tirto.id - Misteri screenshot dari sebuah percakapan via WhatsApp (WA) yang menyeret nama Firza Husein belum terungkap. Polisi masih mencari cara untuk pembuktiannya. Bagaimana cara terbaik untuk membuktikan bahwa bukti vulgar tersebut benar-benar foto seorang Firza dan membantu penyelesaian kasus pornografi ini?
Kepolisian dikabarkan telah mengantongi kecocokan berupa 16 lekukan tubuh Firza. Namun, pada Kamis (27/4/2017) penazihat hukum Firza, Azis Yanuar, menyatakan bahwa kliennya pernah menolak pemeriksaan lekuk tubuh. Sempat ada upaya ke sana, kata Aziz, tapi waktu itu Firza dengan tegas menolaknya
Aziz juga mengaku bingung dengan kabar ini sebab selama ini dia tidak mengetahui adanya istilah lekuk tubuh dalam pemeriksaan perkara pornografi. "Nggak tahu. Sekarang liat aja BAP-nya (Berita Acara Pemeriksaan) kalau memang benar seperti itu. Apa benar ada di BAP diperiksa lekuk tubuhnya?" ujarnya saat dihubungi Tirto.
Aziz mengatakan bahwa pemeriksaan lekuk tubuh perlu didiskusikan lagi dengan pihak keluarga karena menyangkut masalah privasi. Firza pun, dalam sumpahnya saat diperiksa di kepolisian, menyatakaan tidak pernah melakukan tindakan terkait pornografi. Rizieq Shihab, pihak lain yang terseret kasus tersebut, juga melontarkan bantahan dan menyebut penggalan-penggalan percakapan dan gambar yang tersebar sebagai fitnah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan bahwa perihal 16 lekuk tubuh Firza hanyalah penjelasan mengenai salah satu teknik penyidikan di kasus yang menyeret nama tokoh Front Pembela Islam (FPI) ini. Pendekatan ini pun bukan yang pertama kalinya. Kepolisian, kata Argo, pernah menerapkan metode deteksi yang serupa pada kasus video mesum aktris Luna Maya dan pentolan grup band Noah Nazril Ilham (Ariel).
Asal usul penyebutan 16 lekukan tubuh dalam kasus Firza disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya M Iriawan pada Rabu (26/4/2017). “Ada 16 lekuk tubuh yang tidak bisa dipungkiri dengan tubuh Firza dalam kasus ini. Nanti ada langkah polisi seperti kasus Ariel kan ada suaranya. Kan di situ ada voice (suara) Firza juga. Jadi nanti kita buktikan," kata Iriawan.
Penggunaan jasa ahli antropomerti adalah upaya yang diambil Polda Metro Jaya sejak awal Februari 2017 untuk memastikan kebenaran dari konten screenshoot yang menghebohkan masyarakat Indonesia sejak awal tahun ini. Penyidik kepolisian juga meminta pendapat dari ahli digital forensik untuk memastikan foto itu merupakan konten asli atau tidak.
Ilmu Lekuk Tubuh
Aparat berwenang yang melakukan penyelidikan atas sebuah kasus hukum oleh sebenarnya telah lama mengenal pemeriksaan fisik tersangka atau terduga melalui pendekatan antropometri. Antropomerti adalah cabang ilmu yang bertujuan untuk memeriksa ukuran, bentuk, dan kapasitas fungsional tubuh seseorang. Metode pengukurannya meliputi dimensi linear (jarak), lingkar tubuh ketebalan lapisan kulit, posisi tubuh (pasif dan aktif), bentuk, kontur hingga bobot tubuh.
Alphone Bertillon adalah kriminolog Perancis yang pertama kali membangun sistem antropometrik berdasarkan pengukuran bagian tubuh manusia, terutama komponen di kepala dan muka, untuk membuat deskripsi dari seorang individual. Sistem yang ditemukan di tahun 1879 kemudian dikenal dengan nama Sistem Bertillon, dan tak perlu waktu lama dipakai oleh otoritas keamanan Perancis sebagai pendekatan ilmiah yang teruji dalam membongkar kasus kriminal.
Pada 1884 kepolisian Perancis sukses menangkap 241 residivis berkat Sistem Bertillon. Sistem ini mencatat para kriminal di penjara dan kemudian akan dibandingkan jika ia atau orang yang sama tertangkap kembali. Melalui sistem yang ketat ini pula muncul tradisi kepolisian untuk melakukan pendataan muka penuh dan profil seseorang dalam bentuk visual (foto) yang kini dikenal sebagai mugshot.
Dalam perjalanan sejarahnya, Sistem Bertillon memang dikenalkan dan populer ke negara lain termasuk Amerika Serikat. Namun, lama-kelamaan sistem ini tak mendapatkan tempat yang spesial dalam dunia penyelidikan dan forensik sebab kalah pamor dengan sistem modifikasi baru yang mengandalkan analisis sidik jari, demikian catatan National Law Enforcement Museum AS.
Meski seakan tergantikan, sistem penyelidikan memakai pendekatan antropomerti masih mendapat tempatnya sesuai kebutuhan, termasuk contohnya dalam kasus Firza Husein. Dr. Kewal Krishan dalam artikel yang dimuat dalam The Internet Journal of Forensic Science mengatakan bahwa karakteristik antropomerti memiliki hubungan langsung dengan jenis kelamin, bentuk, dan bentuk individu. Faktor-faktor ini terkait satu sama lain dan dipengaruhi oleh lingkungan maupun genetik.
Data antropomertik, dalam pandangan Krishan, diyakini memiliki sifat objektif dan membantu si pemeriksa forensik melampaui penilaian subjektifnya hanya karena dua hal yang dibandingkan (dalam kasus Firza foto dan fisik Firza sesungguhnya) terlihat mirip. Dengan data pengukuran yang jelas, tulisnya, si pemeriksa mampu menganalisis kualitas persamaan dan perbedaan dari dua objek yang diperiksa.
Hal ini dikarenakan pendekatan antropomertik dalam prosedur forensik (forensik tak hanya berlaku bagi mayat, tapi juga subjek hidup) memiliki banyak variabel yang bisa dibandingkan secara terperinci. Bukan hanya lekuk tubuh, tapi juga karakteristik rinci lain seperti bekas amputasi, patah tulang, ankilosis (gangguan pada sendi yang kaku atau melekatnya tulang-tulang di tubuh), kelainan bentuk pada tulang, dan lain sebagainya. Tujuannya agar penegak hukum mencapai identifikasi personal yang paling valid.
Perkembangan teknologi rekam via fotografi membuat proses pemeriksaan atas orang-orang yang berstatus terduga, tersangka, maupun terpidana, makin mudah. Publik belum lupa dengan kasus pelesir mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan yang menonton tenis di Bali pada tahun 2010 silam.
Keberadaan sang terdakwa kasus mafia pajak dan pencucian uang terendus oleh wartawan peliput tennis Tournament Commonwealth Bank Tournament of Champions di Nusa Dua. Fotografer Kompas, Agus Susanto, sukses menemukannya dan melahirkan foto bersejarah yang menampilkan foto Gayus yang kala itu menagenakan rambut palsu.
Saat itu, Gayus seharusnya masih berada di Rumah Tahanan (rutan) Brimob di Kelapa Dua, Depok. Munculnya foto tersebut membuat polisi akhirnya membuka pemeriksaan baru. Segala testimoni, termasuk pegawai rutan yang menyatakan bahwa Gayus ada di tahanan hari itu, juga tak luput diperiksa. Sebuah foto yang membuka lagi isu tentang betapa mudahnya tahanan kasus korupsi melenggang ke luar penjara dan menikmati udara bebas tanpa diketahui publik. Polisi melakukan pembuktian berdasarkan foto tersebut.
Dalam kasus Firza, polisi ingin membuktikan keterlibatan Firza Husein dalam kasus pornografi melalui identifikasi 16 lekukan tubuh. Pendekatan ini memang memungkinkan, hanya saja perlu persetujuan dari Firza. Pengacara Firza sendiri sudah menyatakan kliennya tidak setuju pemeriksaan ini.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti