanjutkan, jika dilihat secara kebutuhan masyarakat Jakarta umumnya, aset-aset tertidur ini sebaiknya disulap untuk membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Menurutnya ini lebih memungkinkan, karena pernah dilakukan oleh Gubernur Jakarta sebelumnya yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Dulu kan zaman Ahok ada RPTRA itu. RPTRA itu tempat ngumpul orang terutama di daerah kumuh kan yang tidak punya rumah. Jadi itu untuk tempat orang bersosialisasi menghabiskan waktu," kata dia.

Hingga 2018, Pemprov Jakarta telah mendirikan 296 RPTRA yang terdapat di setiap kecamatan. Jumlah tersebut sudah melampaui target yang awalnya berjumlah 267.

Dari angka tersebut, sejumlah 228 unit RPTRA dibangun dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara 68 unit dibangun dengan menggunakan sumbangan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi