tirto.id - Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan, sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia biasa melakukan berbagai persiapan dan kegiatan tertentu untuk menyambut bulan suci tersebut.
Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat beberapa kegiatan untuk menyambut bulan Ramadhan yang telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun.
Sementara itu, Ramadhan atau bulan puasa tahun 2023 Masehi/1444 Hijriyah baru akan ditentukan pada sidang isbat oleh Kementerian Agama pada tanggal 22 Maret 2023.
Sedangkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan tanggal 1 Ramadhan 1444 H versi Muhammadiyah jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.
Tradisi Menyambut Ramadhan di Berbagai Daerah di Indonesia dan Maknanya
Berikut adalah tradisi-tradisi untuk menyambut Ramadhan di berbagai daerah di Indonesia.
1. Tradisi Nyorog, Betawi (Jakarta)
Di masyarakat Betawi terdapat sebuah tradisi bernama nyorog yang biasa dilakukan menjelang Ramadhan. Tradisi nyorog sendiri merupakan kegiatan ketika setiap orang memberikan bingkisan kepada sanak saudara dan mengunjungi anggota keluarga atau tetangga yang lebih tua. Bingkisan tersebut bisa juga diberikan dalam bentuk makanan.
Salah satu makanan yang bisa diberikan dalam nyorog adalah makanan khas Betawi yaitu sayur gabus pucung. Makanan ini menggunakan bahan dasar ikan gabus goreng yang dimasak lagi dengan berbagai rempah seperti kemiri, cabai merah, jahe, dan kunyit.
Tradisi nyorog bertujuan untuk menjaga silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan. Selain itu juga untuk meminta restu dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa dari orang-orang yang dihormati atau lebih tua.
2. Munggahan, Jawa Barat
Tradisi munggahan berasal dari kata dalam bahasa Sunda yang berarti "sampai ke". Masyarakat di Jawa Barat melakukan tradisi munggahan sebagai tanda sampainya mereka ke bulan Ramadhan.
Tradisi ini biasa dilakukan di akhir bulan Syaban atau beberapa hari sebelum masuk ke bulan Ramadhan. Munggahan biasanya dilaksanakan dengan botram atau makan bersama, saling meminta maaf, bersilaturahmi ke rumah kerabat, dan membersihkan tempat ibadah atau makam keluarga.
Tradisi ini dilakukan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT dan sebagai upaya untuk membersihkan diri sebelum memasuki bulan Ramadhan.
3. Nyadran, Jogja dan Jawa Tengah
Nyadran merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Jogja dan Jawa Tengah. Nyadran yang juga biasa disebut nyekar merupakan kegiatan ziarah ke makam leluhur. Masyarakat Jogja dan Jawa Tengah biasanya melakukan nyadran sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Dalam tradisi ini juga terdapat acara kenduri atau makan bersama dengan hidangan dari hasil tani dan ternak warga yang disajikan di atas daun pisang. Tradisi ini dipercaya sebagai ritual pembersihan diri menyambut bulan suci Ramadhan serta sebagai bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal.
4. Dugderan, Semarang
Di Kota Semarang juga terdapat sebuah tradisi menyambut bulan Ramadhan yang disebut dugderan. Tradisi ini telah dilakukan sejak sekitar tahun 1881 hingga saat ini. Tradisi ini dilaksanakan mirip seperti pesta rakyat yang di dalamnya terdapat tari-tarian, karnaval, serta tabuhan bedug.
Tradisi ini juga memiliki maskot yang bernama Warak Ngendog, yang merupakan kambing dengan kepala naga dan kulit bersisik. Maskot ini dibuat dari kertas warna-warni dan dilengkapi dengan telur rebus.
5. Meugang, Aceh
Tradisi Meugang telah dilakukan oleh masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan Aceh di tahun 1607. Tradisi ini biasa dilakukan dalam rangka menyambut bulan Ramadhan, Idul Fitri, juga Idul Adha.
Pada zaman kerajaan dahulu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikannya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada rakyat Aceh.
Di zaman sekarang, tradisi ini dilanjutkan dalam bentuk memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu.
6. Malamang, Sumatera Barat
Di Sumatera Barat terdapat sebuah tradisi bernama malamang yang biasa dilakukan oleh kaum ibu-ibu untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Malamang memiliki arti memasak lamang, yaitu sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus dalam batang bambu muda.
Tradisi ini telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu sejak pembawa ajaran Islam di Minangkabau, Syekh Burhanuddin, bersilaturahmi ke rumah penduduk di masa itu. Tradisi ini masih sangat lekat di masyarakat terutama di daerah Pariaman dan Agam. Tidak hanya untuk menyambut Ramadhan, tradisi ini juga dilakukan untuk perayaan besar atau acara keluarga.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari