tirto.id - Polres Bogor pada 8 Mei 2023 meluncurkan program Polisi Rukun Warga (RW). Program ini tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan melibatkan sekitar 1.200 personel di luar Bhabinkamtibmas.
Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin mengatakan, Polisi RW ialah polisi yang ditugaskan di tingkat RW untuk menyelenggarakan pemolisian masyarakat, membangun komunitas yang bekerja sama dengan masyarakat dalam meniadakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban, menciptakan ketentraman serta mendukung terwujudnya kualitas hidup masyarakat.
“Dalam program Polisi RW ini kami melibatkan 1.200 personel di luar personel Bhabinkamtibmas," ucap Iman.
Polisi RW bertugas untuk bermitra dengan masyarakat dalam mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan keamanan dan ketertiban di lingkungan, menemukan pemecahan masalah, mengatasi problem sosial dengan tindakan preventif dan preemtif sehingga tidak menjadi masalah hukum.
Tugas lain yakni mendukung fungsi kepolisian lainya untuk meningkatkan efektivitas penerapan polisi masyarakat di setiap wilayah, serta melakukan kegiatan polisi mengajar. Sebelum diterjunkan, anggota Polres Bogor yang telah ditunjuk sebagai Polisi RW telah mengikuti pelatihan guna mengembangkan sumber daya manusia Polri agar siap menghadapi situasi lingkungan RW.
Mereka juga dilengkapi dengan kartu identitas yang dapat diakses oleh masyarakat melalui pindai kode bar dari ponsel, kemudian akan keluar informasi perihal nomor telepon Polisi RW dan nomor telepon Bhabinkamtibmas.
Bagi penduduk yang ingin melapor atau membutuhkan kehadiran Polisi RW, dapat dengan cepat menghubunginya dan juga tercantum nomor kontak 110 pusat aduan.
Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan pun mengapresiasi inovasi Polres Bogor atas program ini. "Dengan hadirnya Polisi RW ini dapat menciptakan situasi aman dan nyaman di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Bogor," ujar dia.
Program Polisi RW Mulai Menyebar
Pada hari yang sama, Polda Papua menggelar pembekalan bagi Polisi RW. Kegiatan ini diikuti 55 anggota Polda Papua.
Direktur Binmas Polda Papua, Kombes Pol Gatot Aris Purbaya mengatakan, kehadiran Polisi RW untuk mengidentifikasi, memperkenalkan diri, dan menyosialisasikan tugas Polisi RW.
Polisi yang bertugas di RW tersebut menjadi penanggung jawab atas wilayahnya. Mereka diwajibkan untuk bertemu secara berkala dengan Ketua RW, Ketua RT, tokoh agama, dan tokoh masyarakat setempat.
Bahkan pada 19 Mei, Polres Tulang Bawang menggelar Apel Besar Polisi RW.
“Polisi RW adalah anggota Polri berpangkat Bintara dan Perwira, yang merupakan pembina dalam menjaga kamtibmas di wilayah binaan, di luar personel Bhabinkamtibmas, dan sekali dalam sepekan wajib mendatangi Ketua RW untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis, serta menyelesaikan permasalahan yang ada," kata Kapolres Tulang Bawang AKBP Jibrael Bata Awi.
Kabaharkam Polri, Komjen Pol Fadil Imran menyebut, Polisi RW hadir sebagai wujud praktik pemolisian modern yang bermuara dari hulu yaitu pencegahan kejahatan melalui pendekatan nyata dengan masyarakat.
Polisi RW adalah semua anggota kepolisian yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal, bukan hanya Bhabinkamtibmas. Mereka akan menjalankan fungsi Polisi RW di tempat mereka tinggal saat ini.
Bila ada anggota yang sedang tugas di lain kota, maka ia akan menjadi Polisi RW di tempat tinggal ia bertugas atau berdinas. Para Polisi RW diharapkan minimal sepekan sekali, dapat berkomunikasi, menjalin silaturahmi, menjadi kawan, jembatan, komunikator, fasilitator serta tempat curhat bagi warga di sekitar tempat tinggalnya, untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan dan ketidaktertiban dalam masyarakat.
"Sesuai arahan Kapolri, yang menekankan bahwa polisi harus dekat dengan masyarakat dan bersifat humanis. Maka ketika saya diamanahkan memimpin Jakarta, saya berupaya menjalankan perintah tersebut melalui beberapa program yaitu Kampung Tangguh Jaya, Vaksinasi Merdeka, street race, ADA Polisi, hingga malam pelayanan," kata Fadil saat menghadiri apel pembentukan Polisi RW di Polda DIY, Rabu, 17 Mei.
Efektifkah Program Polisi RW?
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyambut baik adanya Polisi RW yang dapat melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat di tingkat RW.
“Polisi RW ini merupakan praktik terbaik saat Jakarta menghadapi pandemi COVID-19, karena Polisi RW dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat RW untuk mencegah meluasnya Covid sekaligus meningkatkan ketahanan masyarakat," ucap Juru Bicara Kompolnas, Poengky Indarti, ketika dihubungi Tirto.
Ia menambahkan, “Kami melihat sangat penting bagi anggota Polri untuk mengedepankan pencegahan kejahatan melalui kegiatan preventif dan preemtif. Sebelumnya ada Bhabinkamtibmas yang menjadi ujung tombak bagi interaksi polisi dan masyarakat untuk pencegahan kejahatan.”
Idealnya satu Bhabinkamtibmas melayani satu desa/kampung, tapi di wilayah padat penduduk atau kota besar atau daerah metropolitan yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak, maka jumlah Bhabinkamtibmas diperlukan lebih banyak.
Selain itu, dalam praktiknya jumlah Bhabinkamtibmas tidak mencukupi jika dibandingkan jumlah kampung/desa.
“Maka dengan adanya Polisi RW yang telah dipraktikkan oleh Polda Metro Jaya pasca penanganan COVID-19 sebetulnya merupakan praktik dari telah adanya koordinasi yang baik antara kepolisian dengan instansi lain di tingkat RW saat penanganan COVID-19," terang Poengky.
Sehingga, lanjut Poengky, akan sangat baik jika koordinasi tersebut dilanjutkan untuk fokus pada harkamtibmas (tidak hanya pada penanganan COVID-19 di masa lalu). Dengan adanya Polisi RW diharapkan keluhan masyarakat dapat lebih cepat didengar dan direspons.
Untuk optimalisasi Polisi RW, kata dia, pertama penting ada koordinasi yang baik antara polisi RW dengan Bhabinkamtibmas, Ketua RW, pimpinan wilayah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Kedua, perlu ada kontinuitas koordinasi, kehadiran dan kegiatan bersama agar tidak terkesan seremonial. Ketiga, perlu didukung modernisasi peralatan, misalnya kamera pengawas dan piranti komunikasi.
Keempat, pelibatan masyarakat untuk bersama menjaga kamtibmas misalnya dengan siskamling, sehingga tidak hanya membebankan pada polisi. Kelima, perlu ada inovasi bersama untuk menguatkan harkamtibmas di wilayah tersebut.
Terkesan Muluk?
Peneliti bidang kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyorot perihal program inisiatif ini. Dia berpendapat wacana pengembangan program secara nasional yang dikampanyekan oleh Kabaharkam menunjukkan kegagalan program community of policing atau pemolisian masyarakat yang merupakan pembangunan partisipasi masyarakat di bidang keamanan dalam sistem keamanan rakyat semesta.
“Pembangunan partisipasi keamanan masyarakat dengan ujung tombaknya adalah Bhabinkamtibmas belum juga berhasil, malah direduksi dengan program Polisi RW," kata Bambang dalam keterangan tertulis.
Partisipasi masyarakat di bidang keamanan bisa dilihat dari peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertibannya sendiri.
Keberhasilan pengembangan partisipasi masyarakat juga ditunjukkan dengan semakin mengecilnya keterlibatan aparat kepolisian dalam semua persoalan kamtibmas, bukan sebaliknya malah masuk ikut lebih dalam semua problem masyarakat, seperti masuk dalam grup-grup WhatsApp warga.
Secara teknis, sejauh ini keberadaan Bhabinkamtibmas masih menjangkau 46,4 persen desa/kelurahan; saat ini ada 8.506 kelurahan; 74.961 desa di seluruh Indonesia. Sementara jumlah Bhabinkamtibmas 38.593 personel.
“Bila mengacu kebutuhan personel, dengan pengembangan program Polisi RW secara nasional artinya akan ada peningkatan minimal 10 kali lipat jumlah personel kepolisian setingkat Bhabinkamtibmas," terang Bambang.
Sedangkan jumlah polisi terkini mencapai 412.818 orang, dan 21.624 di antaranya bertugas di Mabes Polri. Bambang melanjutkan, sesuai pernyataan Kapolri, akan menempatkan personel dari semua satuan untuk menjadi Polisi RW, yang berarti bila tak ada penambahan jumlah personel polisi yang signifikan, akan ada tambahan beban kerja dan tugas baru pada personel yang sudah punya beban berat di satuannya masing-masing.
Penambahan beban tugas harusnya juga diiringi dengan peningkatan kesejahteraan yang berarti ada penambahan anggaran. “Maka wacana pengembangan Polisi RW tersebut secara teknis sekadar bombastis dan tidak realistis,” kata Bambang.
Sisi lain, meski secara konsep seolah baik untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat, secara teori kekuasaan, program ini juga berpotensi menjadi alat politik seperti dalam pendekatan Orwellian, yakni polisi menjadi alat kontrol dan memata-matai semua aktivitas masyarakat.
Menurut dia, apalagi ini sudah menjelang pemilu, kasus-kasus pengerahan aparat negara dalam pemenangan salah satu kandidat dalam pemilu sudah sering terjadi seharusnya tak terulang lagi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz