Menuju konten utama

Menelisik Si Alis Tebal

Pada tahun-tahun yang lalu, bentuk alis yang dianggap cantik adalah yang tipis, melengkung, dan dicukur rapi. Tapi lihatlah Emma Watson, Jennifer Connelly, Lily Collins, dan Cara Delevingne, para trendsetter baru dalam hal alis. Tak tipis dan melengkung, tapi tebal dan solid.

Menelisik Si Alis Tebal
Cara Delevingne [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Beberapa studi menunjukkan mata dan mulut punya peran penting dalam proses identifikasi wajah. Salah satu bagian yang jarang dapat perhatian adalah alis. Penelitian terdahulu selalu mengaitkan alis hanya berperan dalam ekspresi emosional, komunikasi nonverbal, serta estetika wajah dan dimorfisme seksual.

Faktanya, alis pun berperan dalam mengenali wajah seseorang. Pada 2003 lalu, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology membenarkan hipotesis ini.

Dalam eksperimennya, peneliti menyodorkan dua foto artis ternama tanpa alis dan tanpa mata. Sebanyak 56 persen responden ternyata lebih mengenali karakter artis itu dari alis, bukan dari mata. Terlebih, tidak adanya alis membuat identifikasi wajah menjadi sulit dikenali ketimbang tidak ada mata.

Peran alis ini membuat orang-orang di era modern berlomba-lomba mempercantik alis mereka. Lembaga riset NPD Group mendata bahwa 11 persen produk industri make-up Amerika Serikat yang laku adalah produk kecantikan alis. Perputaran pada tahun lalu mencapai $122 juta. Rerata kenaikan industri ini per tahun berkisar 28 persen, amat jauh jika dibandingkan dengan kenaikan industri make-up keseluruhan yang hanya 3 persen.

Di Inggris, pasar alis pada 2015 lalu bernilai $35,7 juta, amat timpang jika dibandingkan dengan 2011 yang hanya $7,6 juta. Kenaikan sama juga terjadi di Asia. Nielsen melaporkan kenaikan penjualan eceran produk alis naik 35,8 persen di Singapura dan Korea Selatan 28,9 persen.

Untuk mempercantik alis ada banyak teknik untuk mempercantik alis mulai dari tweezing (mencabut), razoring (memakai pisau cukur), threading (memakai benang), dan waxing. Untuk membentuk alis sesuai keinginan, orang biasanya memakai pensil alis atau tato. Kekurangan pensil alis adalah tidak tahan lama, sedangkan pada tato, tampilan alis tidak terlihat natural karena bulu dicukur habis.

Sejak 2010-an, populer metode mempercantik alis baru yakni lewat teknik brow extension dan teknik sulam. Brow extension adalah menanamkan rambut pada area yang kosong, di Indonesia belum banyak yang menyediakan jasa ini. Teknik yang menjamur di Indonesia adalah teknik sulam. Berbeda dengan tatto, proses pewarnaan lewat teknik sulam lebih mengaplikasikan tinta ke serat-serat bulu alis menggunakan mesin khusus.

Orang lebih memilih teknik sulam karena memberikan kesan seperti garis-garis bulu. Warna hitam tebal dan pekat yang semi-permanen dan mampu bertahan 1-3 tahun lainnya memberikan kesan fresh pada wajah setiap saat. Faktor ini pula membikin wanita hemat waktu saat merias karena tidak perlu lagi memakai pensil alis.

Populernya teknik sulam tidak lepas dari pergeseran tren orang masa kini yang kembali menggemari alis tebal dan minim lengkungan. Tren ini mulai populer pada 2010-an. Kali pertama populer oleh para model Prada, Dolce&Galbana dan Calvin Klein saat memarkan busana autumn/winter. Penampilan model ini mempengaruhi para pesohor seperti Emma Watson, Jennifer Connelly, dan Scarlett Johansson.

Tren ini semakin populer setelah kemunculan model Cara Delevingne. Model asal Inggris ini dinobatkan sebagai The Eyebrow Queen. Dia dianugerahi alis tebal, bervolume dan jarak alis dengan kelopak matanya begitu dekat. Semua ini alami sejak Cara Delvingne lahir. Uniknya alis Delevingne memanjang seperti ulat, tidak melengkung namun tetap terlihat indah. Faktor alis ini membikin ia begitu menarik.

Trendsetter lain adalah Lily Collins, yang berbeda dengan Delevingne, bentuk alis Collins merata dari pangkal hingga ujung alis namun sedikit melengkung di ujung tulang alis. Penggunaan alis tebal mirip seperti ulat bulu yang bergeliat di atas mata ini sebenarnya bukanlah hal baru. Tren ini juga populer di dekade 80-an pada Brooke Shields, Cindy Crawford, Mariel Hemingway, Frida Kahol sebagai ikonnya. Kala itu, kaum wanita berlomba-lomba menciptakan alis yang tebal alami demi tampil cantik seperti Brooke Shields.

Untuk membikin alis tebal dan memanjang seperti Brooke tentu tidak mudah. Ahli alis Amerika Serikat, Tonya Crooks menuturkan faktor psikis, asupan makanan dan kesehatan berpengaruh terhadap pertumbuhan alis. Di sisi lain bentuk alis pun dipengaruhi oleh gerakan otot mata dan bentuk wajah Anda. Bagi orang yang hidup di dekade 80-an, menmbikin alis mirip Broke pastinya susah, tapi kini hal itu bisa dimanipulasi lewat teknik sulam.

Di Amerika Serikat biaya penyulaman alis berkisar $200 dolar hingga $2000 dolar. Di Indonesia, harganya berkisar dari ratusan ribu hingga belasan juta rupiah. Di Korea Selatan perputaran sulam alis bahkan mencapai $10 juta dolar tahun lalu.

Jadi kenapa sekarang alis tebal digemari? Sebuah riset yang dilakukan Feelunique dengan melibatkan lebih dari 2000 perempuan membuktikan tren alis ini membikin perempuan terlihat lebih muda.

Studi lain oleh para ahli bedah plastik di Inggris menemukan saat ini kecederungannya alis wanita yang ideal adalah alis yang semakin dekat dengan mata—wajar jika Cara Delevingne begitu diidam-idamkan. Ada semacam kesadaran kaum hawa pada era modern yang ingin lebih menampakkan sisi maskulin.

"Kami menduga bahwa ini adalah, sebagian, respons terhadap meningkatnya kesetaraan antara pria dan wanita di tempat kerja. Dengan bentuk alis saja kurang mampu menyampaikan feminitas, [jadi] kepenuhan atau luminance [kemampuan untuk memantulkan cahaya] dari alis wanita mungkin menjadi semakin penting," ucap Mark Soldin, juru bicara British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgeons.

“Kami menemukan semakin banyak perempuan ingin mendapat sanjungan yang sama dan terlihat lebih maskulin seperti pria. Saya pikir itu ada hubungannya dengan peningkatan kesetaraan gender.”

Baca juga artikel terkait ALIS atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani