tirto.id - Anggaran melimpah sebesar Rp24,8 triliun dari negara untuk KPU tak serta merta bisa membendung besarnya keluhan para pemilih di luar negeri. Keluhan hingga protes tak terbendung dari WNI yang ingin menggunakan hak pilih di Malaysia, Australia, hingga Jepang lantaran penyelenggaraan pemilu yang amburadul.
Sebut saja misalnya rekaman video soal temuan surat suara tercoblos di Selangor, Malaysia, Kamis (11/4/2019) yang viral di media sosial. Pelaksanaan pemungutan suara di Osaka, Jepang sempat membuat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) marah karena sempat merasa dikerjai oknum petugas. WNI di Osaka juga mengeluhkan lamanya proses antrean untuk mencoblos. Hal yang sama juga terjadi di Hongkong dan Sydney.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyayangkan masih ada permasalahan dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Harusnya, kata Manager Pengawasan JPPR Alwan Ola Riantoby, permasalahan itu bisa dikikis habis oleh besarnya anggaran yang dikucurkan negara.
"Dengan anggaran yang begitu banyak kemudian ketersediaan logistik juga masih kurang saya kira ini menjadi aspek teknis yang seharusnya sudah diantisipasi,” kata Alwan saat dihubungi reporter Tirto, Senin (15/4/2019).
Kemenkeu mengalokasikan anggaran pelaksanaan Pemilu 2019 sebesar Rp24,8 triliun, meningkat Rp700 miliar dari Pemilu 2014. Rincian untuk pelaksanaannya saja Rp15,93 triliun. Lainnya pengawasan sebesar Rp4,86 triliun, pengamanan Rp3,11 triliun, hingga sosialisasi Rp0,16 triliun.
“Inilah kegagapan KPU dalam hal merespons pemilih yang begitu banyak. Di satu sisi berkampanye untuk datang ke TPS tapi pada sisi lain, kesiapan KPU malah kebingungan karena logistik tidak memadai,” tuturnya.
Alwan meminta KPU sebaiknya segera menuntaskan keluhan masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu 2019 di luar negeri. Sebab sejauh ini terkait permasalahan surat suara tercoblos di Malaysia saja, belum ada sikap resmi dari KPU. Minimnya pernyataan publik KPU dikhawatirkan berdampak kepada antipati publik terhadap Pemilu 2019.
“Ini dalam hal pemilu luar negeri, ditunda dulu atau kemudian kekurangannya seperti apa. Apa yang dilakukan sebaiknya. Ini kan tidak ada perbaikan itu,” ujarnya.
Komisioner KPU Ilham Saputra memandang, permasalahan pemilu di luar negeri tak ada hubungannya dengan besaran anggaran. Menurutnya apa yang disebut masalah itu, terjadi justru karena mematuhi Undang Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum.
"Ada pemilih DPK [Daftar Pemilih Khusus] yang bisa dilayani 1 jam sebelum penutupan TPS," kata Ilham kepada reporter Tirto, Senin.
Sejauh ini KPU baru mendapat informasi permasalahan pemilu di Malaysia, Jepang, dan Australia saja. "Orang banyakan yang [menganggap] sukses dibanding yang bermasalah," tuturnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dieqy Hasbi Widhana