tirto.id -
Kata Kaka, ketidakakuratan KPU dalam mendata jumlah pemilih, mulai dari DPT, maupun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) merupakan akar masalah timbulnya kekacauan di luar negeri, terutama di tiga wilayah yakni Osaka (Jepang), Sydney (Australia) dan Kuala Lumpur (Malaysia).
Akibatnya, kata Kaka Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) tak bisa memprediksi kehadiran masyarakat yang tergolong sebagai Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Selain itu masalah ini juga mengakibatkan pemilih yang masuk kategorisasi DPT dan DPTb tak bisa gunakan hak pilihnya karena berebut dengan pemilih DPK untuk bisa mendapatkan surat suara.
"Ada beberapa masalah yang terpantau. Diantaranya soal akurasi pendataan pemilih. Adanya calon pemilih yang membludak dan banyak yang tak terlayani atau tak bisa memilih menunjukkan bahwa pencatatan DPT nya tak akurat," ujar Kaka kepada Tirto, Senin (15/4/2019).
Menurut Kaka, KPU harus bertanggungjawab. Kekacauan yang terjadi di lapangan, tak bisa hanya menyalahkan Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).
"Karena terjadi cukup merata saya pikir KPU yang harus bertanggungjawab. Bukan KPPSLN secara individual," ucap Kaka.
Kata Kaka, pemungutan suara di dalam negeri tak boleh terulang kejadian seperti ini. KPU harus siap dengan teknis pergeseran surat suara bila terdapat penumpukan pemilih di suatu wilayah atau TPS.
Apalagi, sesuai peraturannya, jumlah surat suara cadangan hanya tersedia dua persen dari jumlah pemilih pada satu TPS.
Selain itu, masalah akurasi data jumlah pemilih juga harus menjadi perhatian KPU agar masalah serupa tak terulang kembali di pemilu berikutnya.
"Antisipasinya dengan mempersiapkan mekanisme pergeseran surat suara secara dinamis di setiap wilayah," kata Kaka.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari