tirto.id - Senin (7/9/2020), Maria Kolesnikova dilaporkan telah diculik ketika sedang berjalan-jalan di sekitar area Museum Kesenian Nasional di ibu kota Minsk, Belarus. Dilansir dari BBC, seorang saksi mata mengaku kepada media lokal bahwa sejumlah orang bermasker terlihat mendorong Kolesnikova ke dalam sebuah minivan dan mengambil telepon genggamnya. Sebagai seorang tokoh yang bersikeras menolak hasil pilpres Belarus, kejadian yang menimpa Kolesnikova pun menimbulkan keprihatinan berbagai pihak.
Mewakili pemerintah Inggris Raya, Dominic Raab menyatakan kekhawatiran atas kondisi yang dialami Kolesnikova. Raab juga berseru kepada rezim Lukashenko untuk mengutamakan keselamatan Kolesnikova dan mengakhiri berbagai aksi brutal terhadap para demonstran, melepaskan tahanan politik, dan membuka dialog dengan kubu oposisi. Senada dengan Inggris, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, meminta otoritas Belarus untuk segera melepaskan semua tahanan politik, dan menegaskan Uni Eropa akan menjatuhkan sanksi bagi siapa pun yang melakukan tindakan kekerasan, penindasan, dan kecurangan terkait hasil pilpres.
Kepastian tentang nasib Kolesnikova awalnya memang simpang-siur. Menurut agensi berita Interfax yang dikutip Reuters, pihak polisi Belarus tidak menahan Kolesnikova. Namun, sehari setelah diberitakan hilang, media resmi pemerintah BelTA menyampaikan bahwa Kolesnikova berusaha meninggalkan wilayah Belarus lewat pos pemeriksaan di perbatasan jalan internasional Alexandrovka antara Belarus dan Ukraina. Tanpa alasan jelas, Kolesnikova akhirnya ditahan, sedangkan kedua kolega yang ikut bersamanya diizinkan melanjutkan perjalanan ke Ukraina.
Sementara itu, dilansir dari AP News, Kolesnikova menolak untuk dideportasi dari negaranya sendiri dan sengaja menyobek paspornya di perbatasan supaya tidak bisa masuk ke wilayah Ukraina.
Ketika Perempuan Belarus Berpolitik
Kolesnikova (38) adalah seorang pemusik dan pemerhati seni. Mei silam, ia memutuskan terjun ke dunia politik sebagai anggota tim kampanye untuk Viktor Babariko, seorang mantan bankir sekaligus oposisi yang kemudian dilarang berpartisipasi dalam pilpres atas tuduhan korupsi. Kolesnikova pun beralih memberikan dukungan kepada Svetlana Tikhanovskaya, guru bahasa Inggris dan penerjemah yang diizinkan maju sebagai capres untuk menggantikan suaminya, Syarhei Tikhanovsky, seorang vlogger yang ditahan polisi.
Bersama dengan Veronika, istri dari diplomat-wirausahawan Valery Tsepkalo yang sama-sama tidak bisa bertarung dalam pilpres, mereka bertiga menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Alexander Lukashenko.
Skeptisme terhadap trio Srikandi ini tetap ada. Menurut analis politik senior Valer Karbalevich di Current Time, bersatunya ketiga perempuan tersebut memang memberikan harapan di kalangan rakyat sipil akan lahirnya gebrakan demokrasi baru di Belarus. Akan tetapi, capres Svetlana Tikhanovskaya tidak menawarkan keahlian manajerial efektif, yang sedikitnya sudah tercermin dari riwayat karier kandidat lainnya yang dilarang maju, Babariko dan Tsepkalo. Karbalevich berpendapat, apabila dilihat dari perspektif rezim, publik Belarus yang skeptis terhadap pemerintah pun pada akhirnya akan memberikan suara kepada Lukashenko ketika dihadapkan pada pilihan antara “ibu rumah tangga” dan “politikus bijaksana dengan pengalaman politik matang”.
Berbeda dengan Karbalevich, analis Belarus di Swedia, Alesia Rudnik, punya opini lain. Sebagaimana Rudnik sampaikan kepada Radio Free Europe, Tsikhanouskaya bisa menjadi ancaman karena dukungan publik terhadap Lukashenko yang merosot membuatnya terlihat rentan, sehingga bisa jadi sejumlah besar warga mendukung capres selain Lukashenko.
Meskipun hasil pemilu menyatakan Tsikhanouskaya kalah telak, tidak bisa dipungkiri bahwa kegigihan timnya berhasil menggerakkan massa anti-Lukashenko dalam jumlah besar di berbagai acara kampanye. Bahkan, sebulan setelah Lukashenko dinyatakan menang dalam pilpres, massa masih terus melayangkan protes. The Guardian melaporkan bahwa sedikitinya 100.000 demonstran membanjiri Jalan Kemerdekaan di Minsk pada minggu terakhir Agustus. Barys Goretsky dari asosiasi jurnalis Belarus menyampaikan kepada kepada kantor berita Inggris tersebut bahwa para demonstran akan terus berjuang dan optimis. “Mayoritas rakyat tidak mempercayai pihak-pihak yang duduk di kursi kekuasaan. Mereka menolak hasil pemilu. Banyak yang mengira gerakan protes akan berakhir pada minggu pertama, tapi nyatanya tidak,” ujarnya.
Seiring dengan pecahnya demonstrasi di berbagai kota Belarus pasca pengumuman hasil pilpres, tokoh-tokoh oposisi perempuan memutuskan untuk melarikan diri ke luar negeri karena khawatir akan berbagai ancaman, mulai dari penahanan oleh polisi, sampai dipisahkan dari anak-anak mereka. Kandidat capres Svetlana Tsikhanouskaya pergi ke Lithuania tak lama setelah kericuhan pemilu berlangsung, diikuti oleh Veronika Tsepkalo yang mencari perlindungan ke Polandia.
Maria Kolesnikova menjadi anggota trio terakhir yang masih menetap di Belarus. Dalam wawancara dengan BBC bulan lalu, Kolesnikova menjelaskan bahwa tinggal di Belarus sangatlah penting untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Menurutnya, demonstrasi yang terjadi belakangan ini adalah perjuangan demi martabat manusia, bukan untuk merebut kekuasaan. Kolesnikova pun mengaku bahwa ia dan timnya enggan menggunakan jasa bodyguard, karena sebaik apapun suatu pengawalan tidak akan berguna apabila nantinya polisi tetap berusaha mengakhiri aksi mereka.
Dewan Koordinasi, Gerakan Makar?
Langkah kubu oposisi terlihat semakin berani setelah Dewan Koordinasi dibentuk pada pertengahan Agustus silam oleh kandidat capres Svetlana Tsikhanouskaya. Seperti diberitakan BBC, dalam sebuah video Tsikhanouskaya menyampaikan kepada para pemimpin Uni Eropa bahwa Dewan Koordinasi akan memimpin jalannya proses “alih kekuasaan damai melalui dialog” dan mengupayakan “pilpres yang demokratis, adil, dan baru, di bawah pengawasan internasional”.
Dewan Koordinasi terdiri dari atas 7 anggota presidium: pemenang Nobel Sastra Svetlana Alexievich, kepala komite pemogokan di Perusahaan Traktor Minsk (MTZ) Sergei Dylevsky, mantan Menteri Kebudayaan Pavel Latushko, aktivis Partai Kristen Demokrat Olga Kovalkova, pengacara Liliya Vlasova dan Maxim Znak, serta Kolesnikova yang baru saja diwartakan hilang.
Dilansir dari kanal berita Ruptly, menurut Vlasova, Dewan Koordinasi bertujuan “menyelenggarakan dialog damai dengan pihak berwenang untuk mendiskusikan situasi krisis yang telah berkembang di Belarus”.
Masih dikutip Ruptly, Kolesnikova menambahkan bahwa sebenarnya pemerintah Belarus sangat takut pada rakyat, namun cepat atau lambat mereka harus menerima situasi dan memulai dialog dengan rakyat. Kolesnikova menyatakan,“(Krisis) ini tidak akan bertahan selamanya, dan sudah jelas bahwa rakyat Belarus tidak akan tahan dengan kekerasan dan ketidakadilan yang sedang terjadi sekarang. Maka dari itu itu, kami menyiapkan segala perangkatnya, supaya pihak berwenang bisa mendengarkan suara mayoritas.”
Walaupun Dewan Koordinasi berfokus pada langkah damai untuk mengakhiri keresahan publik, Presiden Lukashenko menilainya sebagai “usaha untuk merebut kekuasaan”. Jurnalis ternama Rusia, Vladimir Mamontov, membenarkan hal tersebut kepada BelTA. Ia menyatakan Dewan Koordinasi “konyol dan ilegal” karena orang-orang di belakangnya sama sekali tidak punya legitimasi. Tak sampai seminggu setelah Dewan Koordinasi berdiri, pemerintah Belarus menjatuhkan dakwaan kriminal kepada pada anggotanya Jaksa Agung Belarus Alexander Konyuk menyatakan Dewan Koordinasi bertujuan “merampas kekuasaan negara dan membahayakan keamanan nasional”.
Organisasi asal Amerika Serikat, Freedom House, mengutuk langkah hukum tersebut. Kasus kriminal yang menyasar Dewan Koordinasi, menurut Freedom House, mengindikasikan ketiadaan itikad baik dari Presiden Lukashenko mencari resolusi damai untuk krisis yang tengah terjadi.
Satu per satu, ketujuh anggota Dewan Koordinasi mulai dilemahkan. Latushko dipecat dari posisinya sebagai direktur Teater Nasional Janka Kupala, teater tertua di Belarus sejak abad ke-19, setelah menyatakan sikap oposisi terhadap pemerintah. Latushko angkat kaki ke Polandia karena menerima berbagai ancaman. Dyleuski ditahan atas tuduhan mempersiapkan aksi massa di Pabrik Traktor Minsk. Alexievich dan Vlasova dipanggil oleh Komite Investigasi untuk dimintai keterangan. Kovalkova berlindung ke Polandia, setelah mendekam di penjara selama 10 hari dan ditekan oleh pihak berwenang agar segera meninggalkan Belarus. Tak lama kemudian, Kolesnikova disekap, dan baru-baru saja, Znak dikabarkan dibawa pergi dari kantornya oleh sekumpulan pria bermasker.
Kamil Klysinski, peneliti senior di OSW Center for Eastern Studies di Warsawa, Polandia menyampaikan kepada Radio Free Europe bahwa Dewan Koordinasi memang belum menjadi pusat gerakan protes yang kuat dan efisien bagi berbagai pihak oposisi rezim. Namun, Klysinski berpendapat, seiring kubu oposisi berkembang dan gerakan Dewan Koordinasi semakin kentara, Presiden Lukashenko mungkin akan semakin putus asa dan menerapkan cara-cara keras untuk meredam oposisi.
Kolesnikova sang Pahlawan
Sebagaimana diwartakan di EuroNews,Kolesnikova bersama dua sekretaris Dewan Koordinasi, Anton Rodnenkov dan Ivan Kravtsov, berada di dalam satu mobil dan diperintahkan untuk menyeberang ke Ukraina. Rodnenkov dan Kravtsov, yang kini sudah berada di Kiev, mengungkapkan kekaguman atas keberanian Kolesnikova menyobek paspornya supaya dokumen legal tersebut jadi tidak sah untuk bisa mengirimnya ke Ukraina. Dikutip dari BBC, Kravtsov menyebut Kolesnikova sebagai pahlawan yang sangat berdedikasi terhadap aksi-aksi yang dilakukannya.
Sementara itu, di Lithuania, Tikhanovskaya menyatakan bahwa kejadian yang dialami para koleganya tidak akan mampu menghalau gerakan oposisi. “Semakin mereka berusaha menakut-nakuti kami, semakin banyak orang akan turun ke jalanan,” ujarnya seperti dikutip dari BBC. Dalam pernyataan terpisah tentang upaya pengusiran Kolesnikova, Tsikhanouskaya memujinya sebagai “pahlawan sejati”.
Kolesnikova memang patut diakui sebagai figur pemberani yang tidak berasal dari kelompok elite politik. Ia menyebut dirinya “warga negara biasa”. Aksi-aksi sipilnya, tegas Koleniskova kepada Guardian, bukan merupakan bagian dari program-program politik. Ia membenarkan adanya berbagai gangguan, seperti dimata-matai dan diintai oleh kendaraan mencurigakan di sekitar markas kampanye. Namun, hal tersebut tidak membuatnya gentar untuk tetap berjuang di tanah Belarus.
Dilansir dari Deutsche Welle, Kolesnikova adalah seorang pemain flute profesional yang mengenyam pendidikan tinggi pada bidang musik di Minsk dan Stuttgart, Jerman. Selama 12 tahun tinggal di Jerman, ia sering mengerjakan proyek-proyek seni dan budaya di sana dan di tanah airnya. Kolesnikova pertama kali menjalin kontak dengan Viktor Babariko pada 2017. Babariko, CEO Belgazprombank milik perusahan energi Rusia, kerap mendanai berbagai kegiatan kebudayaan.
Kolesnikova pun meminta dukungan Babariko untuk program pertukaran antara Belarus dan Jerman. Selama setahun terakhir Kolesnikova aktif sebagai direktur artistik di Pusat Kebudayaan OK16 yang sebagian pendanaannya berasal dari Belgazprombank, sampai akhirnya beberapa bulan lalu ia bergabung sebagai staf kampanye Babariko dan kemudian Tikhanovskaya.
Meduza, media independen berbahasa Rusia di Latvia, sempat berbincang dengan Kolesnikova tak lama setelah capres yang diusungnya gugur dalam pilpres pertengahan Agustus lalu. Dalam wawancara ini, Kolesnikova menjabarkan strategi timnya ke depan, yakni membantu masyarakat yang dirugikan dalam pilpres, misalnya dengan seperti memberi pendampingan kepada petugas bilik suara yang keamanannya terancam karena melaporkan kecurangan hasil pilpres. Selain itu, dukungan juga diberikan kepada para demonstran yang ditahan pihak berwenang dan siapapun dirawat di rumah sakit setelah bentrokan dengan polisi.
Ketika Meduza bertanya tentang alasan ketegangan politik di Belarus, Kolesnikova mengkaitkannya dengan kepenatan publik terhadap carut-marut penanganan pandemi COVID-19 oleh Lukashenko, jatuhnya nilai mata uang rubel, dan ketakutan akan dicaploknya Belarus oleh Rusia. Selain itu, ia juga menyayangkan sikap Presiden Lukashenko yang meremehkan peranan perempuan dalam politik, terlepas bahwa lebih dari 50 % populasi Belarus adalah perempuan.
Upaya damai Kolesnikova untuk membawa perubahan di Belarus pun tidak berhenti setelah kandidat-kandidat capres yang didukungnya tersingkir dari arena pemilu. Setelah terlibat dalam Dewan Koordinasi dinyatakan inkonstitusional oleh pemerintah, Kolesnikova dan tim kampanye Babariko (yang kini masih mendekam di penjara) mengumumkan berdirinya partai politik bernama Vmeste—artinya “Bersama”. Dalam sebuah video yang rilis pada akhir bulan Agustus, Kolesnikova mengatakan Partai Bersama dapat mencari jalan keluar dari krisis sosial dan ekonomi yang tengah dialami Belarus.
Jalan menuju dialog konstruktif dengan pemerintah masih berliku, seiring dengan ditangkapnya Kolesnikova oleh pihak berwenang dan masifnya berbagai ancaman serta pembungkaman terhadap figur-figur oposisi lainnya.
=========
Sekar Kinasih menyelesaikan studi Kajian Asia-Pasifik di Australian National University dan Sastra Jepang di Universitas Gadjah Mada. Mempelajari kebudayaan, gender, dan politik dari perspektif sejarah.
Editor: Windu Jusuf