tirto.id - Awal Agustus 2023 lalu, Bounce, salah satu penyedia layanan pendukung perjalanan, menerbitkan sebuah laporan tentang kualitas maskapai penerbangan. Dalam riset bertajuk "The 2023 Airline Index" atau Indeks Maskapai 2023, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut memetakan dan mengurutkan performa maskapai, baik domestik maupun internasional, dari berbagai belahan dunia.
Dalam penjelasan metode laporannya, Bounce menjabarkan kalau indeks yang mereka buat hanya membahas performa sekitar 60 maskapai dengan berbagai indikator, mulai dari ketepatan waktu terbang hingga kualitas dari makanan yang disediakan selama penerbangan.
Adapun untuk maskapai internasional, hanya 52 maskapai yang dipilih berdasarkan banyaknya jumlah keberangkatan terjadwal, ditambah dua maskapai yang masuk ke daftar tiga teratas pada tahun 2022, dari sekitar 5.000 maskapai yang terdaftar di Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Bounce juga tak memasukkan maskapai penerbangan asal Tiongkok karena pembatasan perjalanan akibat pandemi Covid-19 masih berlaku di sana sampai awal tahun 2023.
Untuk data-data untuk indikator penilaian, Bounce mengambil data dari beberapa situs sebagai sumber. Misalnya, untuk persentase ketepatan waktu dan persentase keterlambatan data, Bounce mengambil data rata-rata bulanan yang tercatat di OAG.com. Sementara untuk indikator makanan dan hiburan dalam penerbangan, kenyamanan tempat duduk, dan pelayanan staf, mereka ambil data dari catatan Skytrax.
Lantas bagaimana hasilnya? Dalam laporan tersebut, dijabarkan 10 besar maskapai internasional dengan peringkat tertinggi berdasarkan skor-skor indikator dan 10 maskapai internasional dengan peringkat terendah, alias berperforma terburuk.
Di lanskap maskapai dalam negeri, dua maskapai asal Indonesia, Wings Air dan Lion Air masuk dan menempati dua posisi paling buncit pada kategori maskapai internasional.
Terlihat dari 11 maskapai dengan penilaian terendah (ada dua maskapai dengan skor sama di peringkat 10), Wings Air memiliki skor paling kecil dengan nilai 0,37 (skala 0-10). Satu peringkat di atasnya, ada Lion Air dengan skor 0,61. Jetstar Airways dari Australia melengkapi daftar tiga terbawah dengan skor 0,94.
Dalam elaborasinya, disebutkan kalau Wings Air menempati posisi paling buncit karena memiliki tingkat kedatangan tepat waktu terendah, hanya 47,69 persen. Tingkat pembatalannya juga tertinggi kedua mencapai 15,91 persen."Artinya terbang dengan Wings Air berisiko jika jadwal Anda padat atau harus melakukan penerbangan lanjutan," tulis penjelasan dalam laporan.
Disebutkan juga alpanya tawaran bagasi gratis bagi penumpang kelas ekonomi, serta makanan dan layanan hiburan dalam penerbangan dengan skor rendah, juga menyumbang penilaian yang kurang baik terhadap penerbangan ini meski maskapai ini dinilai punya kenyamanan kursi dan layanan staf penerbangan yang cukup baik.
Lion Air disebut tidak jauh berbeda dibanding Wings Air.
"Kurang dari setengah jadwal penerbangan oleh Lion Air tiba di tujuan tepat waktu, terdapat pula 20,1 persen penerbangan yang dibatalkan, yang berakibat pada rencana perjalanan para pengguna jasanya menjadi berantakan," begitu isi keterangan dalam laporan.
Meski begitu, Bounce memberi nilai lebih terhadap Lion Air dari segi layanan bagasi. Maskapai berlogo singa ini disebut sebagai, "satu dari sedikit maskpai bertarif murah yang memberikan layanan bagasi mencapai 20 kg bagi penumpang kelas ekonominya." Cakupan Lion Air yang cukup luas, menjangkau 36 destinasi di Asia Tenggara juga disebut dalam laporan.
Selain dua maskapai tersebut, laporan Bounce juga menempatkan Batik Air di peringkat 40 dari 52 maskapai penerbangan yang ada di daftar, atau posisi 13 dari bawah.
Terlihat bahwa tingkat ketepatan waktu yang cenderung rendah (58,11 persen) dan tingkat pembatalan yang cenderung tinggi (10,48 persen) menjadi dua hal yang menonjol dari skor Batik Air, yang cenderung punya nilai rata-rata di indikator lainnya.
Di spektrum berlawanan, ada Japan Airlines (indeks skor 8,28), Singapore Airlines (7,63), dan Qatar Airways (7,5) sebagai tiga maskapai penerbangan terbaik dengan nilai tertinggi.
Japan Airlines, berdasar penjabaran laporan, mendapatkan skor 4 (dari 5) untuk indikator seperti makanan dan hiburan dalam penerbangan, kenyamanan bangku serta pelayanan staf.Maskapai ini juga menjadi salah satu maskapai dengan catatan ketepatan waktu sampai tertinggi, 88,36 persen. Tingkat pembatalan juga hanya 1,56 persen. Maskapai ini juga memberikan bawaan dalam kabin sampai 10 kg dan bagasi sampai 46 kg untuk penumpang kelas ekonominya. Mereka juga melayani rute sampai ke 37 kota di Jepang dan beraneka ragam rute internasional.
Di peringkat dua dan tiga ada Singapore Airlines dan Qatar Airways yang punya indeks skor serupa. Keduanya, sama seperti Japan Airlines, konsisten dengan skor 4 untuk indikator makanan dan hiburan dalam penerbangan, kenyamanan bangku, serta pelayanan staf.
Tingkat pembatalan keduanya juga terhitung sangat rendah dengan 0,03 persen untuk Singapore Airlines dan 0,33 persen untuk Qatar Airways. Persentase penerbangan tepat waktu kedua maskapai juga ada di kisaran 77 persen.
Adapun The 2023 Airline Index ini melanjutkan laporan serupa yang tahun-tahun sebelumnya juga dibuat Bounce. Pada laporan tahun 2022 (The 2022 Airline Index), Lion Air (skor 0,72 dari 10) dan Wings Air ( skor 1,11) hanya bertukar posisi di peringkat dua terbawah. Sementara Singapore Airlines (skor 7,69) menempati peringkat pertama pada tahun 2022 diikuti All Nippon Airways (skor 7,48).
Seburuk Itukah Kualitas Maskapai Indonesia?
Menanggapi hasil dari laporan tersebut, Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie cenderung skeptis. Menurutnya, beberapa faktor penilaian dari Bounce ini kurang berimbang.
Dari segi rute misalnya, laporan ini mayoritas menyorot rute-rute internasional maskapai yang dinilai performanya. Rute internasional Lion Air bisa dibilang cukup terbatas, sementara Wings Air malah tidak terbang ke rute internasional.
Selain itu, untuk beberapa kriteria juga tidak bisa dibandingkan secara langsung menurut dia.
"Misal in-flight entertaiment, seperti Wings Air itu gak mungkin ada. Dan di Indonesia, LCC (low-cost carrier) itu juga tidak wajib ada in-flight enetertainment. Menurut saya itu penilaian yang kurang objektif," tuturnya ketika dihubungi Tirto, Selasa (29/8/2023).
Sementara itu terkait dengan persentase pembatalan dan ketepatan waktu maskapai, Alvin tidak menampik kalau dua maskapai dari Lion Group tersebut memang kerap mendapat komplain dari penggunanya terkait hal tersebut. Dia bersama asosiasi pun sudah berulang kali mengomunikasikan hal ini kepada pihak Lion untuk menjadi bahan perbaikan.
Namun, menurut dia, semua maskapai penerbangan pasti pernah mengalami penundaan atau delay. Hal yang tidak terekam dalam laporan tersebut adalah penyebab keterlambatan penerbangan tersebut.
"Kita harus klasifikasi juga penyebab delay-nya. Apakah karena airline sendiri, misal alasan operasional dan teknis? Atau juga delay karena cuaca, kondisi bandara, kepadatan traffic bandara, yang tidak sepenuhnya problem maskapai," ujar Alvin.
Dia menilai lama keterlambatan penerbangan juga baiknya dipertimbangkan. "Apakah 1 jam, 2 jam, 3 jam? Kualitas delay juga harus dilihat. Mungkin saja delay hanya 30 menit atau maksimal 1 jam, itu tentu bobotnya berbeda dengan yang delay sampai 3 atau 4 jam," tambahnya.
Senada dengan Alvin, Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman juga menilai daftar ini tidak bisa lantas mengartikan Lion Air dan Wings Air sebagai maskapai terburuk di dunia.
"Dia hanya menggunakan data 50 airlines terbesar didunia dari jumlah keberangkatan terjadwal. Jadi maskapai lain di luar 50 tersebut, mau lebih bagus dari top daftar atau yang lebih jelek dari bottom daftarnya, gak dianggap," ujarnya kepada Tirto, Selasa (29/8).
"Jadi hanya terburuk dari daftar tersebut," tambahnya.
Senada, dia juga menyoroti indikator-indikator dalam laporan seperti makanan dalam penerbangan yang tidak dilayani oleh dua maskapai tersebut.
Sementara terkait dengan indikator keterlambatan dan pembatalan, menurut dia, Lion Air dan Wings Air menjadi rendah karena ada kendala juga seperti mekanisme slot yang ada. Hal seperti ini menjadi tantangan yang belum tentu dihadapi negara lain dan sejauh ini terkait mekanisme slot pun sedang ditinjau oleh ulang oleh pemerintah.
Secara garis besar Gerry menyebut kalau tidak setuju kalau menempatkan dua maskapai Tanah Air itu sebagai maskapai terburuk di dunia.
"Namun bukan berarti mereka bagus. PR mereka masih banyak, dan improvements di mereka juga banyak," ujarnya menutup percakapan.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty