tirto.id - Anda pasti pernah bertemu seseorang atau melihat artis di televisi untuk pertama kalinya, lantas tidak lama kemudian memiliki penilaian terhadap karakter kepribadian mereka. Penilaian itu bisa berdasarkan pakaian, kelakuan, atau sifat yang mereka tunjukkan saat Anda baru melihatnya.
Halo Effect adalah istilah dalam bidang psikologi untuk menyebut kejadian yang Anda alami saat memiliki kesan pertama pada seseorang tersebut.
Hal ini terjadi karena banyak orang kerap mengeneralisasi sifat-sifat seseorang yang baru mereka temui meski hanya sepintas melihat penampilan atau cara bicaranya. Misalnya, jika di pertemuan pertama seseorang murah senyum dan berbicara dengan menyenangkan, Anda akan menilainya memiliki kepribadian yang ramah.
Meskipun hanya berdasarkan pendapat pribadi dan pengamatan sepintas, Halo effect ini dapat mempengaruhi evaluasi dan estimasi penilaian seseorang kepada orang lain.
Edward Thorndike merupakan psikolog yang pertama kali melontarkan istilah Halo effect. Istilah itu muncul dalam ulasan hasil riset Edward berjudul The Constant Error in Psychological Ratings yang terbit pada tahun 1920.
Dikutip dari laman Verywellmind, dalam kajiannya itu, Edward meneliti cara para komandan militer menilai atau mengevaluasi kualitas karakter para prajurit bawahan mereka. Penilaian para perwira itu, menurut Edward, mencakup kualitas kepemimpinan, fisik, kecerdasan, hingga kesetiaan yang ada pada bawahan mereka.
Namun, dalam risetnya, Edward menyimpulkan penilaian positif atau negatif dari para komandan cenderung dipengaruhi oleh salah satu sifat prajurit mereka, seperti kulitas fisik. Misalnya, prajurit dengan tubuh tinggi dan fisik menarik dianggap cerdas.
Edward menilai fakta tersebut menunjukkan penilaian para komandan terhadap penampilan fisik prajurit menentukan persepsi mereka mengenai kualitas keseluruhan karakter bawahannya. Jadi, Halo Effect terjadi jika penilaian terhadap kualitas seseorang muncul dari generalisasi salah satu karakternya saja.
Temuan Edward kemudian dielaborasi psikolog lain, Solomon Asch yang berteori bahwa cara orang membentuk opini atau penilaian terhadap sifat orang lain sangat bergantung pada kesan pertama.
Dampak Halo Effect
Fenomena bias kognitif dalam menilai kualitas karakter seseorang ini berdampak pada berbagai bidang, termasuk pendidikan, ketenagakerjaan hingga pemasaran.
Dampak Halo Effect di dunia pendidikan telah diteliti banyak psikolog. Sejumlah riset menemukan bahwa banyak guru memperlakukan para siswa secara berbeda sebab pengaruh persepsi terhadap daya tarik yang muncul karena Halo Effect.
Misalnya, sebuah laporan penelitian yang terbit di University of Chicago Press Journals, memiliki temuan bahwa sejumlah guru memiliki harapan yang lebih baik terhadap siswa yang mereka nilai lebih menarik.
Penelitian ini menyigi catatan akademik lebih dari 4.500 siswa. Sekelompok guru kemudian diminta menilai daya tarik atau penampilan siswa melalui fotonya.
Penilaian itu berdasar pada skala 1 (sangat tidak menarik) hingga 10 (sangat menarik). Lalu dibagi lagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan yaitu di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-rata.
Riset itu kemudian membandingkan nilai siswa-siswa itu dengan hasil pemilahan berdasarkan daya tarik mereka. Hasilnya, siswa yang dinilai memiliki penampilan di atas rata-rata memperoleh nilai lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya.
Halo Effect juga dapat memengaruhi cara siswa memandang guru. Dalam penelitian yang dilansir Verywellmind, para peneliti menemukan bahwa jika seorang guru dipandang hangat dan ramah, para siswa juga menyukai dan menilai pengajarnya itu lebih menarik.
Sejumlah peneliti juga sudah mengamati dampak Halo Effect di sektor ketenagakerjaan. Banyak riset menemukan bahwa Halo Effect secara umum memicu bias penilaian atasan ke bawahannya.
Penilaian atasan terhadap para karyawannya cenderung lebih dipengaruhi persepsi tentang salah satu karakter mereka saja, daripada keseluruhan kinerja dan kontribusinya untuk perusahaan.
Misalnya, antusiasme atau salah satu sifat karyawan yang dinilai positif membuat para bos dapat mengabaikan rendahnya pengetahuan atau keterampilan bawahan mereka.
Halo Effect juga dapat berdampak pada pendapatan pekerja. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Economic Psychologymenemukan bahwa, rata-rata pelayan restoran yang mempunyai penampilan menarik memperoleh tips sekitar 1.200 dollar AS lebih banyak per tahun daripada rekan-rekan mereka yang kurang memikat.
Banyak pelamar kerja juga merasakan dampak Halo Effect. Jika pemilik perusahaan atau petugas pewawancara calon pekerja menilai seorang pelamar menarik, mereka cenderung menilai individu itu cerdas, kompeten dan berkualitas meskipun persepsi itu datang dari kesan sepintas.
Di bidang pemasaran, Halo Effect pun membawa pengaruh signifikan. Banyak perusahaan selama ini memanfaatkan Halo Effect untuk menjual produk barang maupun jasa.
Sebagai contoh, banyak perusahaan menjadikan pesohor menjadi ambasador atau bintang iklan utama untuk produk mereka. Strategi ini bertujuan agar konsumen yang menyukai pesohor itu, baik karena ketertarikan pada fisik maupun mengidolakannya, tertarik untuk membeli produk yang sedang dipasarkan.
Mengingat luasnya pengaruh Halo Effect, bias kognitif ini membikin banyak orang kesulitan untuk membedakan antara persepsi hasil kesan sepintas dengan penilaian yang berbasis fakta.
Namun, sebagaimana dilansir laman Healthline, pengaruh Halo Effect dapat diminimalisir dengan mengedepankan cara pandang obyektif ketika menilai karakter orang lain.
Oleh karena itu, penilaian terburu-buru terhadap karakter seseorang perlu dihindari karena kesan pertama bisa saja mengaburkan sekaligus memperlambat proses berpikir. Daripada terburu-buru menilai, lebih baik alokasikan waktu lebih banyak untuk mempertimbangkan cara pandang Anda terhadap seseorang.
Penulis: Febriansyah
Editor: Addi M Idhom