tirto.id - Ada yang berbeda dari Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta pada Jumat (18/3/2022). Kondisinya nampak sepi, hanya menyisakan sejumlah aktivitas proyek pembangunan di sejumlah sisi. Hal itu merupakan imbas dari liburnya pelayanan sampah di TPST Piyungan sejak Jumat hingga Minggu (18-20 Maret). Pengumuman tersebut dibagikan di akun Instagram Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta @dlhkdiy.
Meski aktivitas pembuangan sampah libur, namun kegiatan warga di sekitar TPST tetap berlangsung. Ada yang ikut membantu proyek, menjadi pemulung, hingga mengembala sapi. Para sapi digembalakan di atas gunungan sampah yang memiliki luas 12,5 hektar sembari memakan sisa sayuran dan makanan organik lainnya.
Kondisi lengang dari truk pembawa sampah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi warga Dusun Ngablak dan Watugender, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, tempat TPST itu berada. Mereka bisa berjalan dengan leluasa tanpa harus terhimpit dari truk-truk dari penjuru kabupaten dan kota di seluruh DIY.
Tak jarang mereka harus ikut antre dalam kemacetan, yang mengular hingga dua kilometer jauhnya. Bahkan antrean itu terjadi bukan dalam durasi jam, namun seharian. Dari pertama buka pada waktu pagi hingga malam hari masih penuh truk di atas jalanan desa tersebut.
Menurut Suyarto (54 tahun), truk sampah yang mengantre membuat seakan para warga terkepung. Tidak bebas dalam menjalani aktivitas.
“Hal itu terjadi hampir setiap hari, dari pagi waktu awal buka sekitar pukul 06.00 WIB hingga malam hari pukul 21.00 WIB. Selalu ramai tanpa libur," kata dia kepada Tirto, Jumat (18/3/2022).
Kondisi itu akan semakin parah saat musim penghujan tiba. Jalanan semakin becek, hingga membuat kubangan di sejumlah sisi.
“Sewaktu musim penghujan, anak-anak sekolah sering menjadi korban, baju mereka kotor terkena percikan air dari jalanan. Bahkan sepatu mereka harus dilepas dan dibungkus plastik agar terhindar dari kotornya percikan air,” kata dia.
Menurut Suyarto, kondisi jalanan menuju TPST menjadi tidak karuan baru terjadi beberapa tahun ini. Di saat tumpukan sampah semakin tidak terkendali. Sehingga truk yang membuang sampah di antara gunungan TPST Piyungan kehilangan akses jalan. Hal itu yang memperlambat aktivitas mereka.
“Dahulu TPST Piyungan sempat dapat penghargaan hingga Adipura, namun di era 2020-an baru mulai berantakan. Sampah semakin menumpuk dan menyulitkan perjalanan truk," jelasnya.
Ia berempati terhadap para pengemudi truk yang juga ikut terjebak dalam situasi kemacetan TPST yang sulit dikendalikan. Mereka harus menunggu berjam-jam demi membuang sampah hingga kembali pulang.
“Saya paham dengan kondisi para sopir. Mereka tidak punya pilihan selain hanya bisa mengikuti alur jalan, dari masuk kawasan TPST, naik ke timbangan hingga membuang sampah," ujarnya.
Suyarto mengisahkan, akibat kondisi jalan yang tak terbenahi ini, menjadikan sapi yang digembala warga sekitar menjadi korban. Ada yang terlindas truk, hingga terkena sekop ekskavator.
“Beberapa bulan ini sudah ada 5 anak sapi yang jadi korban terkena sekop ekskavator hingga terlindas truk sampah," terangnya.
Ia serta warga setempat tidak meminta banyak kepada pemerintah selain perbaikan TPST Piyungan, agar proses bongkar muat sampah menjadi lancar dan tidak terjadi kemacetan.
“Soal sanitasi, polusi, kebersihan kami sudah tidak berharap banyak, dan kami sudah menerima semua termasuk aroma sampah seperti ini. Kami sudah biasa. Namun tolong TPST diperbaiki, diperluas sehingga proses pembuangan sampah dari truk bisa semakin cepat dan tidak mengganggu lalu lintas warga,” pintanya.
TPST Piyungan dan Permasalahan yang Ada
TPST Piyungan yang sudah ada sejak 1995 ternyata menyimpan beragam masalah di berbagai lini kehidupan masyarakat. Pasalnya area pembuangan sampah tersebut menjadi harapan bagi kebersihan 3 kabupaten/kota di DIY, yaitu: Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul.
Dari ketiga kabupaten/kota tersebut, Kota Yogyakarta yang paling banyak berharap dengan TPST Piyungan. Sebab, di area tersebut sudah padat dengan perumahan dan gedung-gedung. Sehingga tidak banyak lahan yang bisa dijadikan area pembuangan sementara saat TPST Piyungan libur beroperasi selama 3 hari.
“Kalau di kota hanya bisa berharap pada TPS dan depo sampah, untuk menahan sampah selama 3 hari, kalau lebih dari itu kemungkinan terjadi peluberan sampah hingga ke jalanan bisa kembali terjadi,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko saat dihubungi Tirto.
Haryoko menuturkan setiap bulannya Pemkot Yogyakarta mengeluarkan uang mencapai Rp7 juta, untuk membayar iuran sampah ke TPST Piyungan.
“Setiap ton sampah kami membayar Rp24.300 dan sebulannya kami menyetor sampah sebanyak 300 ton," ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahan sampah seperti yang terjadi saat ini berpotensi besar terjadi lagi, bila berkaca pada peristiwa yang terjadi sebelumnya. Saat TPST Piyungan tutup operasi selama 3 minggu lamanya.
“Kalau melihat saat ini tinggi gunungan sampah di TPST Piyungan sudah 140 meter di atas permukaan laut. Seharusnya sudah ada TPA transisi yang jadi pada Januari kemarin, namun masih belum jadi hingga kini. Kalau itu masih terlambat, maka sampah meluber besar kemungkinan terjadi lagi," terangnya.
Secara terpisah, Tenaga Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (UGM), Iqmal Tahir menuturkan, TPST Piyungan sudah tidak bisa menampung sampah secara ideal. Bahkan disebut sudah hilang kelayakannya sejak 5 hingga 6 tahun lalu.
“Seharusnya TPST Piyungan hanya menerima sampah residu yaitu sampah non organik yang tidak bisa terurai kembali. Namun kenyataannya, sampah organik atau sampah dapur dan non organik semuanya masuk,” kata dia.
Iqmal menerangkan walau sampah organik tidak memiliki dampak bahaya terhadap lingkungan, namun karena secara kuantitas sangat banyak dan terjadi bertahun, tetap menimbulkan bahaya bagi lingkungan sekitar.
“Apabila terjadi bertahun dapat menimbulkan bom waktu yang meledak secara perlahan, seperti aroma tak sedap, lalat yang berterbangan hingga penyakit yang melanda warga sekitar," ungkapnya.
Ia menjelaskan TPST Piyungan hanya bekerja untuk menimbun sampah tanpa ada pengelolaan. Bahkan daur ulang sampah hingga saat ini hanya ada pemulung yang secara jumlah tidak signifikan untuk mengurangi gunungan sampah.
“TPST tidak ideal karena diibaratkan tidak ada upaya yang relatif sistematik untuk mengurangi timbunan sampah dan hanya mengandalkan pemulung," ujarnya.
Iqmal meminta kepada Pemda DIY untuk serius menangani persoalan sampah di TPST Piyungan agar tak menimbulkan tragedi gunungan sampah yang sempat terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah pada 21 Februari 2005.
“Jangan sampai yang terjadi di TPA Leuwigajah kembali terulang, ada longsoran sampah hingga menimbulkan kematian ratusan orang," harapnya.
Janji Penambahan Lahan
Sekretaris Daerah DIY, Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan, saat ini pemerintah sedang melakukan pembebasan lahan untuk menambah kapasitas TPST Piyungan. “Kami masih melakukan pembebasan lahan seluas 3,5 hektar dan itu berada di sekitar TPST Piyungan," kata dia saat dihubungi Tirto.
Aji menargetkan proses pembebasan lahan dan pembangunan TPST baru bisa selesai pada 2023 mendatang. “Untuk sementara kami menambah lahan di sekitar TPST, dan membangun talud untuk menahan gunungan sawah untuk semantara.”
Aji mengungkapkan pembangunan TPST Piyungan yang baru merupakan kerja sama dari pemerintah pusat, daerah dan melibatkan unsur swasta.
"Itu nanti lewat jalur KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), yang nantinya ada unsur investor swasta, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satu andil dari pemerintah daerah adalah pembebasan lahan yang saat ini masih dalam proses," terangnya.
Pemda DIY membuka berbagai penawaran dari pengolahan sampah hingga pembangkit listrik.
"Nanti tergantung pada calon investor, apa yang mereka tawarkan dan tergantung teknologi apa yang digunakan," imbuhnya.
Aji mengakui pengelolaan TPST Piyungan masih tertinggal dibanding dengan sejumlah TPST yang ada di kota besar lainnya.
“Karena kita sifatnya masih membuang, belum mengelola, dan ini yang masih dikejar, sebagai bentuk antisipasi, dari pemda menghidupkan kembali TPS dan meminta warga jangan terlalu banyak memproduksi sampah supaya tidak terlalu penuh di TPST," imbaunya.
Sebagai bentuk pengawasan, Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mendorong agar pembebasan lahan dipercepat mengingat pembuangan sampah adalah hal vital dalam pelayanan masyarakat terutama di perkotaan.
“Seharusnya proses pembebasan sudah dilakukan beberapa waktu lalu, namun karena pandemi proses pembebasan menjadi mundur dan saat ini harus dikebut kembali,” kata Huda.
Huda menegaskan proses pembebasan yang ditargetkan pada tahun depan tidak boleh mundur lagi karena anggaran sudah disetujui dan tersedia di pemerintah.
“Proses pembebasan sudah dianggarkan, dan pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta melalui mekanisme KPBU agar proses pemusnahan sampah bisa terjadi dengan baik, agar sampah tidak menumpuk seperti saat ini,” kata dia.
Selain itu, Huda meminta masyarakat untuk mengelola sampah secara swadaya agar sampah tidak menumpuk di TPST Piyungan. “Masyarakat harus didorong untuk mengelola sampah secara mandiri dengan mekanisme 3 R (Recycle, Reuse, Reduce) dan itu bisa menjadi pemasukan bagi kelompok masyarakat,” kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz