Menuju konten utama

Membedah Kerugian Ekonomi karena Penundaan Pengangkatan CASN

Dampak berganda dari penundaan pelantikan CPNS dan PPPK: menurunkan pendapatan masyarakat hingga Rp10,4 triliun.

Membedah Kerugian Ekonomi karena Penundaan Pengangkatan CASN
Sejumlah Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) mengikuti aksi penolakan penundaan pengangkatan CASN di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Senin (10/3/2025). Aksi yang diikuti ratusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK) di Kalimantan Barat tersebut menolak kebijakan penundaan pengangkatan dan menuntut tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/tom.

tirto.id - Keputusan Pemerintah Indonesia dan Komisi II DPR RI untuk menunda pengangkatan calon aparatur sipil negara (CASN) dapat memberi dampak ekonomi yang besar dan berganda. Hasil analisis Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa tidak hanya CASN yang dirugikan secara finansial, tapi juga perekonomian secara keseluruhan.

"Hasil modelling Celios menggunakan metode Input-Output (IO) menemukan kerugian total output ekonomi Rp11,9 triliun, pendapatan masyarakat turun Rp10,4 triliun," papar Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, dikutip Rabu (12/3/2025).

Laporan Celios menjabarkan pula bahwa pendapatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) berpotensi hilang sebesar Rp6,76 triliun. Jumlah itu berasal dari 250.407 formasi CPNS yang pengangkatannya ditunda oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Perhitungan Celios itu menggunakan asumsi rata-rata gaji pokok ASN di awal masa kerja (0-3 tahun) sebesar Rp3,2 juta. Kemudian, diambil 80 persen dari gaji pokok tersebut, dikurangi pajak, lalu ditambah dengan berbagai tunjangan.

Sehingga, seorang CPNS diperkirakan membawa pulang gaji Rp3 juta/bulan. Dengan asumsi penundaan pengangkatan berlangsung sembilan bulan, setiap CPNS berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp27 juta.

Nilai Rp27 juta itulah yang kemudian dikalikan dengan 250.407 formasi CPNS sehingga menghasilkan perkiraan Rp6,76 triliun.

“Calon pegawai abdi negara yang sudah berharap, terlanjur resign dari pekerjaan sebelumnya, dikecewakan karena jadi pengangguran semu selama 9 bulan,” tambah Bhima.

Sebagai catatan, Celios belum lagi menghitung lebih dari 1 juta formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang malah baru akan diangkat pada 1 Maret 2026. Jika perhitungan itu melibatkan PPPK, nilai kerugiannya jelas akan jauh lebih besar lagi.

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menambahkan bahwa masih ada pula dampak berganda dari keputusan penundaan pelantikan CPNS dan PPPK tersebut. Menurut perhitungannya, kebijakan itu bisa menurunkan pendapatan masyarakat hingga Rp10,4 triliun.

“Ketika pendapatan agregat [dari pendapatan CPNS] berkurang, maka perputaran ekonomi di tingkat bawah juga akan mengalami tekanan. Dampak multiplier-nya terasa ke sektor penyediaan makan-minum hingga bisnis kontrakan atau perumahan,” tutur Nailul kepada Tirto, Rabu (12/3/2025).

“Belum lagi, jika ada cicilan utang yang harus rutin dibayar setiap bulan,” tambah dia lagi.

Tak habis di situ, perhitungan Celios juga menunjukkan bakal ada 110 ribu tenaga kerja di luar CASN yang akan terdampak. Itu merupakan dampak output dari sektor jasa pemerintahan yang juga turun. Mereka kemudian akan melakukan efisiensi atau penundaan perekrutan karyawan baru yang jumlahnya sampai 110 ribu itu.

“Pemerintah harus mempertimbangkan efek berantai dari setiap keputusan yang tidak hanya melibatkan ratusan ribu CPNS yang nasibnya tidak pasti, tapi juga pengusaha dan karyawan swasta yang terdampak kebijakan fatal pemerintah saat ekonomi sedang memburuk,” ujar Bhima lagi.

Menurut Bhima, solusinya saat ini seharusnya adalah menyegerakan pengangkatan CPNS, paling lambat Maret 2025. Alternatifnya adalah memberikan kompensasi bagi para CPNS.

“Kalau misal tidak diangkat, atau terjadi pengunduran karena masalah administrasi, wajib pemerintah membayar gaji pokok selama masa penundaan itu,” tambah dia.

Menurut Bhima, anggarannya bisa diserap dari pemangkasan Proyek Strategis Nasional (PSN), optimalisasi penerimaan pajak lahan sawit dan tambang, serta pemulihan kerugian negara dari kasus-kasus korupsi.

“Artinya, bukan masalah uang ini, tapi masalah pemerintah yang tidak bertanggung jawab,” tutup Bhima tegas.

Solusi Konyol dari Pemerintah

Selain dampak ekonomi yang tidak kecil, laporan Celios menyebutkan soal bertambahnya pengangguran semu selama setidaknya sembilan bulan.

Oleh karena itu, penundaan pengangkatan CASN itu seperti mengabaikan kondisi masyarakat yang tengah dihadapkan pada badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan swasta. PHK oleh perusahaan seperti Sritex Group, Sanken Indonesia, Tokai, dan Yamaha Music, jika diakumulasikan bakal memakan lebih dari 11 ribu orang.

Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan, antara Januari-Desember 2024 terdapat 77.965 orang terdampak PHK. Angka itu belum lagi menghitung 3.325 orang yang ter-PHK pada Januari 2025.

Di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) coba memberi solusi. Kementerian PANRB menyarankan agar para CPNS belajar budaya birokrasi ASN lebih dulu.

"Kami bisa memaklumi juga ya, mungkin ada juga yang sudah berkeluarga. Tapi, proses ini mungkin bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran ketika mereka masuk ke birokrasi kami," ujar Deputi Bidang SDM Kementerian PANRB, Aba Subagja, Kamis (6/3/2025).

Pernyataan Aba tersebut bisa dibilang tidak empatik—jika tidak mau dibilang konyol.

Para CASN yang telah lolos seleksi lantas bereaksi terhadap kebijakan penundaan pelantikan itu. Mereka meluncurkan sebuah petisi yang ditujukan kepada Komisi II DPR RI, Kementerian PANRB, BKN, serta instansi terkait.

Petisi tersebut berisi desakan agar pemerintah mempercepat proses pengangkatan setelah pengusulan dan penetapan nomor induk pegawai (NIP) atau nomor induk (NI) PPPK selesai.

Sampai dengan tulisan ini dibuat, petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 77 ribu orang.

Di tengah desakan dan sorotan publik, BKN juga mencoba menghadirkan solusi. Sayangnya, setali tiga uang dengan pernyataan Deputi Bidang SDM Kementerian PANRB, tawaran BKN juga terkesan mengada-ada.

Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, mengusulkan agar para CASN yang sudah terlanjur resign untuk kembali ke pekerjaan lamanya. Pihak BKN mengatakan akan memberi bantuan komunikasi dengan perusahaan lama tempat CASN tersebut bekerja melalui pemangku kepentingan terkait.

“Kalau kami tidak berupaya pasti tidak ada hasil. Tapi, kalau kami berupaya, kemungkinannya masih ada dua, gagal atau berhasil untuk mengembalikan yang bersangkutan bisa bekerja kembali sampai dengan 30 September. Karena, 1 Oktober sudah masuk sebagai CPNS,” ucap Zudan dalam rapat koordinasi yang disiarkan kanal YouTube resmi BKN.

Menurut Nailul Huda dari Celios, omongan BKN tersebut akan sangat sulit dilakukan.

“Kecuali, mungkin instansi yang bisa diatur langsung oleh BKN, sangat bisa dilakukan. Itu pun jika belum terisi oleh orang lain,” ujarnya.

Sementara itu, penerapanya di perusahaan swasta tentu tak bakal segampang itu. Pasalnya, perusahaan kemungkinan sudah melakukan rekrutmen lagi dan biayanya tidak murah. Belum lagi, mereka harus menerima orang yang mereka tahu hanya akan bekerja sampai Oktober 2025.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, juga menganggap kembali ke perusahaan lama untuk sementara tidak mungkin terjadi.

“Menurut saya, lebih impossible lagi. Bagaimana orang menyatakan dia sudah mengundurkan diri, minta kembali lagi? Mengundurkan diri artinya dia sudah secara maunya pribadi, bukan kesalahan perusahaan,” tuturnya kepada Tirto, Rabu (12/3/2025).

Menurut Trubus, perusahaan swasta tidak punya alasan untuk kembali mempekerjakan karyawannya yang telah resign karena lulus seleksi CPNS.

“Menurut saya, ini menunjukkan pejabat yang gagap, bingung. Dia pejabat, tapi tidak siap,” tutur Trubus.

DPR dan Pemerintah Tidak Sinkron

Lebih lanjut, Trubus menilai bahwa penundaan pengangkatan CASN terjadi sebab ketidaksiapan pemerintah dalam mengalokasikan pegawai baru dalam kondisi pemerintahan baru.

“Karena, seleksi itu sebelum pelantikan [Presiden dan Wakil Presiden RI]. Harusnya, seleksi itu sesudah pelantikan,” terang dia.

Komposisi pemerintahan yang ada sekarang tidak sesuai dengan kondisi saat penyusunan formasi awal. Kabinet Merah Putih, menurut Trubus, berusaha mengevaluasi ketentuan mengenai CASN ini, sementara Kementerian PANRB tidak siap.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, juga mengamini hal itu. Menurut dia, selain dampak dari efisiensi anggaran, masalah pengangkatan CASN itu terkait dengan penambahan kementerian dan lembaga yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto ketika membentuk Kabinet Merah Putih.

Menurut Agus, kondisi itu juga belum memperhitungkan pemekaran empat provinsi baru. Penambahan jumlah kementerian dan pemekaran itu jelas membutuhkan penambahan CASN dan juga anggaran.

“Dari awal, saya sudah bilang ini bukan hanya gaya-gayaan pemerataan kekuasaan politik, tetapi ini akan cost-nya sangat besar,” ujar Agus kepada Tirto, Rabu (12/3/2025).

Agus juga mengatakan bahwa DPR dan pemerintah berbeda persepsi terkait pengangkatan CASN yang telah lulus seleksi. Dia mengatakan bahwa ada ketidaksinkronan pesan dari diskusinya dengan Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse; Kepala BKN, Zuldan; dan Menteri PANRB, Rini Widyantini.

“Maksudnya mereka berbeda. DPR ini [pada] Rapat Dengar Pendapat tanggal 5 kemarin, permintaan bahwa tanggal 1 Oktober [2025] itu adalah selesai. Artinya, dari mulai sekarang bisa mulai penempatan. Tapi, Bu Menteri dan Pak Kepala BKN bilang, ‘itu akan kita bereskan per 1 Oktober,’ karena anggarannya enggak ada,” tutur Agus.

Ketidaksinkronan pesan ini juga ditangkap oleh Trubus. Menurutnya, sangat wajar bila para CASN dan publik mempertanyakan kebijakan pemerintah. Pasalnya, pernyataan dari DPR dan pemerintah memang tidak sejalan.

“Jadi, mereka pada menjelaskan sendiri-sendiri. Enggak ada korelasinya juga gitu. Jadi, membuat masyarakat juga membuat para ASN jadi bingung gitu,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait CASN 2024 atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - News
Reporter: Alfons Yoshio Hartanto
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Fadrik Aziz Firdausi