








Iktikaf adalah salah satu cara untuk menggapai malam lailatul qadar bagi umat Islam di bulan Ramadhan. Waktu iktikaf biasanya saat penghujung Ramadhan atau 10 hari terakhir Ramadhan. Iktikaf merupakan aktivitas berdiam diri di dalam masjid oleh orang tertentu dengan niat tertentu demi mencari ridha Allah. Ketika seseorang melakukan iktikaf, ia mesti memperhatikan rukun dan syarat iktikaf.
Iktikaf hukumnya sunah. Ibadah ini dianjurkan pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad SAW. Pelaksanaan iktikaf dapat merujuk firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah ayat 187 sebagai berikut:
“… Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”(QS. Al Baqarah [2]:187)
Sebagai ibadah sunah, iktikaf dapat dilaksanakan pada waktu kapan pun. Hanya saja Rasulullah SAW sangat menganjurkan supaya amalan tersebut ditunaikan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Dikisahkan dalam sebuah hadis riwayat Aisyah RA., “Sesungguhnya Nabi SAW melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan iktikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Rasulullah SAW melakukan iktikaf salah satunya sebagai contoh kepada umatnya untuk menggapai malam lailatul qadar. Yang disebut lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah dan kemuliaan. Malam ini istimewa, karena apabila seorang muslim beribadah pada waktu tersebut, maka amalannya lebih baik dari pada ibadah seribu bulan.
Rasulullah SAW bahkan pernah melakukan iktikaf selama 20 hari di bulan Ramadhan. Dikisahkan dalam sebuah hadis riwayat Ubay bin Ka’ab RA., ia berkata,
"Sesungguhnya Rasulullah SAW beriktikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beriktikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beriktikaf selama dua puluh hari."
Iktikaf hukumnya sunah. Ibadah ini dianjurkan pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad SAW. Pelaksanaan iktikaf dapat merujuk firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah ayat 187 sebagai berikut:
“… Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”(QS. Al Baqarah [2]:187)
Sebagai ibadah sunah, iktikaf dapat dilaksanakan pada waktu kapan pun. Hanya saja Rasulullah SAW sangat menganjurkan supaya amalan tersebut ditunaikan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Dikisahkan dalam sebuah hadis riwayat Aisyah RA., “Sesungguhnya Nabi SAW melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan iktikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Rasulullah SAW melakukan iktikaf salah satunya sebagai contoh kepada umatnya untuk menggapai malam lailatul qadar. Yang disebut lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah dan kemuliaan. Malam ini istimewa, karena apabila seorang muslim beribadah pada waktu tersebut, maka amalannya lebih baik dari pada ibadah seribu bulan.
Rasulullah SAW bahkan pernah melakukan iktikaf selama 20 hari di bulan Ramadhan. Dikisahkan dalam sebuah hadis riwayat Ubay bin Ka’ab RA., ia berkata,
"Sesungguhnya Rasulullah SAW beriktikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beriktikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beriktikaf selama dua puluh hari."
Baca juga artikel terkait IKTIKAF atau tulisan lainnya dari Qurrota Ayun
Oleh: Qurrota Ayun
Editor: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz