Menuju konten utama

Mengenal Tradisi Munggahan Atau Punggahan Sambut Puasa Ramadhan

Munggahan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di Jawa Barat. Sedangkan, punggahan adalah tradisi yang dilakukan di pulau Jawa.

Mengenal Tradisi Munggahan Atau Punggahan Sambut Puasa Ramadhan
Umat muslim membaca surah Yasin di malam nisfu Syaban 15 Sya'ban 1443 Hijriah di Masjid Al-Barkah, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (17/3/2022). ANTARA FOTO/Suwandy/foc.

tirto.id - Tradisi menyambut bulan Ramadan di Indonesia sangat beragam, seperti munggahan atau punggahan. Keduanya merupakan tradisi yang sama hanya berbeda wilayah.

Yang mana, munggahan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di Jawa Barat. Sedangkan, punggahan adalah sebutan untuk tradisi yang dilakukan di pulau Jawa secara keseluruhan.

Mengutip laman Kabupaten Kebumen, punggahan berasal dari kata munggah (bahasa Jawa) yang berarti naik. Maksudnya, masuknya bulan Ramadan perlu disambut dengan iman yang harus lebih ditingkatkan lagi.

Punggahan ini bertujuan untuk mengingatkan para umat muslim bahwa Ramadan akan segera tiba, dan juga untuk mengirim doa pada orang-orang yang telah meninggal dunia.

Pungahan ini biasanya dilakukan di rumah dengan mengundang tetangga sekitar dan kyai untuk memimpin pembacaan tahlil dan doa, atau bisa juga diadakan di masjid atau musala-musala yang ada.

Biasanya jika punggahan itu dilakukan di rumah hidangan yang harus ada adalah nasi kluban, bubur nasi, dan menu wajib pada tumpeng yang harus ada yaitu apem, pasung, gedang rojo (pisang raja) dan ketan. Sedangan jika di masjid atau musala hanya membawa empat menu wajib tersebut.

Sejarah Punggahan

Mengutip jurnal berjudul Tradisi Punggahan Menjelang Ramadhan oleh Salma Al Zahra Ramadhani dan Nor Mohammad Abdoeh, tradisi punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa terutama Jawa Tengah.

Saat itu Sunan Kalijaga menggunakan metode akultrasi budaya ketika melakukan penyebaran agama Islam.

Punggahan biasanya dilakukan di rumah, masjid ataupun musala dengan mengundang sanak saudara dan tentangga sekitar serta seorang kyai untuk memimpin tahlil dan doa.

Menu yang wajib disediakan saat punggahan adalah apem, pasung, pisang raja, dan ketan. Yang mana, menu yang dibawa saat punggahan ini memiliki makna tersendiri dengan menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Maka dari itu menu ini wajib ada ketika punggahan agar makna yang terkandung dapat tersampaikan dan dapat membersihkan jiwa untuk menuju bulan yang mulia yaitu bulan Ramadan yang dirayakan oleh umat Islam.

Ketan sendiri mirip dengan beras yang termasuk ke dalam kelompok biji-bijian serelia yang ukurannya agak besar, bulat dan lonjong serta warna ketan yang putih susu ini seperti melambangkan kesucian yang akan diperoleh oleh masyarakat sebelum memasuki bulan Ramadan.

Ketan berasal dari Bahasa Arab yaitu “Qhotoan” yang artinya kotoran. Jika kita banyak kesalahan terhadapa sesama manusia maupun kepada Allah SWT menjelang itulah kita untuk membersihkan diri dengan cara bersedekah lewat tradisi punggahan ini.

Kemudian, apam atau apem yang campuran di dalamnya terdiri dari telur, gula, santan, tape dan garam ini bentuknya hampir menyerupai serabi yang sering kita jumpai serta cara memasakanya dengan dikukus.

Apem berasal dari Bahasa Arab yaitu ” Afwan” yang artinya maaf atau ampunan, artinya sebelum memasuki bulan Ramdan kita harus memohon ampun kepada Allah.

Sementara itu, kue pasung yang bentuknya seperti contong namun itu aslinya juga apem hanya saja bentuknya yang berbeda. Pasung diambil dari bahasa Arab, yaitu “fashoum” atau dalam bahasa Jawa, pasung maknanya mengikat atau memasung diri kita dari hawa nafsu.

Jadi hawa nafsu itu dipasung agar hawa nafsu itu ketika memasuki bulan suci Ramadan tidak melakukan hal-hal yang di luar ajaran agama atau melanggar syariat agama Islam, termasuk memasung amarah agar ketika Ramadan hati kita lebih sabar dengan segala apa pun itu yang sedang kita jalani.

Selain itu, pisang raja, buah yang memiliki biji lembut ini baik untuk kesehatan dan makna yang terkandung bahwa gedang rojo itu berasal dari Bahasa Arab yaitu “ghodhan rojaa” bahwa kita punya harapan agar diberikan apa yang kita minta kepada Allah SWT.

Kita juga memohon agar besok saat memasuki bulan Ramadan dengan makna ketan tadi qhotoan yang artinya kotoran, apem yang artinya afwan, pasung yang artinya memasung hawa nafsu, semoga harapan dari makna makanan tersebut dapat dikabulkan.

Makanan yang dibawa ini pada dasarnya sebagai simbol datangnya bulan suci Ramadan yang diperintahakan untuk kita mensucikan diri, saling memaafkan terhadap sesama dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Baca juga artikel terkait TRADISI MUNGGAHAN atau tulisan lainnya dari Maria Ulfa

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Addi M Idhom