Menuju konten utama

Menelusuri Jejak Terakhir Farhan & Reno di Kwitang

Polisi tak boleh berhenti pada kesimpulan identifikasi korban, tapi wajib memastikan proses penegakan hukum transparan.

Menelusuri Jejak Terakhir Farhan & Reno di Kwitang
Pejalan kaki melintas di samping gedung ACC Kwitang yang ditutup seng di Senen, Jakarta Pusat, Minggu (2/11/2025). Polres Metro Jakarta Pusat menyelidiki penemuan dua kerangka manusia dalam kondisi hangus terbakar dan tidak dapat dikenali di Lantai 2 Gedung ACC usai menerima laporan pada (30/10/2025) dari teknisi gedung yang diduga terbakar pada kerusuhan 29 Agustus 2025 lalu. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.

tirto.id - Dua kerangka manusia yang ditemukan di Gedung Astra Credit Companies (ACC) Kwitang, Jakarta Pusat, teridentifikasi sebagai Muhammad Farhan Hamid (23) dan Reno Syahputra Dewo (24). Mereka adalah peserta demonstrasi pada akhir Agustus 2025 yang dilaporkan hilang.

Penemuan kerangka itu berawal saat tim teknis Gedung ACC memeriksa konstruksi untuk renovasi setelah bangunan tersebut hangus terbakar saat demonstrasi akhir Agustus berlangsung. Tim teknisi kemudian melaporkan temuan kerangka tersebut kepada Polres Metro Jakarta Pusat.

“Kami menerima laporan pada Kamis, 30 Oktober 2025, dari tim teknis gedung yang sedang mengecek konstruksi untuk renovasi karena kondisi gedung sudah terbakar habis,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, di Jakarta, Jumat (31/10/2025), dikutip dari Antara.

Susatyo menambahkan, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) menunjukkan dua kerangka manusia itu ditemukan tertimbun di bawah plafon yang ikut terbakar. Penemuan tersebut kemudian dikaitkan dengan dua demonstran, Reno dan Farhan, yang dilaporkan menghilang setelah mengikuti aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025.

Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut kedua korban terakhir terlihat di Markas Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, pada 29 Agustus 2025. Saat itu, eskalasi demonstrasi makin panas setelah peristiwa Rantis Brimob melindas pengemudi ojol, Affan Kurniawan, hingga menyebabkan dia tewas.

Hasil Identifikasi Polri

Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kramatjati, Jakarta Timur, mengumumkan bahwa hasil pemeriksaan forensik memastikan dua kerangka tersebut identik dengan dua peserta demonstrasi yang hilang pada Agustus 2025, yakni Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputra Dewo.

Kepala Laboratorium Dokpol Polri, Brigjen Sumy Hastry Purwanti, menjelaskan bahwa identifikasi dilakukan melalui pencocokan DNA. Hasil pemeriksaan menunjukkan waktu kematian kedua korban telah lebih dari satu bulan sebelum penemuan, dengan kondisi kerangka yang tidak utuh akibat terbakar.

Menurut Sumy, kondisi jenazah baru ditemukan lama setelah kematian karena tubuh yang terbakar cenderung tidak langsung membusuk, serupa dengan kayu yang hangus. Dari hasil visum tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan dan penyebab kematian dipastikan akibat luka bakar pada organ tubuh.

“Memang di situ tidak ada kekerasan pukul, cedera, terjatuh atau jatuh, seperti itu. Memang kelihatan dari sisa-sisanya organ dalam pun karena terbakar, sehingga kami bisa menulis sebab kematiannya karena terbakar,” ungkap Sumy dalam konferensi pers di RS Bhayangkara Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025).

Sumy menambahkan, pemeriksaan pada kantong jenazah pertama berdasarkan tulang tengkorak dan panggul menunjukkan korban berjenis kelamin laki-laki dengan tinggi badan sekitar 158–168 cm. Hasil DNA dan pemeriksaan gigi (odontologi forensik) menunjukkan nomor postmortem 0080 cocok dengan antemortem 0002 sehingga teridentifikasi sebagai Reno Syahputra Dewo, anak biologis dari Muhammad Yasin.

Identifikasi ini diperkuat melalui teknik superimpose pada gigi dan dua sampel DNA keluarga korban. Sementara itu, untuk kerangka manusia kedua teridentifikasi dari data sekunder berupa perhiasan, berupa kalung dan kepala ikat pinggang. Kemudian, dilakukan pencocokan DNA dari tulang dengan data pembanding pihak keluarga.

“Nomor postmortem 0081 cocok dengan antemortem 0001, sehingga teridentifikasi sebagai Muhammad Farhan Hasyim, anak biologis dari Bapak Hasyim,” tutur Sumy.

Kronologi Versi Polisi

Polda Metro Jaya memaparkan proses panjang pencarian dua peserta demonstrasi yang hilang sejak kerusuhan di Kwitang, Jakarta Pusat, pada akhir Agustus 2025, hingga akhirnya ditemukan sebagai dua kerangka manusia di Gedung ACC pada akhir Oktober.

Wadirreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Putu Kholis Aryana, menjelaskan bahwa upaya pencarian dilakukan secara intensif dan terbuka. Kepolisian bekerja sama dengan posko orang hilang yang dibentuk oleh KontraS. Penelusuran kasus dimulai sejak awal September dengan melibatkan berbagai lembaga, termasuk Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan KontraS.

Menurut Putu, peristiwa ini berawal dari rangkaian unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di Jakarta pada 25–31 Agustus 2025. Aksi tersebut berujung pada kerusuhan di sejumlah titik, termasuk kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Secara rinci, dia menyebut pada 29 Agustus 2025 kantor ACC yang berada di daerah Kwitang diliburkan karena terjadi pembakaran dan penjarahan.

“Setelah situasi berangsur kondusif di tanggal 1 September 2025 kami menerima laporan dari teman-teman KontraS yang merilis data orang yang hilang dan orang yang belum terkonfirmasi. Kami [kepolisian] mulai mengecek data-data yang dilaporkan masyarakat,” ujar Putu saat konferensi pers pada Jumat (7/11/2025), dilansir dari kanal youtube Kompas TV.

Dalam periode 2 hingga 10 September 2025, hasil verifikasi awal menunjukkan bahwa dari 44 nama yang dilaporkan hilang, sebanyak 40 orang telah ditemukan dan kembali ke keluarga masing-masing. Empat nama yang belum ditemukan kemudian menjadi fokus pencarian, yakni Eko, Bima, Farhan, dan Reno.

Dalam periodisasi waktu yang hampir bersamaan, pemilik Gedung ACC juga melaporkan kejadian kebakaran ke Polres Metro Jakarta Pusat.

Sementara itu, Kapolda Metro Jaya kemudian membentuk Posko Orang Hilang di Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 12 September. Lima hari kemudian, Eko dan Bima berhasil ditemukan di Kalimantan Tengah dan Jawa Timur. Kabar terkait mereka berdua kemudian diumumkan ke media pada 18 September.

Selanjutnya, atas laporan pemilik gedung dan permintaan penyidik Satreskrim Polres Jakarta Pusat, tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan di gedung ACC Kwitang untuk mengetahui penyebab kebakaran.

Jejak Farhan dan Reno

Selama periode 23 hingga 29 September 2025, penyidik mulai menganalisis data komunikasi dan digital milik Farhan. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa Farhan sempat menggadaikan telepon genggamnya di kawasan Jakarta Utara sebelum kerusuhan terjadi.

"Almarhum Farhan menggadaikan handphone berikut nomornya kepada saudara K dan W yang berlokasi tidak jauh dari domisili almarhum di kawasan Jakarta Utara. Ini kami konfirmasi. Jadi, almarhum melalui perantara temannya, yang sudah kami mintakan keterangan, menggadaikan handphone almarhum tersebut," ucap Putu Jumat (7/11/2025).

Dia menerangkan bahwa Farhan menggadaikan HP tersebut sebelum kejadian aksi demo berujung rusuh. Setelah dinyatakan hilang, penyidik melakukan penelusuran pada September-Oktober 2025 mengenai aktivitasnya melalui media sosial.

"Jadi, ini melengkapi keterangan-keterangan yang juga kami dapatkan sampai dengan jejak terakhir sesuai keterangan saksi, saudara almarhum Farhan dan Reno ini terlihat terakhir di kawasan Kwitang pada hari Jumat, 29 Agustus 2025," ucap dia.

Selain itu, penyidik juga mengumpulkan keterangan keluarga, teman, dan saksi yang terakhir melihat Farhan dan Reno.

“Kami berkesimpulan bahwa Sodara Farhan dan Reno terakhir terlihat pada 29 Agustus 2025 sekitar daerah Kwitang. Penelusuran ini kami kumpulkan dari keterangan saksi-saksi mulai daerah Jakarta sampai Surabaya. Keluarga besar Reno berdomisili di Surabaya,” ujarnya.

Pada 30 Oktober 2025, tim inspeksi Gedung ACC Kwitang mencium bau menyengat di lantai dua. Saat diperiksa, ditemukan dua kerangka manusia tertimbun puing plafon dan reruntuhan barang di ruang underwriting. Polda Metro Jaya segera berkoordinasi dengan tim forensik RS Polri Kramat Jati untuk pemeriksaan DNA.

Hasil uji DNA diterima pada 4 November dan penjelasan teknis disampaikan tim forensik pada 6 November 2025.

Pantauan Komnas HAM

Komisioner Komnas HAM, Saurlin P. Siagian, menceritakan bahwa pihaknya mendapat kesempatan pertama untuk menyaksikan langsung proses penyelidikan, mulai dari penemuan kerangka hingga tahap pemeriksaan forensik.

“Sejauh ini, kami melihat masih on the track juga ya, bagaimana kejadian itu terjadi: terbakarnya gedung itu dan kemudian mereka hangus di lantai dua karena tidak ada akses keluar. Di sana, ada jerjak besi. Itu ruang khusus, jadi tidak punya akses keluar yang semestinya,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Senin (10/11/2025).

Menurut Saurlin, kedua korban ditemukan di lantai dua Gedung ACC, di sebuah ruangan tertutup yang dilengkapi jerjak besi permanen. Ketika kebakaran besar terjadi di lantai bawah akibat mobil-mobil yang terbakar dan meledak, panas dengan cepat menjalar ke lantai dua dan membuat kedua korban tidak sempat menyelamatkan diri.

“Situasinya memang sangat memprihatinkan. Secara visual pun sulit dijelaskan secara detail, karena yang tersisa hanya tengkorak dan tulang yang menggosong,” ujar Saurlin.

“Kalau kita lihat secara visual dari arah jalan, dari arah Brimob ke seberang, terlihat ada jerjak yang tidak mungkin dilewati manusia. Jadi, kalau terjadi kebakaran dari bawah, panas naik ke atas, orang tidak bisa escape. Tidak ada escape plan-nya, jadi memang dirancang sepertinya untuk sulit keluar,” sambungnya.

Hingga saat ini, belum diketahui alasan kedua korban berada di ruangan tersebut karena mereka bukan pekerja gedung. Semua rekaman CCTV di gedung juga ikut terbakar sehingga tidak ada dokumentasi visual yang bisa menjelaskan bagaimana mereka sampai di sana.

“Soal kematian ini, tentu kami belum tahu kenapa mereka ada di lantai dua itu. Belum ada informasi buat kami kenapa mereka berada di situ, di dalam gedung itu, karena mereka bukan orang yang bekerja di sana. Jadi, terkait kenapa mereka berada di situ, kami belum tahu. Begitu juga dengan penyebab kebakaran, masih kami dalami bersama Polda Metro Jaya,” ujanya.

Terkait dugaan pelanggaran HAM atau penghilangan paksa, Komnas HAM menyampaikan bahwa hingga kini belum ada laporan resmi dari keluarga korban. Laporan yang diterima hanyalah laporan orang hilang yang disampaikan oleh KontraS, bukan laporan dugaan pelanggaran HAM.

“Kami kemudian berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan supaya kasus itu diselidiki. Polisi juga membuat tim khusus untuk orang hilang di Polda Metro Jaya dan tim itu masih bekerja hingga sekarang, termasuk pascapenemuan ini. Jadi, kerja-kerja postmortem saya kira masih terus mereka lakukan, timnya belum dibubarkan,” ujarnya.

Kronologi Versi Keluarga Korban

Kepada Tirto, Hamidi (59), ayah kandung almarhum Farhan, menceritakan secara lengkap kronologi hilangnya sang anak. Kejadian itu bermula pada Jumat (29/8/2025), ketika Farhan meminta izin kepada ibunya sekitar pukul 9 pagi. Dia mengatakan ingin salat Jumat di Masjid Istiqlal sekaligus menghadiri pemakaman Afan Kurniawan.

Momen itu menjadi terakhir kalinya Hamidi melihat sang anak. Hingga beberapa hari kemudian, Farhan tak kunjung kembali. Melihat situasi tersebut, kakak almarhum Farhan akhirnya memutuskan untuk melapor ke KontraS.

“Saya lupa, itu hari ke-3 atau ke-4 sejak hilangnya. Ternyata memang tidak pulang dan dinyatakan sebagai orang hilang. Setelah hari ke-7, banyak laporan berdatangan, kemungkinan dari laporan KontraS,” ujar Hamidi saat ditemui Tirto, Senin (10/11/2025).

“Saya masih berasumsi, oh anak ini masih ada di kantor polisi kemungkinan. Dan walaupun kami tanya sana sini, tidak ada hasil. Dan tanya rumah sakit pun tidak ada hasil,” sambungnya.

Pada awal Oktober, Hamidi mengaku dipanggil oleh Tim Cyber kepolisian karena kasus hilangnya Farhan sudah menjadi viral. Kepolisian meminta keluarga untuk tidak banyak berbicara agar kasus tersebut tidak semakin ramai dibicarakan. Menurut Hamidi, pihak kepolisian terus memantau dan menanyakan hal yang sama setiap hari.

“Terakhir, tanggal 28 Oktober 2025, Resmob Polda datang tujuh orang. Mereka ingin masuk ke rumah, tapi saya tidak izinkan, sehingga hanya menemani di pintu. Ditanya lagi kronologi awal, saya bilang capek karena data sudah diambil semua oleh rekan mereka. Saya bilang, kalau sampai tiga bulan anak tidak ditemukan, saya otomatis akan menuntut,” ujarnya

Beberapa hari kemudian, Hamidi menerima telepon dari pihak kepolisian yang memintanya datang ke RS Polri untuk melakukan tes DNA, terkait penemuan dua kerangka di Gedung ACC. Sampai akhirnya, dia diberitahu bahwa hasil tes menunjukkan bahwa kerangka tersebut adalah anaknya.

“Saya 100 persen memang sudah siap. Namun pada akhirnya, ketika sampai di lokasi, agak sedikit down. Karena memang, kami lihat keadaan ya. Ini sudah jadi kerangka. Betapa sakit dan sedihnya. Apalagi ayah,” ujarnya.

 Penyerahan Jenazah Farhan dan Reno

Penyerahan jenazah kepada pihak keluarga di RS Bhayangkara Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025). tirto.id/Ayu Mumpuni

Kejanggalan Versi Keluarga

Mewakili keluarga, Hamidi membeberkan sejumlah kejanggalan yang dia temukan selama proses identifikasi jenazah. Salah satunya terkait tanggal wafat yang tercantum dalam dokumen resmi.

Farhan dinyatakan hilang pada 29 Agustus 2025, sementara kerangka yang diduga dirinya baru ditemukan pada 30 Oktober 2025. Menurut Hamidi, tanggal kematian tidak seharusnya disamakan dengan tanggal penemuan karena jasad yang ditemukan sudah dalam bentuk kerangka.

Dia berpendapat, tubuh manusia yang telah membusuk hingga tinggal tulang pasti memerlukan waktu yang lama.

“Berarti selisih 2 bulan 2 hari [dari waktu hilang sampai kerangka ditemukan]. Berarti wafatnya tidak di tanggal dia ditemukan,” ujarnya.

Kejanggalan, kata Hamidi, juga terjadi dalam proses penyerahan jenazah. Keluarga tidak bisa menolak, meskipun masih menyimpan keraguan. Meskipun pihak berwenang menyatakan hasil tes DNA menunjukkan kecocokan, keluarga belum pernah menerima data mentahnya (raw data) secara langsung.

“Kami sempat berpikir, ‘Oh, itu bukan anak kami.’ Tapi, kami tidak bisa menolak begitu saja,” ucapnya.

“Tapi ya apa pun itu, tetap karena ini sudah menjadi kerangka dan siap dimakamkan, ya kami makamkan,” sambungnya.

Hamidi mengatakan bahwa dirinya sempat diinformasikan terkait penemuan sejumlah barang milik Farhan yang tersisa. Di antaranya kalung, ikat pinggang, dan secarik bahan celana. Polisi disebutnya hanya menyerahkan sebuah kalung, sementara barang lain tidak diberikan.

“Kita minta, jawabannya adalah ‘Buat apa, Pak? Kan di rumah banyak’ [Kata saya] aduh kok bisa begini,” ujarnya.

Selain itu, Hamidi merasa makin janggal sebab kalung yang disebut milik Farhan masih utuh dan dalam kondisi baik, sedangkan liontin di dalamnya disebut hangus terbakar. Padahal, katanya, kedua bahan itu harusnya dalam kondisi yang sama apabila terbakar.

“Artinya, dari kalung itu kan ada liontin. Nah liontin itu ada gioknya. Itu punya saya memang. Itu hilang sudah, terbakar. Kemudian, kalungnya tapi utuh. Bagaimana bisa? Kalungnya ini utuh, liontinnya terbakar. Kan bahannya sama,” ujarnya.

Hamidi mengungkap adanya informasi dari sejumlah orang terkait kondisi terakhir Farhan. Katanya, orang tersebut menyebut Farhan terakhir terlihat di sekitar area unjuk rasa dengan kondisi lutut yang tertembak dan membutuhkan pertolongan medis.

“ltu kalau asumsi saya, kalau orang yang tertembak di lutut dan tidak bisa jalan kenapa ditemukan kerangkanya di lantai 2?” katanya lagi.

Hamidi juga mempertanyakan level api yang membakar Gedung ACC Kwitang itu hingga membuat anaknya terbakar.

Menurut hasil konsultasinya bersama dokter forensik, dia menyebut api hanya dapat menghanguskan tubuh manusia di level 4. Sedangkan, api yang menyebabkan terbakarnya Gedung ACC diyakininya tak sebesar itu.

“Api level dua juga tidak bisa menghanguskan secara langsung. Kalau dikatakan Gedung ACC menyala hingga dua tiga hari, kan enggak mungkin karena saat itu sudah dipadamkan,” kata Hamidi.

Perlu Ada Investigasi Independen

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, menyatakan masih banyak hal janggal yang harus ditelusuri dalam kasus ini. Salah satunya, mengapa polisi langsung menyimpulkan bahwa kerangka yang ditemukan adalah Farhan dan Reno.

Dimas juga mempertanyakan keterlambatan penemuan jenazah hingga dua bulan lamanya.

”Dalam proses olah tempat kejadian perkara, penyidik telah memasang garis polisi, tepatnya mulai 10 September sampai 20 September. Namun, mengapa jenazah keduanya tidak ditemukan,” ujar Dimas dikutip Tirto, Senin (10/11/2025).

Lebih lanjut, hal yang paling membingungkan adalah pernyataan polisi bahwa semua CCTV dalam gedung rusak atau mati. Situasi ini menimbulkan kesan seakan ada upaya untuk mengaburkan alasan mengapa kedua korban berada di lokasi tersebut.

KontraS menilai bahwa pernyataan kepolisian yang menyebut Farhan dan Reno sebagai korban pembakaran gedung harus ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara menyeluruh hingga adanya penuntutan yang berkeadilan.

“Kepolisian tidak boleh berhenti hanya pada kesimpulan identifikasi korban, tetapi wajib memastikan adanya proses penyelidikan dan penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada keluarga korban,” ujar Dimas melalui keterangan resmi, dikutip Tirto Senin (10/11/2025).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai bahwa sebuah investigasi independen yang dilakukan oleh lembaga yang tidak terkait langsung dengan kepolisian juga amat diperlukan untuk memastikan kebenaran obyektif di kasus ini.

“Investigasi ini harus mencakup pemeriksaan saksi, analisis forensik, dan peninjauan rekaman CCTV yang mungkin ada,” ujarnya kepada Tirto, Senin (10/11/2025).

Usman mendorong adanya pemeriksaan forensik lebih lanjut terhadap kerangka jenazah untuk memastikan penyebab kematian. Ini harus mencakup autopsi independen dan analisis toksikologi untuk mendeteksi kemungkinan adanya zat-zat yang dapat menyebabkan kematian.

“Perlu ada sebuah tim forensik independen untuk memastikan keluarga korban memperoleh keterangan yang lengkap dan benar. Jika CCTV memang rusak, perlu ada investigasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa kerusakan tersebut tidak disengaja,” ujarnya.

Menurutnya, terlalu dini untuk mengambil kesimpulan bahwa tidak ada tindak pidana di balik kematian keduanya.

“Kita memahami bahwa saat itu situasinya bukanlah kasus kebakaran gedung biasa. Tapi, ada situasi yang antagonistik antara rakyat dan negara, khususnya dengan kepolisian, untuk kasus Kwitang,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PENDEMO TEWAS atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar & Rahma Dwi Safitri

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar & Rahma Dwi Safitri
Penulis: Alfitra Akbar & Rahma Dwi Safitri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi