tirto.id - Dua puluh tahun lalu, seorang gadis kecil memperhatikan ayahnya yang berdiri di depan cermin. Tangan kanan sang ayah memegang besi kecil yang ujungnya berwarna hitam. Tangan kirinya memegang wadah besi berisi bubuk padat yang juga hitam.
Si gadis kecil mengenali bubuk itu dengan nama celak Arab. Perlahan, sang ayah memoles besi di tangan kanannya ke garis mata bagian bawah. Wadah besi di tangan kiri diletakkannya lalu tangan kirinya menekan pipi ke arah bawah sehingga kelopak matanya menjauh dari bola mata.
“Kenapa abah pakai celak? Bukannya itu untuk perempuan?” tanya si gadis kecil sambil terus memperhatikan ritual sang ayah.
“Ini pakai celak bukan biar cantik, tapi untuk obat, biar mata tetap sehat,” jawab ayahnya. Sang Ayah percaya bahwa memakai celak Arab di kelopak mata, melindungi mata dari sengatan matahari.
Percakapan itu berlalu begitu saja hingga gadis kecil itu beranjak dewasa. Ingatan akan peristiwa itu kembali muncul saat ia berusia 27 tahun dan penasaran dengan ide memakai celak di garis mata.
Ditemukannya fakta bahwa ayahnya bukanlah satu-satunya lelaki yang suka memakai celak atau eyeliner. Pada tahun ke-13 sebelum Masehi, lelaki bangsawan di Mesir kuno tidak memakai kaca mata hitam untuk melindungi mata mereka dari matahari, melainkan memakai celak di garis kelopak mata. Fakta itu dia temukan di Journal of Egyptian Archaeology yang terbit pada Mei 1930 berjudul "Cosmetics, Perfimes and Incense in Ancient Eqypt."
Kebiasaan memakai celak pada laki-laki ini juga terus berlanjut. Tahun 1972, Mick Jagger, bintang rock di masa itu kerap menggunakan celak di garis kelopak matanya. Pun begitu dengan David Bowie, Keith Richards, dan Johny Deep. Mereka adalah segelintir dari daftar laki-laki bercelak. Gadis itu semakin meyakini bahwa ayahnya yang ketika muda suka memakai celak bukanlah suatu keanehan. Ia biasa saja. Lelaki pakai celak biasa saja. Gadis itu adalah saya.
Dalam "Eyeliner, Egypt, 4.000 BCE," Kelly Buffington menjelaskan bahwa selama berabad-abad orang telah berhias menggunakan kosmetik untuk tujuan estetika ataupun keagamaan. “Bukti arkeolog paling awal dari penggunaan kosmetik bisa ditelusuri kembali ke peradaban perkotaan dari dunia kuno,” tulisnya.
Dia menyebutkan bahwa di Irak Selatan dan di Mesir, laki-laki dan perempuan sama-sama bercelak untuk membuat mata mereka terlihat lebih besar. Mereka pun percaya bahwa menghias mata dengan celak akan menghindarkan mereka dari mata jahat. Lambat laun, ia tak hanya dipakai kaum bangsawan, tetapi juga rakyat jelata.
Sayangnya, pascakeruntuhan Kerajaan Mesir, penggunaan celak meredup dan tak populer dalam fashion Eropa. Ia hanya digunakan oleh sebagian kecil orang selama Kerajaan Yunani dan Roman berkuasa. Di Asia, eyeliner masih digunakan, tetapi tidak cukup kuat untuk memengaruhi fashion Eropa.
Titik balik popularitas eyeliner datang kembali pada tahun 1920-an, ketika perempuan-perempuan Eropa sudah meninggalkan fashion era Viktoria dan berkiblat pada fashion baru yang didorong berkembangnya seni pertunjukan.
Setelah perusahaan-perusahaan kosmetik internasional melirik ini sebagai peluang bisnis, eyeliner tak pernah lagi mengalami kemunduran. Apalagi saat populasi perempuan terus bertambah dan mereka mulai memiliki keinginan untuk meniru aktris favorit mereka di Hollywood.
Barulah pada 1960, Mary Quant seorang desainer di Inggris mempopulerkan penggunaan celak cair dengan kuas halus.
Kini, celak lebih dikenal dengan nama dalam bahasa Inggrisnya, eyeliner. Kata celak semakin jarang dipakai. Bentuknya pun tak lagi sekadar bubuk padat, ada yang gel, pensil, spidol, atau cair. Warnanya juga tak cuma hitam, ada yang cokelat, biru, ungu, hingga putih.
Seluruh produsen kosmetik tata riasan wajah, pasti memproduksi eyeliner. Tiga merek eyeliner paling populer di Indonesia saat ini adalah Maybeline, Oriflame, dan Revlon. Maybeline menguasai 14,5 persen pangsa pasar, Oriflame 13,4 persen, dan Revlon 12,1 persen.
Di posisi keempat ada Wardah, merek kosmetik yang muncul dengan istilah kosmetik halal. Ia menguasai 10,2 persen pangsa pasar. Lalu ada Sariayu yang menguasai 9,5 persen dan Latulipe yang pangsa pasarnya hanya 7,2 persen.
Penggunaan eyeliner saat ini didominasi oleh kaum perempuan. Kalaupun ada kaum lelaki yang masih memakai, biasanya hanya untuk keperluan seni pertunjukan.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Maulida Sri Handayani