Menuju konten utama

Mengelola Dinamika Demografi, Tantangan Sistem Pendidikan Kiwari

Menurunnya angka fertilitas nasional dan meningkatnya jumlah sekolah menegaskan pentingnya perencanaan pendidikan berbasis data demografi yang akurat.

Mengelola Dinamika Demografi, Tantangan Sistem Pendidikan Kiwari
Header Perspektif Iwan Syahril. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Suatu siang di sebuah desa kecil di Jawa Timur, saya berdiri di halaman sekolah dasar yang tampak lengang. Deretan ruang kelas kosong menyiratkan perubahan besar: anak-anak di desa ini semakin sedikit. Sebaliknya, di kota-kota besar, ruang kelas justru sesak, menampung lonjakan jumlah siswa akibat urbanisasi yang terus melaju.

Perubahan demografi di Indonesia membawa konsekuensi besar bagi dunia pendidikan. Dalam beberapa dekade terakhir, angka fertilitas nasional menurun drastis—dari rata-rata 5,6 anak per perempuan pada 1970-an menjadi sekitar 2,18 anak pada tahun 2022 (BPS, 2023). Penurunan ini berdampak nyata terhadap jumlah siswa usia sekolah, terutama di wilayah perdesaan. Pada saat yang sama, urbanisasi meningkat pesat. Pada 1970, hanya sekitar 17% penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan. Kini, lebih dari 57% penduduk Indonesia bermukim di kawasan urban.

Pergeseran ini melahirkan tantangan baru: kekosongan ruang kelas di desa dan kepadatan ruang belajar di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Pertumbuhan Sekolah di Era Desentralisasi

Transformasi ini terjadi dalam kerangka perubahan besar ekosistem pendidikan nasional, terutama sejak era desentralisasi pascareformasi ketika kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah didelegasikan kepada pemerintah daerah. Pertumbuhan jumlah sekolah terjadi secara masif, khususnya sekolah swasta.

Pertumbuhan jumlah sekolah ini berkontribusi dalam mendorong kenaikan angka partisipasi pendidikan di Indonesia. Partisipasi pendidikan dasar memang telah mendekati universal sejak awal 2000-an, tapi jenjang SMP/MTs dan SMA/MA/SMK mencatat lonjakan berkat ekspansi infrastruktur pendidikan selama dua dekade terakhir.

Fenomena ini menunjukkan bahwa sektor swasta juga memainkan peran strategis dalam perluasan layanan pendidikan nasional, mengisi celah-celah yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh sekolah negeri. Namun, pertumbuhan ini kini dihadapkan pada tantangan baru akibat perubahan demografi dan kebijakan afirmatif di sektor pendidikan publik.

Tantangan Ganda bagi Sekolah Swasta

Dalam dinamika demografi saat ini, sekolah swasta menghadapi tantangan struktural yang semakin kompleks. Penurunan angka fertilitas nasional menyebabkan jumlah anak usia sekolah berkurang, sehingga pasar potensial untuk sekolah swasta menyusut signifikan secara alami. Kompetisi di antara para penyelenggara pendidikan swasta pun menjadi semakin ketat.

Situasi ini diperberat oleh meningkatnya kapasitas negara dalam menyediakan layanan pendidikan. Pendidikan dasar gratis, program afirmatif seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembangunan ruang kelas baru, hingga tunjangan guru telah memperkuat pondasi pendidikan nasional.

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga menjadi intervensi afirmatif penting. Salah satu tujuannya adalah mengurangi kesenjangan akses dengan skema khusus afirmasi yang ditujukan bagi keluarga yang kurang mampu. Hal ini membawa tantangan tambahan bagi sekolah swasta berbiaya rendah yang dulunya mengisi kebutuhan pendidikan kalangan ekonomi lemah. Berkurangnya jumlah siswa membuat banyak sekolah swasta ini berjuang keras untuk bertahan, bahkan ada yang terpaksa menghentikan operasional.

Dengan demikian, tantangan yang dihadapi sekolah swasta bukan hanya soal pasar yang mengecil akibat penurunan angka kelahiran, tetapi juga persaingan dengan layanan publik yang semakin kuat, terjangkau, dan inklusif. Adaptasi, inovasi layanan, dan kejelasan nilai tambah menjadi keniscayaan bagi sekolah swasta yang ingin tetap relevan dan berkelanjutan di tengah perubahan besar ini.

Urgensi Perencanaan Berbasis Data Demografi

Dalam perjalanan kunjungan ke daerah, saya mendengar pertanyaan dari beberapa kepala daerah: "Apakah kita masih perlu membangun sekolah baru, atau justru perlu mengonsolidasikan?" Pertanyaan ini menegaskan pentingnya perencanaan berbasis data demografi yang akurat.

Karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memperkuat kemampuan dalam membaca data demografi sebagai dasar perencanaan pendidikan. Fertilisasi, pola migrasi, dan proyeksi usia sekolah harus menjadi fondasi utama perencanaan. Di beberapa daerah, membangun sekolah baru menjadi kebutuhan mendesak; di tempat lain, konsolidasi atau inovasi model layanan lebih relevan.

Pendidikan swasta pun perlu dikelola adaptif. Sekolah swasta unggulan harus tetap didorong untuk berkembang dengan prinsip otonomi yang bertanggung jawab. Sekolah swasta berbiaya rendah yang menunjukkan potensi perlu diberikan dukungan teknis dan finansial untuk meningkatkan kualitas. Sementara itu, bagi sekolah swasta yang mengalami stagnasi mutu dan kekurangan siswa, perlu dipertimbangkan transformasi menjadi lembaga pendidikan alternatif seperti PAUD atau balai belajar masyarakat.

Koordinasi Tata Kelola antara Kemendikdasmen dan Kemenag

Indonesia memiliki dua jalur utama layanan pendidikan: jalur di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan jalur di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Dalam konteks perubahan demografi dan kebutuhan efisiensi dalam ekosistem nasional, sinergi antara kedua kementerian ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa layanan pendidikan, baik sekolah umum maupun madrasah, dikelola berbasis data demografi, tidak tumpang tindih, dan saling melengkapi.

Bersama-sama dengan pemerintah daerah, dua kementerian ini perlu melakukan perencanaan terpadu, berbagi data yang akurat, dan penyusunan peta kebutuhan layanan pendidikan hingga ke tingkat daerah. Koordinasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, tetapi juga memperluas akses pendidikan bermutu bagi semua lapisan masyarakat.

Sinergi, Teknologi, dan Kepemimpinan Adaptif

Dalam dinamika perubahan ini, sinergi antarinstansi dan antardaerah menjadi kebutuhan mutlak. Pemerintah pusat, daerah, penyelenggara swasta, dunia usaha, serta masyarakat sipil harus memperkuat kolaborasi berbasis data dan kebutuhan riil.

Teknologi informasi harus menjadi alat bantu utama untuk mempercepat pengumpulan, integrasi, dan analisis data pendidikan dan demografi secara real-time. Namun, kunci utama tetap pada kepemimpinan adaptif: mampu membaca perubahan, mengambil keputusan berbasis bukti, dan berani berinovasi menuju visi bangsa dan negara. Diperlukan dialog terbuka, penghormatan terhadap semua pihak, dan kesediaan untuk bersama-sama mencari solusi terbaik.

Menyongsong Indonesia Emas 2045

Transformasi demografi adalah tantangan sekaligus peluang. Jika dikelola dengan baik, ia bisa menjadi landasan untuk membangun ekosistem pendidikan yang lebih tangguh, adil, dan relevan. Visi Indonesia Emas 2045 hanya dapat terwujud jika sistem pendidikan kita mampu beradaptasi terhadap perubahan struktur penduduk, memperkuat pemerataan layanan, dan mendorong kualitas secara konsisten. Mari jadikan data demografi, sinergi antarlembaga, dan kebijakan berbasis bukti sebagai fondasi kokoh untuk membawa Indonesia melangkah pasti menuju masa depannya.

*Penulis adalah Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (2022-2024)

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.