tirto.id - Perusakan makam kembali terjadi di TPU Ngentak, Baturetno, Banguntapan, Bantul pada Minggu (18/5/2025). Sepuluh makam dirusak oleh orang tak dikenal. Tujuh diantaranya terbuat dari kayu dan tiga dari keramik, keseluruhan makam terdapat tanda salib.
Kejadian itu awalnya diketahui oleh Hermawan Riyadi yang hari itu sedang berziarah ke makam mbah-nya pukul 06.00 WIB. Ia sontak kaget melihat nisan kayu telah rusak menjadi tiga bagian terpisah.
“Saya lanjut mau ambil sapu tapi kok lihat ada makam yang ditimbun pakai batu-bata. Terus saya mau angkat nggak kuat," kata Hermawan.
Lantas Hermawan kemudian melaporkan kejadian tersebut ke ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Unit 3, Ngentak, Baturetno, Banguntapan, Bantul untuk ditindaklanjuti.
Ketua LPM Unit 3, Joko, membenarkan kejadian perusakan makam dan segera membuat laporan pengaduan ke Polsek Banguntapan, Bantul. Di hari yang sama, Polres Bantul kembali menerima laporan terkait perusakan makam serupa di Makam Jaranan, Panggungharjo, Sewon, Bantul.

Berdasarkan catatan Polres Bantul, sebelumnya ada juga warga bernama Bela Therecia Isabela pada Rabu (14/5/2025) pukul 07.00 WIB, melaporkan papan nama dibatu nisan makam keluarganya terlepas.
Alih-alih menemukan nisan makam keluarganya, Bela malah mendapati potongan batu nisan milik makam orang lain yang juga dirusak dan dibuang. Karena melihat kejadian perusakan serupa di media sosial, Bela pun mendatangi juru kunci makam untuk melaporkan kejadian tersebut.
Dalam keterangan polisi yang diterima kontributor Tirto, total ada dua nisan makam yang dirusak di Makam Jaranan. Tak berhenti disitu, Polsek Banguntapan juga kembali mendapatkan informasi pada Jumat (16/5/2025) sekitar pukul 16.00 WIB, terjadi perusakan di Makam Baluwarti, Purbayan, Kotagede.
Dari hasil rekaman CCTV yang mengarah ke Makam Baluwarti, Polisi mengamankan yang diduga pelaku yakni anak berinisial ANFS berusia 16 tahun.
Pelaku Punya Masalah Kejiwaan
Polsek Kotagede menggelar konferensi pers mengungkap pelaku perusakan makam pada Selasa (20/5/2025).
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan didukung CCTV, ada petunjuk bahwa seorang pelaku inisial ANFS (16) adalah anak laki-laki, Pelaku sudah diamankan dan setelah melakukan pemeriksaan dia mengakui telah merusak makam di wilayah Kotagede dan Bantul," kata Kapolsek Kotagede, AKP Basungkawa.
Ia mengungkapkan, pelaku perusakan makam berstatus pelajar. Pihaknya menduga pelaku memiliki masalah kondisi kejiwaan dari faktor keturunan.
“Saat ini masih dilakukan pendalaman dan pemeriksaan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya terhadap pelaku tersebut untuk tahap penyidikan," jelasnya.
Basungkawa menunjukkan empat barang bukti papan nama yang dirusak terdiri dari satu nisan, tas, celana dan sebongkah batu besar yang dipakai untuk melakukan perusakan.
“Untuk motif masih kita perdalam. Jadi mohon waktunya nanti waktu pemeriksaan kita perdalam untuk motifnya,” ungkapnya.
Sementara itu, saat ini pelaku dititipkan di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta.

Bukan Kejadian Pertama Kali
Kasus perusakan makam bukan hanya terjadi sekarang. Pada Desember 2018 silam, sebuah makam umat Katolik, Albertus Slamet Sugiardi, di Pemakaman Jambon, Purbayan, Kotagede menjadi perhatian dan sorotan publik.
Nisan yang berbentuk tanda salib dipotong kondisi atasnya sehingga hanya membentuk huruf T. Pemotongan nisan salib itu terjadi pada Senin, 17 Desember 2018.
Ketua RW Pemakaman Jambon, Slamet Riyadi, mengatakan pemotongan salib makam itu dilakukan oleh pengurus makam setelah adanya kesepakatan antara warga, pihak gereja, hingga keluarga almarhum.
Riyadi mengatakan, pemotongan salib itu terjadi karena jenazah yang dikubur di makam kampung itu seluruhnya Muslim, sehingga warga menghendaki tidak ada simbol agama lain, termasuk salib.
“Itu pemakaman umum. Tapi bukan kebetulan disini mayoritas Muslim. Kebetulan warga kita yang di RW 13/RT 53 itu kan pendatang. Ada tiga kepala keluarga (KK) termasuk almarhum itu non Muslim," katanya.
Setahun berselang, pada 6 April 2019, delapan nisan salib di pemakaman RS Bethesda Yogyakarta juga dirusak oleh orang tak dikenal. Sejumlah nisan dibakar dan dicabut, salah satunya nisan Supriyati Sugijono yakni istri Pahlawan Revolusi Letkol Sugijono.
“Apakah ini orang gila atau bukan, saya anggap yang melakukan memang gila karena tidak tahu apa yang dia lakukan,” ujar Kuncoro salah satu ahli waris.
Pascakejadian itu bentuk toleransi tampak jelas, saat warga lintas iman dan organisasi pada 10 April 2019 memenuhi kompleks pemakaman RS Bethesda Yogyakarta untuk membersihkan makam setelah perusakan dan pembakaran salib.
Perusak Makam Jangan Hanya Dihukum
Ketua Program Magister di Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) UGM, Samsul Maarif, mengatakan kasus perusakan makam yang baru saja terjadi di Bantul adalah isu penting. Sehingga harus mendapatkan perhatian khusus dari aparat penegak hukum demi mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
“Saya banyak menggeluti isu kebebasan beragama atau relasi antar agama terkesan bahwa fenomena ini, punya kaitan dengan isu kebebasan beragama," katanya.
Peristiwa perusakan makam, penting dimasukkan sebagai kriminalitas murni perusakan barang orang lain, karena kriminalitas itu konkrit dan perlu diselesaikan terlebih dahulu. Kemudian, baru dikaitkan dengan relasi sosial yang termasuk didalamnya adalah relasi agama sehingga tidak terhenti pada aspek hukum.
“Jadi tetap bisa dikaitkan dengan hukum tapi pendidikan hukum. Penyelesaian masalah ini selain harus tegas tapi perlu juga menegakkan atau mengembangkan relasi sosial yang saling menghormati. Dalam konteks toleransi hubungan antar agama penting untuk terus dimajukan," lanjut Samsul.
Samsul menceritakan, bagaimana pasal-pasal KUHP terkait dengan agama harus dipandang secara utuh karena isunya bisa melebar dan menjadi karet.
“Kalau nanti dalam proses hukum penyidikannya ketemu indikasi-indikasi kaitannya dengan keagamaan, nah itu penting untuk kita masuk kedalamnya sebagai konteks pendidikan dan penyelesaian masalah yang mendidik," ujarnya.

Samsul melihat kasus ini memerlukan kehati-hatian namun tidak boleh dihindari karena ada aspek hukum. Harapannya, apa yang viral dan berkembang saat ini lebih ke penyelesaian masalah secara tuntas agar tidak melebar.
Baginya, viralnya kasus perusakan makam saat ini dapat menjadi momentum untuk memfokuskan perhatian pada penguatan relasi sosial dan hubungan antaragama. Hal ini penting untuk didiskusikan dan dibahas, agar persoalan tidak hanya dilihat dari aspek hukum semata, tetapi juga sebagai panggilan untuk memperkuat ikatan sosial dan toleransi antarumat beragama.
Polisi perlu memiliki sistem yang memungkinkan kolaborasi antara penegakan hukum dan kerja-kerja sosial. Selain itu, pemerintah juga harus bersikap tegas dalam menangani kasus-kasus seperti perusakan makam.
Secara umum, menurut Samsul, regulasi di Indonesia terkait isu agama dan relasi antaragama masih kerap tumpang tindih. Pengaturannya pun belum setara; sering kali pemerintah dalam mengelola urusan keagamaan tampak lebih berpihak pada kelompok mayoritas.
“Pemerintah tentu dalam aturannya tidak ada memayoritaskan, tetapi cara perlakuannya itu dengan cara ditangkap (pelaku) dan seringkali menegaskan mayoritas itu punya privilege, sehingga menciptakan sikologi massa yang selalu menekankan bahwa mayoritas punya privilege," tegasnya.
Penulis: Abdul Haris
Editor: Anggun P Situmorang
Masuk tirto.id


































