Menuju konten utama

Melacak Spirit Pendidikan Ahlus Suffah pada Sekolah Rakyat

Ahlus Suffah adalah orang-orang yang berasal dari kalangan fakir miskin. Rasul rutin memberi pengajaran bagi mereka di bagian belakang mesjid Nabawi.

Melacak Spirit Pendidikan Ahlus Suffah pada Sekolah Rakyat
Header Perspektif Sekolah Rakyat Mewarisi Spirit Ahlu Suffah. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Dua sumber utama ajaran Islam adalah Alqur'an dan hadits. Alqur'an merupakan kitab suci yang menjadi tiang keimanan. Siapa tidak mengimani Alqur'an (tentu juga kitab suci lainnya) berarti imannya tidak sempurna. Beriman kepada Alqur'an sama derajatnya dengan beriman kepada Allah, para malaikat, para nabi dan rasul, hari akhir, serta beriman kepada qadha' dan qadar. Semuanya adalah Rukun Iman. Karena Alqur'an kalam Tuhan, maka hanya Nabi yang boleh "menerjemahkan" lewat haditsnya.

Semua tuntunan hidup yang diajarkan Tuhan manual dan cara mengamalkannya dijelaskan oleh Nabi melalui sunnah, hadits. Dan salah seorang yang diakui paling banyak hafal hadits Rasul adalah sahabat Abu Hurairah. Dia diyakini meriwayatkan tidak kurang dari 5.374 hadits. Tercatat 800-an orang dari kalangan sahabat maupun tabi'in telah mengambil riwayat hadits dari Abu Hurairah. Atas jasanya, ilmu tafsir, kalam, fiqih, dan lainnya berkembang hingga era kita sekarang.

Alumni "Sekolah Rakyat"

Tahukah Anda, bagaimana Abu Hurairah mencapai derajat tinggi pada fase-fase awal perkembangan Islam? Salah satu riwayat yang sampai kepada kita adalah bahwa dia merupakan lulusan dan alumnus "Sekolah Rakyat" pertama dalam Islam. Sekolah itu dikenal dengan Ahlus Suffah. Tidak sedikit sahabat kinasih Nabi merupakan lulusan sekolah ini. Selain dikenal karena memilih hidup zuhud dan mendalami ilmu agama, mereka banyak beroleh berkah hidup karena dekat dengan Nabi.

Lantas, di manakah letak sekolah bagi para sahabat itu? Ada di jantung kota Madinah. Di pusat pemerintahan. Di pusat kekuasaan. Lebih dari itu, madrasah bagi para sahabat yang strata sosialnya berada di desil satu dan dua alias miskin dan miskin ektrem itu berada di emperan kediaman Nabi SAW. Letak strategis itu bukan saja membuat akses mereka sangat mudah ke sumber utama ajaran Tuhan, yakni Nabi, tetapi juga merupakan jalur utama turunnya wahyu.

Enam bulan pascahijrah, ketika arah kiblat salat umat Islam resmi berubah dari Baitul Maqdis di Palestina ke Ka’bah di Mekkah, postur masjid Nabi juga mengalami perubahan. Bagian dinding yang mengarah ke Baitul Maqdis dan terletak di bagian belakang masjid diberi tambahan atap. Atap inilah yang populer disebut ash-Suffah atau adz-Dzullah (naungan), tanpa penutup di tiap sisi-sisinya. Di bawah atap itulah para sahabat tinggal dan bersekolah.

Dalam kitab Fathul Bari, Al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat 1449 M) menjelaskan, ash-Shuffah adalah tempat bagian belakang Masjid Nabawi yang diberi atap. Lokasi itu diperuntukkan bagi orang asing yang berada di sana, yaitu mereka yang tidak punya rumah atau kerabat. Seperti Ibnu Hajar, Al-Hafizh Al-Qadli ‘Iyadh (wafat 1149 M) juga menjelaskan, ash-Shuffah adalah tempat bernaung di belakang Masjid Nabi yang digunakan sebagai tempat istirahat orang-orang miskin.

Para penghuninya kemudian disebut Ahlus Suffah (penghuni ash-Suffah). Abu Hurairah menjelaskan, penghuni ash-Suffah adalah para tamu bagi Islam. Mereka tidak punya keluarga, harta, dan siapa pun untuk bernaung. Ini terjadi ketika Nabi dan para sahabat hijrah dari Mekkah ke Madinah. Pada awalnya, sahabat dari golongan Ansor masih mampu menanggung kebutuhan hidup dan tempat tinggal kaum Muhajirin. Situasi itu berlanjut hingga berakhirnya periode pertama perang Badar.

Belakangan, ketika arus hijrah semakin besar, kaum Ansor tidak lagi mampu menampung Muhajirin, sehingga mereka ini tinggal di ash-Shuffah. Setiap orang yang hijrah ke Madinah biasanya menemui Nabi. Rasul lalu mempersaudarakan mereka dengan kalangan Ansor. Jika tidak ada yang bisa menjamin, Nabi mengarahkannya untuk sementara waktu tinggal di as-Suffah hingga jalan keluar ditemukan.

Kepala Sekolah As Suffah

Jumlah siswa dan Ahlus Suffah tidak tetap. Dalam kondisi biasa mencapai 70-80 orang. Dan orang yang ditunjuk Nabi sebagai kepala sekolah alias penanggung jawab Ahlus Suffah adalah Abu Hurairah ra. Pada saat Rasulullah SAW ingin memanggil sahabat-sahabatnya, Abu Hurairah biasanya berperan sebagai perantara Meski pun Ahlus Suffah identik dengan orang-orang miskin, Abu Hurairah sendiri sebetulnya tergolong berkecukupan. Ia lebih senang di ash-Suffah agar dekat dengan Rasulullah.

Bagaimana Abu Hurairah mengelola semua urusan sekolah ini? Tiada lain dengan memberi laporan berkala langsung kepada Kepala Negara, yakni Baginda Rasul. Setiap saat ia berkoordinasi dengan Nabi, dan Nabi bertanggung jawab atas kebutuhan murid-murid Ahlus Suffah. Beliau menjaga, mengunjungi, memperhatikan kondisi, hingga menjenguk jika ada yang sakit.

Selain itu, Nabi sering membersamai mereka untuk tujuan edukasi, seperti memberi arahan, mengajari membaca Alqur’an, mengajak untuk selalu berdzikir kepada Allah, dan mengingat akhirat. Setiap mendapat sedekah, beliau akan memberikannya kepada Ahlus Suffah. Jika ada hadiah diterima, Nabi juga menikmatinya bersama mereka. Rasul juga sering mengajak Ahlus Suffah untuk ikut makan di rumah istri beliau.

Abdurrahman bin Abu Bakar berkata bahwa Ahlus Suffah adalah orang-orang yang berasal dari kalangan fakir miskin. Dalam Musnad Imam Ahmad juga dijelaskan, suatu ketika ada budak tawanan yang diserahkan kepada Rasul, kemudian Fatimah ra memintanya untuk dijadikan pembantu. Namun, Rasul menolak dan menjualnya. Hasilnya disedekahkan kepada Ahlus Shuffah. Rasul sendiri juga sering mengarahkan para sahabat untuk selalu bersedekah kepada Ahlus Suffah.

Sekolah Rakyat dan Akal Imitasi (AI)

Semangat Sekolah Rakyat yang digagas untuk memecah kebekuan teori dan menembus kebuntuan metode dalam memutus transmisi kemiskinan boleh dibilang juga berangkat dari spirit Ahlus Suffah. Hal itu dapat dilihat dari bobot Instruksi Presiden Prabowo Subianto No 8 Tahun 2025. Dalam implementasinya, Inpres ini meniscayakan keterlibatan banyak pihak dan memastikan keberadaan Sekolah Rakyat menjadi agenda bersama. Dengan demikian, genderang model baru pemuliaan kaum duafa pun ditabuh.

Saat memulai agenda Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Rakyat pada 14 Juli 2025 lalu, Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf, hadir bersama demikian banyak kementerian, lembaga, perbankan dan swasta di gedung Sentra Terpadu Inten Soeweno, Cibinong, Bogor. Sebelum Menko Pemberdayaan Masyarakat RI, Muhaimin Iskandar, membuka secara resmi 63 titik MPLS di seluruh negeri, Gus Ipul, sapaan Mensos, mengundang pendiri ESQ, Ary Ginanjar Agustian.

Dengan menggunakan konsep Talent Mapping berbasis AI, Ary Ginanjar membedah satu-satu potensi siswa kelas SMP di sentra terpadu milik Kemensos. Tak lama, nama Muhammad Alfareza Hakim muncul dengan analisa komprehesif. Hasil tes tim ESQ Ary menyebut bakat, kecenderungan, serta potensi Alfareza. "

Kamu cocok jadi pilot atau dokter," kata Ary. Hadirin gemuruh. "Sekolah Rakyat menampung banyak talenta," sambungnya.

Selain Alfareza, muncul juga nama Po Swan Kanza. AI membacanya sebagai anak supel, "ngemong", bisa komunkasi dengan yang lebih tua dan lebih muda darinya. "Hasil analisa tes ESQ, Po Swan Kanza cocok menjadi diplomat, ahli komunikasi, psikolog, atau pengacara." Lalu, "Siti Restiara. Menurut hasil tes, cocok menjadi cheff atau ahli gizi karena orangnya teliti, presisi, tidak salah masak, menjaga makanan," ungkap Ary di akhir agenda talent mapping.

Penulis adalah Staf Khusus Menteri Sosial RI

Baca juga artikel terkait SEKOLAH RAKYAT atau tulisan lainnya dari Ishaq Zubaedi Raqib

tirto.id - Kolumnis
Penulis: Ishaq Zubaedi Raqib
Editor: Zulkifli Songyanan