Menuju konten utama

Mekanisme DPK: Penyebab Kisruh BTP dan Pemilih di Luar Negeri

Tak cuma di Jepang, daftar pemilih khusus jadi sumber ricuh di Sydney dan Den Haag.

Mekanisme DPK: Penyebab Kisruh BTP dan Pemilih di Luar Negeri
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) Beijing mengeluarkan surat suara dari kotak suara tersegel di depan para pemilih sebelum pemungutan suara dimulai di Beijing, Cina, Minggu (14/4/2019). ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/wsj.

tirto.id - Pemungutan suara khusus untuk WNI di luar negeri, yang berlangsung pada 8-14 April 2019, menjadi sorotan terutama di sejumlah negara terjadi kekisruhan.

Muasalnya: daftar pemilih khusus (DPK) ternyata jumlahnya membeludak, yang gagal diantisipasi oleh panitia pemungutan suara.

Dalam aturan KPU, DPK dibolehkan mencoblos tapi waktunya dibatasi hanya satu jam terakhir di TPS-TPS setempat.

Di Jepang, Gugi Yogaswara, salah satu DPK di Osaka, baru mendapat giliran mencoblos sekitar pukul 7 malam waktu setempat. Mengingat waktu mencoblos sangat terbatas, banyak pemilih khusus harus pulang kecewa karena TPS keburu tutup. Menurut Gugi, ada sekitar lebih dari seratus WNI calon pemilih yang gagal mencoblos pada Minggu kemarin, 14 April.

Pemilu di Osaka sempat viral karena video protes mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama, yang menggunakan hak pilihnya di TPS Osaka.

“Itu DPTb [Daftar Pemilih Tambahan]. Yang didahulukan harusnya DPT,” protes BTP dalam video.

Dalam video, BTP bersikeras agar panitia pemilih Osaka mendahulukan Daftar Pemilih Tetap ketimbang Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan DPK.

Dalam prosedur pencoblosan, daftar pemilih tetap mendapatkan giliran lebih awal, sejak pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Setelah itu, akan ada waktu registrasi ulang untuk DPTb dan DPK.